XXIV. Bad News

27 4 0
                                    

💙💜💙💜

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

💙💜💙💜

"Gyan, lo jangan bercanda."

"Gue gak bercanda, Ge. Gue gak bisa ngapa-ngapain lagi."

Ge menghempaskan tubuhnya di sofa seraya menguar rambut dengan kedua tangannya. Helaan napas yang berat dan menggambarkan kekecewaan terdengar jelas dari mulutnya. Gyan mengerti bagaimana cemasnya Ge tapi laki-laki itu tidak seharusnya putus asa.

"Gue gak ngerti kenapa mama sama papa gue bisa tahu perihal cedera yang gue alami."

"Terus dari mana mereka tau tentang itu kalo lo yang kemungkinan gak sengaja nunjukin?"

"Gue berani sumpah, Ge. Gak ada sekali pun gue pernah ngeluh tentang ini. Gue latihan kaya biasa, nahan pegel, nahan sakit, tapi gue gak pernah liatin ini di depan mereka."

"Lo kecolongan, Gyan. Orang tua gak mungkin gak tau apa yang dialami anaknya. Bisa aja pelatih anggar lo yang liat, terus bilang ke mereka."

Meskipun tidak yakin, tapi Gyan pernah mengalami masa-masa terburuk ketika tangannya masih dalam masa pemulihan. Dia terpaksa latihan dan berakhir menahan rasa sakit diam-diam di depan pelatihnya.

"Ge, lo masih punya Mei. Dia bisa gantiin gue. HOF gak akan bubar. Atau gue bisa jadi manajer kalian juga."

"Terserah lah. Yang jelas lo bikin mood gue hancur pagi-pagi," ungkap Ge penuh kekesalan. "Mei!" Dia berteriak memanggil Mei yang masih di kamar untuk segera berangkat ke sekolah.

"Iya, sebentar!" balas Mei.

Ge menatap Gyan di depannya. "Mending lo pergi sekarang sebelum mood gue makin hancur," usirnya. Gyan sendiri tidak jengkel karena dia tahu Ge mudah kesal terhadap hal-hal yang tidak sesuai keinginannya, termasuk ketika ia menyampaikan berita bahwa dia tidak akan menjadi bagian HOF dan berkompetisi dalam lima e-sport lagi.

Mei keluar dengan tangan masih mengikat rambut kuncir kudanya dan karet di mulut. Dia melihat dua laki-laki di depannya dengan tatapan bingung.

"Gue duluan, Mei," pamit Gyan. Mei mengangguk karena tak bisa menjawab.

"Kunci pintu abis siap-siap," titah Ge. Dia segera mengambil helmnya dan helm Mei kemudian berjalan keluar.

Mei bergerak cepat untuk menutup pintu kamar setelah selesai mengikat rambut. Dia lalu menutup pintu rumah dan meraih helmnya setelah memutar kunci sebanyak dua kali.

"Pagi-pagi udah asem aja tuh muka," celetuk Mei berusaha menghibur Ge. "Gue ada salah?"

"Nggak."

Mei mengintip wajah Ge dari spion. "Kalo gitu jangan cemberut gitu dong ke gue." Mei berakhir protes namun Ge malah lebih galak.

"Mending lo diem atau gue bakal marah beneran ke lo."

Baik lah, Mei menyerah. Dia berhenti menggoda Ge. "Kok galak, ih," gumamnya tanpa suara.

G in Luv (END)Where stories live. Discover now