Part 16🌻

21.3K 1.9K 25
                                    

Berilah penghormatan terbaikmu kepada mereka yang harus dihormati, dan 'mereka' itu lah semua orang . –Gusmu Imamku

===

Saat kunjungan silaturahminya di Pondok Al-Malik selesai, Gus Fatah dan Liana pamit pulang beberapa menit kemudian setelah mereka berdua selesai melaksanakan salat isya di pondok sana. Mereka pun saat ini tengah berada dalam kendaraan yang berjalan menuju ndalem di temani alunan musik dan juga rintikan hujan yang membuat suasana malam sepi ini menjadi damai dan menenangkan.

Di saat Gus Fatah tengah fokus mengemudikan mobilnya, di saat itu pula Liana menyibukkan diri dengan dunia barunya yang berada dalam genggamannya.

"Bagus banget kameranya," ucap Liana seraya memotret wajahnya sendiri dengan aplikasi kamera di ponselnya. Selesainya mengabadikan momen singkat itu, ia berpindah ke aplikasi pengaturan untuk sekedar melihat-lihat saja.

"Wah, ramnya cukup banyak juga ya ternyata," sambungnya sambil mengangguk-angguk senang, karena nantinya ia bisa mengunduh banyak aplikasi tanpa memikirkan kapasitas ponsel yang bakal kepenuhan.

"Kayaknya ngomong sama hp lebih asik ya, daripada sama suami sendiri?" Sindir Gus Fatah seraya melirik sinis wanita yang tak kunjung mengajaknya mengobrol sejak masuk mobil tadi.

"Biasa aja sih," sahut Liana sambil mengedikan bahu.

Gus Fatah mendengus. "Bagusnya tadi mah handphonenya nggak usah dikasih tau bakalan dicuekin gini akunya," ujarnya iri pada benda mati yang membuat Liana menoleh ke arahnya.

Mendengar ucapan Gus Fatah itu membuat Liana menghentikan tarian tangannya di atas monitor ponsel. Ia menelan salivanya sambil meletakan benda pemberian suaminya tadi ke atas dashboard.

"Maaaf," ucapnya sambil menyeringai.

Gus Fatah masih saja melirik Liana sinis.

"Iih maaf udah sibuk sendirii. Eh tapi makasih loh Bee, handphone-nya berguna banget soalnya buat hubungin saudara di rumah," sambungnya sambil tersenyum senang walau untuk beberapa detik saja.

Gus Fatah yang masih saja merasa cemburu hanya mengangguk singkat, lalu di mobilnya benar-benar terasa hening dari suara percakapan mereka. Mereka hanya menikmati perjalanan masing-masing di bawah gelapnya langit malam tanpa adanya bintang sebab tertutup awan yang mendung.

~~~

Ketika mobil yang Gus Fatah kendarai akhirnya telah sampai di pondoknya, dan mulainya memasuki pelataran ndalem, dari dalam kaca ia dapat melihat ada sebuah mobil terparkir di dekat tanaman-tanamannya yang plat kendaraannya sudah sangat ia kenali.

"Pak Lukman?" gumam Gus Fatah menyebutkan nama pemilik mobil tadi.

Pak Lukman sendiri adalah salah satu santri kakeknya di pondok Al-Malik dulu, dan anak laki-laki beliau juga salah satu santri Abahnya yang telah boyong beberapa tahun lalu.

"Nda, ayo turun!" ajak Gus Fatah ketika telah mematikan mesin mobilnya di dalam garasi sambil menoleh ke arah istrinya yang benar-benar tak mengeluarkan suara sejak meletakan ponsel di dashboard tadi.

Gus Fatah menghela napas panjang sambil menggeleng beberapa kali, sebab ternyata Liana sudah tidur pulas. "Nda, bangun yuk," Ia menggoyang-goyangkan pelan lengan wanitanya cukup lama sampai akhirnya terbangun kembali.

Liana mengerjap-erjapkan mata untuk menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya di sekitar, "Eueuh," lenguhnya mengercapkan mulutnya.

"Bangun yuk, udah sampai,"

Gusmu Imamku √Where stories live. Discover now