Part 07🌻

38.5K 3.3K 31
                                    


===

Hari ini, seperti rencana Gus Fatah tadi malam, ia dan istrinya undur diri dari pondok Al-Malik sebab akan pindah untuk menetap di pondok yang dikelolanya sendiri. Dan mereka berdua sekarang tengah dalam perjalanan ke pondoknya itu.

Di perjalanannya kali ini, Liana hanya terdiam seraya memperhatikan jalanan yang banyak ditumbuhi pepohonan, tanaman bunga, dan sayuran yang menambah keasriannya. Ia mengulas senyum ketika melihat ada beberapa pria tengah membersihkan selokan agar air tetap bisa mengalir tanpa ada hambatan yang kemungkinan besar akan mencegah datangnya banjir.

Selang beberapa saat kemudian, karena jarak antara pondok Ar-Rasyid, pondok yang Gus Fatah kelola dan Al-Malik tak begitu jauh juga tak begitu dekat, sampailah mobil mereka di gerbang masuk Ar-Rasyid ini. Liana beralih menatap lurus ke jalanan masuk pondok Gus Fatah ini, ia menggeleng beberapa kali sebab takjub akan besar-besarnya bangunan asrama di tempat ini.

"Nda," panggil Gus Fatah seraya menyodorkan permen karet kepada Liana, yang dia beli tadi sebelum berangkat pulang.

"Dalem?" Liana menoleh menatap Gus Fatah tapi langsung ia alihkan pandangannya ke arah tangan suaminya yang memegang permen yang disodorkan padanya. Ia tersenyum manis lalu mengambil permen tadi. "Makasih." ucapnya dengan ceria.

Serius, Liana menunjukan keceriaannya itu sebab hatinya benar-benar bahagia walau yang suaminya berikan hanyalah sebiji permen karet. Bahagia akan menjadi sangat sederhana ketika bersama pasangan yang membuatmu merasa berharga.

"Sama-sama." balas Gus Fatah yang tersenyum senang sebab setelah Liana menerima pemberiannya, perempuan itu langsung membuka bungkus untuk dikunyah isinya.

Kemudian Liana pun menyambung kegiatannya tadi dengan melihat bangunan-bangunan di Ar-Rasyid ini.

"Eeuum, kira-kira kalo aku minta bantuan kamu, boleh nggak?" tanya Gus Fatah menoleh ke Liana sejenak sebelum kembali menatap jalanan di Ar-Rasyid ini.

"Bantuin apa, Bee?"

"Bantu mengurus asrama putri, biar bisa lebih teratur gitu jalannya kegiatan kalo ada orang terpercaya yang ikut menghandle-nya," jawab Gus Fatah, karena selain para mbak pengurus yang salah satunya pasti masih ada yang sama bandelnya seperti beberapa santriwatinya, ia belum memiliki seseorang yang benar-benar bisa dipatuhi untuk menggerakkan santriwatinya secara keseluruhan.

Gus Fatah belum memiliki wanita berjiwa pemimpin di tengah-tengah pondok putrinya itu, karena pondok ini baru berdiri sebab tak cukupnya lagi wilayah pondok Al-Malik untuk mendirikan asrama dan juga madrasah guna membantu pembelajaran santrinya yang banyak. Atas perintah pengasuh Al-Malik, berdirilah pondok ini agar memaksimalkan umat Islam yang ingin terus memperjuangkan agama yang diridhai Sang Pemilik Kehidupan.

Liana mengangguk. "In syaa Allah, aku bantu."

"Eh, Nda," panggil Gus Fatah saat ia tak sengaja melihat santri putra yang paling josh di pondok ini sedang berdiri di pinggir kolam ikan.

"Iya, ada apa?"

Gus Fatah menunjuk santri putranya tadi seraya tersenyum. "Namanya Abdul Khaliq, kerjaannya bantah pengurus, selalu telat waktu ngaji, kebiasannya menghilang kalo dicari orang lain. Tapi dia termasuk hebat, sekali duduk bisa hapal 70 bait nadzhom," jelas Gus Fatah tentang santrinya yang bernama Abdul Khaliq itu.

Gusmu Imamku √Where stories live. Discover now