Part 32🌻

14.5K 1.3K 118
                                    

Seperti ini lah awal mula hadirnya cinta pada pria asing dalam relung hatiku, datang tanpa sengaja dan diminta. Tapi aku sangat bahagia saat merasakannya. -Umi Khalifah

===

"Nggak mau! Aku nggak mau kalo mbak Holip juga nggak ikut masuk," ucap Nafis kekeuh menolak masuk ke dalam mobil walau telah beberapa kali Ummi Juwariyah suruh sejak mereka selesai ziarah dan berada di parkiran kembali setelah beberapa menit lalu. "Mbak Holip ikut mobil Nafis aja ya?" pintanya yang sejak tadi ia terus menempel di gendongan perempuan yang sebenarnya belum lama ini dikenal.

Holif tampak berpikir terlebih dahulu sebelum membalas ucapan Ningnya agar gadis kecil itu paham. "Mbak Holip kan udah beda kendaran sama Ning Nafis, jadinya nggak bisa dong kalo sama-sama lagi. Nanti deh kalo udah sampai ke makam selanjutnya. Ning Nafis bakalan Mbak Holip temani deh,"

"Nggak mau. Aku nggak mau, maunya sama Mbak Holip terus," Nafis menggeleng cepat beberapa kali sambil mengalungkan kencang tangannya ke leher Holif.

Nafis sungguh tak mau berpisah dengan santri cantik dan imut Abahnya yang sayangnya bertempat di ponpes Mamasnya itu.

Ummi Juwariyah menghela napas panjang sambil menoleh ke sekitar dan dilihatnya ada anak ketiganya tengah berjalan ke arahnya.

"Ada apa, Mik?" tanya Gus Fatah yang baru kembali setelah membeli sim card di konter yang letaknya tak begitu jauh dari tempat mobilnya di parkiran.

Sim card-nya yang tadi adiknya gunakan untuk internetan telah habis paket datanya. Gus Fatah memang salah satu jenis orang yang tiap kali paketnya habis selalu mengganti kartu bukan isi ulang. Ya, kartu barunya hanya untuk internetan saja, tidak untuk mendaftar lagi ke berbagai aplikasi sosial media.

"Ini Nafisnya gak mau masuk mobil kalo nggak sama Holif," jawab Ummi Juwariyah.

Gus Fatah gantian menatap santrinya yang sedang menggendong adik tercintanya. Ia lalu menoleh ke sekeliling yang ternyata sudah tidak ada lagi rombongan bus santri dari pondoknya maupun pondok Abahnya.

Sepertinya udah pada kembali ke bussnya masing-masing selain mbak satu ini, pikirnya lalu berjalan ke arah kursi pengemudi sambil mencibir adik perempuannya di setiap langkahnya.

"Butet mending ditinggal sini aja deh, dari tadi ngerepotin terus kok." Nafis menatap sengit ke arah Gus Fatah yang telah pergi menjauh darinya.

"Ning turun dulu ya? Mbak Holip mau ke bus. Nanti kalo Mbak Holip ditinggal gimana coba?" tanya Holif lirih dengan wajah yang agak panik.

Nafis langsung cemberut. Tapi, langsung tersenyum lebar sangat lebar tatkala mendengar dawuh Abahnya.

"Yaudah, mbaknya suruh masuk aja. Ayo buruan berangkat lagi!" sahut Abah dari dalam mobil.

Langsung saja, raut wajah Holif tercetak dengan jelas kekagetannya. Bagaimana mungkin ia akan naik di mobil yang sama dengan keluarga ndalem? Bagaimana mungkin juga ia menjadi sedekat ini dengan ningnya? Dan bagaimana mungkin juga, apa yang tak pernah ia sangka-sangka sebelumnya terjadi padanya? Seperti, perasaan indah dalam tanda kutip 'jatuh cinta' kepada anak Abah yang terjadi tak lama lagi ... mungkin.

"Ya udah, Nafis sama Mbak Holip buruan masuk." suruh Ummi Juwariyah yang masih diluar dan akan masuk setelah putranya si Gus Amru masuk terlebih dahulu.

"D-duduk di mana, Ning?" tanya Holif yang lagi-lagi dengan suara pelan. Ia jelas grogi jika dalam kondisi seperti ini.

Nafis menujuk jok yang ada di seberangnya tepat di belakang jok yang Gus Fatah duduki. Holif lalu mengangguk kaku, dan segera berjalan memutari mobil lewat belakang untuk bisa sampai di tempat yang ningnya tadi tunjuk.

Gusmu Imamku √Where stories live. Discover now