Part 04🌻

44.5K 4K 112
                                    

Inilah jalan yang harus kita lalui untuk menuju ridha-Nya -Albar Fatahillah

===

"N-ning Liana," panggil Gus Fatah pelan saat dirinya masih mengemudikan mobil yang sudah melesat 2 jam lamanya dari pondok pesantren Liana tadi.

"Ya, Gus?" Liana menoleh ke suaminya tanpa ekspresi tapi masih tetap cantik saat dilihat.

Gus Fatah mengambil ponselnya yang ada di dashboard untuk diberikan kepada istrinya. "Ning Liana kalo bosan, boleh kok buka-buka hp saya," ucapnya berusaha dengan nada sesantai mungkin agar tidak terlihat terlalu canggung.

Liana melirik ponsel Gus Fatah sekilas seraya menggeleng. "Enggak Gus, makasih."

Gus Fatah yang mengumpulkan keberanian secara mendadak dengan beraninya menaruh ponsel tadi ke pangkuan Liana.

"Gak papa Ning. HP saya juga udah jadi milik, N-ningnya." Astaga, hanya mengucapkan kalimat itu saja mampu membuat jantung Gus Fatah kembali berdegup cepat.

Liana menggeleng seraya mengambil ponsel tadi untuk dia taruh kembali ke dashboard. Tapi belum juga tangannya terangka sejengkal, tak sengaja Fatah menyentuhnya sebab ingin mengambil minuman di laci mobil.

"M-maaf, Ning. S-saya nggak sengaja." ujar Gus Fatah terbata-bata.

Aish, kenapa harus secanggung ini sih berdua sama istri sendiri, pikir Gus Fatah yang kesal sendiri.

Liana terkekeh pelan berusaha mamasang wajah sesantai mungkin agar tidak terlihat kaku seperti wajah suaminya saat ini. "Gak papa kok, Gus ... ku," timpalnya yang memberikan penekanan pada akhir kata.

Gus Fatah menalan salivanya susah payah saat mendengar Liana mengatakan hal biasa tapi mampu membuat darahnya berdesir tiba-tiba itu. Ia tak begitu paham dengan apa yang perasaannya tengah rasakan saat ini, hanya saja, mungkin ini adalah perasaan indah yang banyak orang katakan atas nama cinta.

Liana tersenyum geli bersamaan melihat jam tangannya untuk memastikan apakah sudah memasuki waktu sholat Jum'at atau belum. "Eum Gus, sepertinya sebentar lagi memasuki waktu jumatan, apakah nggak mau berhenti dulu?" Ia menoleh ke Gus Fatah yang terlihat asik berkendara.

"Oh iya, ini kan hari jumat. Kenapa aku malah lupa?" Gus Fatah spontan menepuk keningnya pelan, lalu menoleh ke kanan kiri mencari masjid yang mungkin ada yang se-organisasi dengan dirinya.

Bukan maksud dia tak mau bercampur dengan organisasi lain, melainkan karena ada beberapa organisasi dalam aliran Islam Sunni Indonesia yang tatacara shalat jumatnya berbeda-beda mengikuti Imam Madzhab yang dianut. Mungkin bagi mereka yang awam memilih untuk tidak mengikuti Imam madzhab itu bukanlah masalah besar selagi masih 1 Islam yang hanya berpatok pada hukum Qur'an dan Hadits.

Ya, itu memang bukan masalah besar, hanya saja akan sangat keliru menjalankan fiqih kehidupan sehari-hari hanya dengan mengandalkan Qur'an dan Hadits saja, tanpa menggunakan Ijma dan Qiyas. Mereka para awam tak mungkin paham hukum jika membaca Alquran dan hadist saja, karena Alquran tak bisa diartikan mentah-mentah tanpa tahu Asbabun nuzulnya, begitu pula hadist tanpa tahu asbabul wurudnya.

Mengikuti salah satu imam madzhab 4 dengan guru yang sanad keilmuannya jelas sangatlah penting, sebab dengan itu bisa mengetahui syariat-syariat Islam agar yang bathil dan haq tak tercampur aduk.

Gusmu Imamku √Where stories live. Discover now