Prolog

324 16 0
                                    

Suara wanita mengomel menjadi latar suara seorang gadis yang kini tengah berjalan pergi dengan santainya melewati pintu setelah mengambil helmnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara wanita mengomel menjadi latar suara seorang gadis yang kini tengah berjalan pergi dengan santainya melewati pintu setelah mengambil helmnya. Meski latar suara itu masih sedikit terdengar, namun dia sudah bisa bernapas lega. Telinganya sudah tidak se-pengang tadi.

Sebenarnya latar suara itu sudah menjadi makanannya sehari-hari sejak setahun belakangan. Untuk itu, sejak setahun itu pula, dia gencar mencari cara agar waktunya berdiam di rumah itu bisa berkurang.

Seperti sekarang, setelah dia menyelesaikan semua pekerjaan rumah, secepatnya dia segera pergi menuju tempatnya bekerja paruh waktu.

Pemberhentian terakhirnya adalah Migel's Internet Cafe. Tempatnya bekerja paruh waktu yang kebetulan dikelola oleh adik sepupunya. Sebelum masuk, dia selalu mengikat rambutnya dengan rapi dan memakai masker di mulut karena suatu tujuan.

"Chandra, sori gue telat. Kalo mau, potong deh gaji gue, boleh," ujarnya saat melewati meja konter dan menyapa adik sepupunya.

"Santai, kak Lili, cuma telat lima menit. Nih, yang punya ada di sini." Chandra melempar tatapan menunjuk temannya, Alvan, si anak pemilik kafe.

"Yang punya bokap gue, ah elah lo..." Alvan bergerutu, sementara Chandra terkekeh.

Gadis yang memiliki banyak nama panggilan—seperti Lili, Mei, Ailiitu terkekeh pelan melihat interaksi para laki-laki itu. Dia masuk ke konter dan segera memakai celemek untuk bertugas. Nasi Jinggo yang tadi dibeli di jalan, ia letakkan dulu di sebuah loker kecil khusus pegawai tepat terletak di samping kulkas.

Chandra berbalik menghadap kakak sepupunya dan mengabaikan teman-temannya. "Kak, makan dulu," ujarnya, lebih ke meminta.

"Udah, Chan."

"Bohong."

"Kok bohong?"

"Ya jelas bohong lah. Sebuah keajaiban kalo kakak udah makan di rumah."

"Yang bilang makan di rumah siapa?" Mei tertawa kecil.

Chandra memasang wajah bingung. "Lah terus?"

Mei menyemburkan tawanya dan berdiri mendekati Chandra. "Muka lo lucu banget kalo cengo."

"Iya, gue belum makan. Mau makan nanti aja."

"Kak ... Lo jangan sibuk-sibuk amat dong. Gak kasian apa sama badan lo. Gue aja liatnya kasian loh. Udah kurus makin kurus lagi."

"Dih, badan gue emang segini-segini aja dari orok, gimana sih lo?" Mei yang memang memiliki gen tubuh kurus akhirnya mundur dan memperlihatkan bagaimana tubuhnya tak berubah.

"Tapi lo belum makan dari siang, kak."

"Iya. Udah ah gue pake komputer biasa, ya." Mei yang keras kepala berlalu.
"Mau ngapain, Kak?" tanya Chandra.

"Login bentar," sahut Mei dari kejauhan.

"Abis itu janji makan, ya?"

"Iya, tenang. Gue juga gak bakal mati sekarang kalo belum makan."

~~~

Hari yang melelahkan.

Menyebalkan.

Memuakkan.

Tak ada yang ingin dia lakukan selain pergi dan menjauh dari tempat yang sering disebut 'rumah'.

Baginya, rumah itu bagaikan neraka bersampul surga. Orang-orang hanya tau keindahannya tanpa mengetahui cerita mengerikan di baliknya.

Sebelum pulang ke tempatnya tinggal, laki-laki ini memilih mengungsi sejenak ke internet cafe yang pernah direkomendasikan oleh sang adik sepupu untuk menenangkan pikiran dan hatinya.

Ge tiba di Migel's Internet Cafe dengan menggunakan motor matic sederhana miliknya.

"Chandra, seat kosong yang biasa, ada?" tanyanya pada sang pengelola yang ternyata teman dari adik sepupunya. Dia bertanya karena melihat internet cafe itu lumayan ramai hati ini.

"Oh ada, kak. Seat umum kosong deket ruang VIP."

"Okey, gue ambil satu, ya."

Ge melangkahkan kakinya menuju salah satu komputer kosong di tengah ruangan berdesain futuristik itu, namun tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang tidak asing.

Postur tubuh, gaya dan warna rambut, mata, dan wangi parfum yang sangat dikenalinya. Berpusat dari seorang gadis dengan masker di mulutnya yang bermain dekat dengan meja kasir.

Ge tak begitu memedulikannya. Dia kemudian balik ke counter dan memesan Blueberry Frappuccino. Setelah itu dia kembali berjalan mencari komputer seraya menunggu minumannya.

"Kak Lili, minta tolong, dong," teriak Chandra.

"Oke, sebentar," sahut Mei.

Ge melihat gadis yang tadi menarik perhatiannya berdiri dan berjalan menuju counter bar. Dia melihat mata gadis itu merasa tidak asing. Merasa bahwa dia pernah melihatnya. Begitu juga gaya poni rambutnya yang terbelah tepat di tengah.

"Namanya Lili?" gumam Ge pelan.

Gadis yang dipanggil Lili tadi berjalan membawakan pesanan para pelanggan. Matanya tiba-tiba bertabrakan dengan mata Ge.

Keduanya terdiam. Ge menatap gadis itu datar, sementara, gadis itu menatap Ge terkejut.

~~~

"Seperti sengaja diukir, sebuah tempat dikosongkan untuk yang akan masuk. Selamat datang dan terima kasih sudah hadir di sini." -Username: Luvathen

"Aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi spesial dan dicintai, tapi sejak kehadirannya, sepertinya aku tidak perlu mencari lagi." -Username: HOF_Gze

Follow for more updates:@writebytris@patdrasawsTiktok @wattpadrasaws

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Follow for more updates:
@writebytris
@patdrasaws
Tiktok @wattpadrasaws

~~~

Eiyoo... what's up? Kembali lagi bersama aku di cerita yang baru. Dari prolog ini kayanya kalian udah bisa nebak, cerita ini bakal nyeritain apa. Genrenya masih tentang remaja SMA.

Btw, cerita ini murni hasil ideku, dengan sedikit inspirasi dari drama-drama yang aku tonton.

Aku yakinin sama kalian, TIDAK ADA UNSUR PLAGIARISME DALAM CERITA INI. Kalaupun kalian menemukannya, lapor sama aku, dan aku akan secepatnya take down cerita ini. I swear!

G in Luv (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang