Part 02🌻

53K 4.3K 89
                                    

Pilihan ayah adalah yang terbaik untukku- Liana Al-Matin

===

Malam hari setelah shalat Isya, Liana kembali ke asramanya untuk mengemasi barang-barangnya yang akan dibawa pulang besok ke rumah suaminya yang pastinya akan meninggalkan kampung halamannya di Lampung yang penuh cerita indah saat masih kanak-kanak. Tapi sementara itu, saat ini Gus Fatah sendiri tengah berada di rumah teman mondoknya dulu yang jaraknya cukup dekat dengan pesantren Liana ini.

Niat awal sebenarnya dia dipersilahkan untuk menginap di ndalem Abah Kyai atau minimal menginap di asrama putra, tapi karena sifat malunya Gus Fatah menolak keduanya sebab di lingkup pondok sini tidak ada yang dia kenal sama sekali.

"Mbak Liana jangan lupain aku ya kalo udah pulang dan menikmati masa-masa indah bersama mas suami nanti," pinta Syarifah yang tengah membantu Liana memasukkan baju ke koper yang akan dibawa besok.

"Yang ada bosan Sya kalo inget kamu terus," balas Liana sambil terkekeh pelan.

"Eh Mbak Li, Gus Fatah itu umurnya berapa tahun? Keliatan dewasa banget wajah suami Mbak,"

"Kata mama sih 30 tahun," jawab Liana sambil mengingat obrolannya dengan mamanya 7 hari lalu tepat di hari pernikahannya.

Flashback On

Sore ini, Liana dan Syarifah sedang bersih-bersih halaman belakang ndalem abah kyai, mengingat hari ini adalah jadwal piket mereka dan beberapa santri lainnya yang juga tengah membersihkan ndalem bagian dapur.

Di sela-sela waktu menyapunya, Syarifah mengajak ngobrol Liana yang tengah mencabuti rumput.

"Mbak Li, kira-kira yang besok nikah duluan siapa?" Syarifah melontarkan pertanyaan yang dia sendiri juga tahu kalo hanya Allah saja yang mengetahui jawabnya.

"Kamu, mungkin," jawab Liana yang memfokuskan penglihatannya pada rumput yang akan ia cabut.

"Tapi kalo aku duluan, emang siapa yang mau sama orang kayak aku?" gumam Syarifah Zainab Al-husna, nama perempuan cantik yang memasuki umur 20 tahun ini.

Syarifah ini memiliki perawakan tinggi besar, berkulit sawo mentah, dan masih memiliki darah ulama di tubuhnya. Dia telah mondok di pondok ini sejak 3 tahun lalu setelah menyelesaikan sekolahnya di jenjang menengah atas. Sementara itu, teman sekaligus saudara jauhnya yang bernama lengkap Liana Al-Matin memiliki tubuh yang kecil, sedikit tinggi, dan juga tentu saja masih berada di bawah garis nasab mulia dari ayahnya yang mengasuh salah satu pondok pesantren yang ada di Lampung.

"Mbak Liana, ada telepon dari ibunya Mbak," seorang santriwati yang mempunyai nama panggilan Luluk datang seraya menyodorkan telepon asrama putri kepada Liana, kakak kelas diniyahnya.

"Oh ya Mbak Luluk, makasih." timpal Liana seraya berdiri untuk menerima telepon yang Luluk sodorkan.

"Sama-sama, Mbak Liana." balas Luluk lalu undur diri untuk melanjutkan kembali aktivitasnya membersihkan kamar asrama setelah dirinya menyelesaikan apa yang pengurus asramanya perintahkan tadi untuk memberikan telepon masuk dari Ibu Liana ke anaknya.

"Aku angkat telepon dulu, Sya." ucap Liana lalu segera menjauhkan diri dari Syarifah.

Liana menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab panggilan orangtuanya, ia merasa ada yang tak beres dengan telepon mamanya kali ini sebab tak biasanya menelepon di jam-jam segini.

"Halo, assalamualaikum, Ma?" Salam Liana dengan suara lembut saat menyapa wanita terkasihnya yang sudah lama tak ia tatap wajahnya sejak 2 tahun lalu.

Sudah cukup lama Liana tinggal di tempatnya menimba ilmu ini, sebab sejak dirinya berumur 15 tahun telah di kirim ke pondok sampai umurnya menginjak ke 20 tahun ini. Selama mondok di sini, dia baru pertama kalinya pulang ke rumah setelah ia selesai menghafal Alfiyah 2 tahun lalu, itu pun berada di rumahnya saja hanya sampai 7 hari sewaktu tengah lebaran idul Fitri.

📞 "Wa'alaikumussalam Liana. Bagaimana kabarmu di sana, Nak?" tanya ibunda Liana yang memiliki nama Latifah.

"Alhamdulillah Ma, Liana sehat. Mama, Abah, dan Ibu bagaimana kabarnya?"

Abahnya Liana memiliki 2 orang istri, istri pertama ia panggil ibu, semantara wanita kedua yang mengandung dan membesarkannya ia panggil mama.

📞"Alhamdulillah, keluarga besar sehat semua."

"Alhamdulillah." Liana tersenyum mendengar jawaban yang ia dapatkan dari mamanya.

Terjadi keheningan sejenak diantara mereka berdua sampai Mama Latifah mengeluarkan suara lagi yang akan merubah hidup anaknya.

📞"Liana Sayang!"

"Iya, Ma?"

Terdengar helaan napas panjang dari seberang telepon sebelum Mama Latifah mengatakan hal yang cukup mengejutkan untuk Liana.

📞"Kamu mau meminta mahar apa, Nak? Di sini kita kedatangan pria sholeh yang berniat menikahimu."

"Aaah? Mahar? Mahar apa, Ma? Menikah? Apa maksud Mama?"

Liana benar-benar tak percaya dengan apa yang mam tanyakan padanya. Pasalnya ini terlalu mendadak, ia bahkan belum pulang ke rumah sejak 2 tahun lalu, tapi kenapa tiba-tiba ada yang ingin menikahinya?

Siapa pria sholeh yang mamanya katakan? Apakah ia mengenalnya? Sepertinya tidak, sebab di kala ia di rumah, Liana tak pernah berbaur dengan laki-laki manapun selain dengan saudara laki-lakinya dari pihak istri pertama abahnya.

📞"Tadi kita kedatangan pria sholeh yang bernama lengkap Albar Fatahillah, dia sudah berumur 30 tahun, dan dia secara terang-terangan mengatakan jika langsung datang dari Jatim ke Lampung selain untuk silaturahmi juga untuk menikahimu atas perintah abahnya, katanya."

"Kenapa secepat ini, Ma? Apakah Abah menyetujuinya?"

📞"Iya, malahan Abah langsung menyetujuinya ketika Fatah meminta ingin menikahimu, dan juga langsung meminta agar mama meneleponmu untuk bertanya mahar apa yang kamu inginkan dari calon suamimu itu."

"Hah? Kang Fatah yang Mama katakan tadi bisa kenal Liana dari mana?"

📞"Mama kurang tahu kalo soal itu,"

"Kok Abah bisa langsung setuju, Ma?"

📞"Kayaknya Abahnya Fatah itu teman dekat Abah kamu waktu mereka mondok dulu. Eumm Liana, kamu mau minta mahar apa, Nak? Buruan katakan, Mama sudah ditunggu abah."

"M-mahar? Mahar apa?" gumam Liana seraya mencoba berpikir dengan cepat apa maskawin yang ia inginkan di pernikahannya ini.

"Eeuum, uang 1 juta cukup, Ma." ucapnya buru-buru karena takut Abahnya akan menunggu lebih lama lagi. Ia juga tidak bisa kalo harus membantah ketika abahnya telah membuat keputusan. Liana pasrah, pasrah dalam keridahaannya, karena ia yakin ini adalah jalan terbaik untuknya.

📞"Ya sudah akan Mama sampaikan kepada calon suamimu. Kamu tunggu dia jemput kamu ya? Entah itu kapan waktunya, tapi jika sampai 3 hari dia belum datang menjemput kamu di pondok, berarti dia lagi melaksakan tirakat yang Abah berikan untuk kelanggengan rumah tangga kalian. Assalamualaikum."

"W-wa'alaikumussalam." lirih Liana bersamaan dengan terputusnya sambungan telepon antara dia dan Mamanya.

"Menikah ...?" cengo Liana dengan tatapan sendu.

"Ya Rabb, jika dia pria terbaik yang Engkau kirimkan untuk Hamba, berkahilah rumah tangga Hamba dengan kasih cinta-Mu." pintanya lirih.

Setelah percakapan di telepon itu, 2 hari kemudian datang sebuah kiriman untuk Liana dari Lampung yang isinya sekardus makanan ringan dan juga sebuah amplop yang di dalamnya terdapat beberapa lembar uang merah dan juga foto suaminya.

Satu kata yang Liana ucapkan dalam hati ketika melihat foto itu ....

Tampan.

Flashback Off





























===

5 April 2020

Gusmu Imamku √Where stories live. Discover now