XXIX. I Hope A Good News

16 3 0
                                    

💙💜💙💜

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

💙💜💙💜

Jam sudah menunjukan pukul setengah delapan malam, tapi Gyan masih enggan beranjak dari sisi brankar sejak pukul enam tadi.

"Saras, kamu tau gak? Ge sama Mei berantem, terus aku yang harus ngelerai mereka berdua. Capek banget temenan sama mereka. Sama-sama batu."

Gyan yang masih bercelana abu-abu itu bicara sendiri sambil mengupas sebuah jeruk dan memakannya sendiri. Ruangan ber-AC itu kian menjadi tempatnya berkeluh kesah tiap kali dirundung dilema. Meski seseorang yang dia curhati tidak bisa membalas, tapi setidaknya ada beban yang serasa lepas dari hatinya.

"Gimana sih caranya bikin Ge percaya kalo Mei gak mungkin khianatin dia? Ge itu sebenarnya suka tau sama Mei, cuma dia belum sadar aja," omelnya seorang diri seraya melahap jeruknya lagi.

"Kalo kamu sadar, kamu harus bantu aku ngomong sama Mei. Dia juga keras kepala banget. Kalo kamu ajak ngomong dari hati ke hati, dia pasti luluh deh. Katanya cewek itu bisa paham perasaan sesamanya." Gyan berbicara seolah gadis yang terbaring di depan mata dengan alat-alat medis menempel ditubuhnya itu akan bangun besok.

Ketika Gyan iseng mendongak untuk melihat infus milik Saras, dia mengangkat alisnya. "Infus kamu habis. Sebentar aku panggil perawat dulu." Laki-laki berkaos putih itu bangkit dan keluar dari ruangan tanpa dia sadari bahwa jari jemari Saras bergerak lagi.

Sepuluh menit kemudian, Gyan datang bersama seorang perawat perempuan yang membawa infus di belakangnya. Langkahnya terhenti di tengah-tengah ruangan ketika mendapati gadis yang tadi berbaring di brankar itu kini sudah membuka netranya dan melihat ke langit-langit.

"S-saras?" Panggil Gyan pelan.

Saras menggerakkan bola matanya dengan sangat pelan, melirik ke arah Gyan. Bibirnya yang masih pucat dan tersungkup mengulas senyum lemah.

"Ya Tuhan..." Seluruh tubuh Gyan serasa lemas seolah tak bisa menahan beban berat badannya. Matanya mulai memerah dan bergetar. Genangan air di pelupuk matanya pun tak bisa dihindari.

"Saras... Akhirnya kamu sadar," ujar Gyan getir nan haru. Tangannya tak bisa berbuat banyak selain menggenggam jemari Saras dimana terpasang cincin pertunangan mereka.

Perawat yang tadi datang bersama Gyan tersenyum senang. "Saya akan panggil dokter dulu, ya," ujarnya setelah selesai mengganti infus Saras.

"Terima kasih, sus."

Gyan bisa merasakan Saras mencoba membalas genggamannya meski dengan kekuatan yang sangat kecil. Gadis ini masih sangat lemas setelah dua tahun lamanya tertidur.

"Glad that you're back." Gyan berbisik tepat di telinga Saras.

"You call me, so I'm back," balas Saras dengan suaranya yang masih sangat lemah.

~~~

Malam ini, Ge dalam suasana hati yang buruk. Sendirian di rumah karena sejak tadi. Teman-temannya tidak ada yang datang kemari baik untuk belajar ataupun bersantai. Salahnya juga karena menjadi orang yang terlalu keras, baik kepada diri sendiri atau teman-temannya.

G in Luv (END)Where stories live. Discover now