XLI. Unwanted Bad Things

20 5 0
                                    

💙💜💙💜

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

💙💜💙💜

Tepat setelah Mei menyelesaikan kompetisinya, tiba lah juga saatnya turnamen tahunan mereka datang. Tak banyak yang bisa diceritakan karena mereka sungguh ingin menyembunyikan identitas tanpa ingin bersosialisasi dengan tim lain sebab bukan hanya orang tua Gyan yang memperingati anaknya, tapi orang tua Gastya dan Kaishi pun selalu mengingatkan anak-anak mereka untuk tidak terlena dalam serunya bermain game hingga tertinggal dalam akademik, walau mereka tidak tahu jika anak-anaknya juga berjuang dengan sangat keras untuk menjaga nilainya tetap stabil bahkan meningkat sebelum mereka lulus.

Beruntung Gastya memiliki Kanikka yang kini selalu membelanya tiap sang ayah mencoba memojokkan dirinya karena Kanikka adalah kelemahan ayahnya. Berbeda dengan sang sahabat, Kaishi, selama ini dia selalu menuruti apapun kemauan dan keinginan orang tuanya tanpa banyak melawan. Satu hal yang sampai kini masih dia sembunyikan adalah dia tidak mengikuti keinginan orang tuanya untuk berhenti bermain game. Sama seperti Gastya, dia selalu menggunakan alasan belajar bersama ketika pergi ke rumah Ge.

Sore ini adalah jadwalnya untuk les, namun sebenarnya dia sangat lelah sebab sudah berada venue lomba seharian. Dia tidak bisa melewatkan dua hal ini dan itu membuatnya sangat cemas. Gastya memperhatikan itu karena dia tidak pernah melihat Kaishi gelisah seperti sekarang. Jika biasanya dia melihat Kaishi hanya tertidur dan membaca buku sepanjang hari, kali ini dia beberapa kali kedapatan memainkan ponsel, melihat jam, dan meminum air. Hari ini dia belum melihat Kaishi tertidur.

"Ada yang mau lahiran?" tanyanya tiba-tiba dan membuat Kaishi mengerutkan dahinya keras. Pertanyaan macam apa itu?, pikirnya

"Lagian gelisah banget daritadi. Kalo capek mah tidur. Biasanya juga gitu kan?" Sambungnya kemudian.

Kaishi sama sekali tidak menyahuti omongan Gastya dan masih terus memainkan ponselnya sambil menggetarkan kaki. Gastya akhirnya mendekat dan duduk di sebelah Kaishi. "Ada apa sih?"

"Gue harus les."

"Loh terus turnamennya?" Gastya menatap Kaishi panik. "Kita gak ada bilang ke panitia pake pemain cadangan soalnya."

"Yang lo perhatiin cuma turnamennya?" Meski pertanyaan itu cukup menyinggung, namun cara Kaishi berbicara yang kelewat santai—menatap ponsel tanpa ekspresi—membuat Gastya tertegun.

"Bukan gitu, gue khawatir juga sama lo. Terus gimana?"

"Gue lagi mikirin caranya."

"Kenapa gak hubungin mentor lo terus minta izin sehari aja?"

Kaishi merubah posisi duduk yang tadinya membungkuk kini bersandar. "Gue gak mau orang tua gue tau."

"Ya kompromi aja. Gue yakin mentor lo kayanya ngerti."

"Kalo nggak?"

Gastya mengerutkan keningnya. "Kok pesimis? Dicoba aja dulu."

"Kenapa nih?" Ge tiba-tiba ikut serta dalam obrolan keduanya.

G in Luv (END)Where stories live. Discover now