Part 38🌻

17.2K 1.3K 156
                                    

Dan setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Seujurnya aku tak lah menangisi saat-saat berpisah, aku hanya menangisi diriku sendiri yang selalu mengingat indahnya kenangan bersamanya. -Liana Almatin

===

Dengan perasaan teriris pedih Gus Amru menatap sendu nisan bertuliskan nama mamas ketiganya yang sekarang ini telah berada diliang lahat. Ia masih saja tak menyangka jika Tuhan semesta alam telah mengambil salah satu orang yang ia sayangi begitu cepatnya.

"Mas ...," lirihnya sambil menyeka air matanya yang hampir jatuh dengan lengan kiri.

"Maafin Amru, Mas." ucapan maaf keluar begitu saja dari mulutnya, karena terdapat sangat besar penyesalan dalam hatinya sebab telah menyembunyikan kabar gembira tentang kehamilan Ning Liana.

Seharusnya ia tak bersikap labil seperti pagi tadi, ia sudah dewasa. Tapi kenapa saat berurusan dengan wanita bernama Liana Al-Matin itu pikirannya langsung berantakan seketika.

Ada apa dengannya itu!?

Gus Amru menggenggam erat tanah liat yang masih basah dengan sekilas ingatan sewaktu tadi pagi saat almarhum Mamasnya berbicara kepadanya untuk terakhir kalinya.

"Mboten selawase seng kulo miliki niku bakal tetep dados gadah e kulo,"

Gus Amru perlahan berdiri dari posisi badannya yang tadi berjongkok dengan wajah bingung. Lalu ia pun memutuskan untuk pergi dari pemakaman khusus keluarga ndalem yang ada di pesantren mamasnya ini.

Makam keluarga pondok almarhum Mamasnya yang terletak di ponpes Al-Kausar ini masih berisikan 3 orang saja. Pertama, cucu ketiga Bu Dian dari anak pertamanya yang kala meninggal masih berumur 3 tahun. Kedua, pengasuh Abah kyai sejak Beliau masih kanak-kanak yang kebetulan rumahnya tak jauh dari pondok ini. Ketiga, Gus Fatah sendiri.

Gus Amru memilih tiba-tiba pergi dari makam, karena ia ingin berpikir suatu hal yang sangat tak sopan jika dipikirkan tepat di samping liang lahat pria terkasihnya itu.

Apakah mas Fatah tahu jika aku menyukai istrinya dan maksud dari ucapannya itu adalah memberi restu agarku nanti menggantikannya sebagai kepala keluarga dalam rumah tangganya yang berada di bawah atap ndalemnya itu?

T-tapi itu tak mungkin!

Aa eeum, m-mungkin saja maksud ucapannya tadi pagi itu adalah agar aku melanjutkannya mengelola ponpes Al-Kausar ini.

"Ya itu benar. Mana mungkin Mas Fatah akan merelakan istri tercintanya untuk diriku. Pasti, karena ia ingin aku mengelola Al-Kausar ini." Gus Amru menyakinkan dirinya jika prasangka yang pertama tadi salah.

Gus Amru menghembuskan napasnya kasar lalu segera pergi ke ndalem almarhum Mamasnya, karena ia harus menyiapkan tahlilan untuk nanti malam yang akan dihadiri banyak kakang pondok dan warga luar pondok.

Soal arti sebenarnya akan maksud ucapan dari Mamasnya tadi pagi yang sebenarnya masih ia bingungkan, biarlah untuk saat ini ia tak memikirkannya, dan pada akhirnya ia hanya bisa memasrahkannya kepada Tuhannya yang Maha Esa.

~~~

Semantara itu di dalam ruangan tempat biasa yang selalu Gus Fatah dan Liana jadikan sebagai kamar tidur. Holif terus memijat pergelangan kaki Ningnya yang masih juga belum bangun sejak pingsan kedua kalinya tatkala jasad Gus Fatah akan dipulangkan ke pondok Al-Kausar.

Ya, posisi Liana sekarang ini berada di ndalemnya sendiri lagi, karena tadi ia yang sempat pingsan sewaktu turun dari mobil, dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja untuknya bangun kembali. Dan tatkala bangun pun, jenazah suaminya baru saja akan dishalatkan. Setelah dishalatkan untuk waktu kurang lebih 3 jaman sebab terlalu banyak mu'azziyin berdatangan akhirnya jenazah almarhum Gus Fatah bisa dibawa pulang ke peristirahatan terakhirnya juga, di makam keluarga ndalem ponpes Al-Kausar.

Gusmu Imamku √Where stories live. Discover now