XLVIII. Clarification

31 4 0
                                    

💙💜💙💜

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

💙💜💙💜

Sembari kembali mengemas barang-barang yang mereka punya, tidak terasa jam menunjukan waktu dimana seharusnya teman-temannya sudah pulang. Mei dan Ge memutuskan menunggu sambil berkemas karena mereka memutuskan tidak akan tinggal di rumah kontrakan ini lagi. Tidak menutup kemungkinan jika Ge bisa kembali lagi ke rumah ini kalau saja orang yang menjadi musuh bebuyutannya ke rumah orang tuanya.

Sehabis berberes mereka beristirahat di ruang tamu. Ge yang berbaring memejamkan mata di atas sofa dan Mei yang duduk di karpet sambil memainkan ponselnya. Tak lama kemudian terdengar suara motor berdatangan dan mereka tahu kalau itu adalah teman-temannya.

"Ge! Mei!" Suara Gyan terdengar berteriak seolah menyapa. Mungkin dia tahu mereka berdua di sini karena mobil Ge terparkir di pinggir jalan tepat di sebelah rumah.

Gyan masuk dengan senyuman namun tidak dengan Zyandru yang menyusul di belakangnya. Begitupun Kaishi-yang memang biasanya jarang tersenyum-yang tampak menoleh ke belakang seolah menunggu seseorang. Satu orang lagi tak tampak berjalan di belakang Kaishi namun Mei mendengar suara-suara orang yang sedikit berdebat di luar.

"Kalian kedatangan tamu," ujar Gyan tenang.

Tak lama Gastya datang sambil menggenggam tangan seseorang. Seorang gadis berkepang dua. Gadis itu tampak menunduk penuh sesal dan tak berani sekalipun menatap dua orang yang tengah duduk di depannya.

"Nirmala?" Begitu Mei memanggilnya, Nirmala sontak maju selangkah dan berlutut sambil terisak pelan. "Maaf," katanya dengan suara kecil dan napas sesak.

"Mei, maaf. Gue... gak bisa jadi sahabat yang baik buat lo... Gue hampir bikin reputasi lo hancur... Gue minta maaf," katanya di sela-sela isakan kecilnya.

Melihat sahabatnya menyesal, Mei maju dan memeluk gadis itu. Dia tahu Nirmala tidak akan sejahat itu sengaja membuat reputasinya hancur dan Mei yakin Nirmala hanya terdesak oleh sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan. Berteman sejak kelas sepuluh cukup membuat Mei mengenal Nirmala dengan baik. Walaupun cerewet dan banyak omong, Nirmala bukan sosok yang jahat.

"Gue ngerti, Nir... Gue tau itu bukan kemauan lo. Lo cuma terpaksa." Mei menepuk punggung Nirmala pelan.

"Tapi gue berani sumpah bukan gue yang ngirim menfess tadi pagi. Gue cuma sekali masukin surat kaleng ke loker lo, setelah itu gue nyesel," jelas Nirmala dengan terburu, bahkan air matanya pun belum berhenti.

"Pelaku pengirim menfessnya udah ketauan. Awalnya itu cuma menfess titipan tapi yang nitip ternyata anonim dan setelah IP Address anonim itu dilacak, tempatnya ada di markas BGV. Ayahnya Ge gerak cepat buat cari tau komputer siapa yang dipake buat ngirim menfess itu," ujar Gyan panjang, dia kemudian melirik Ge.

Ge menegakkan tubuhnya dan menghela napas. "Komputer yang dipake adalah komputer Kevin, tapi semua orang tau Kevin masih ada di sekolah jadi gak mungkin dia pelakunya, Kevin pun gak pernah tau gue tinggal satu atap sama Mei, dan diantara mereka, cuma satu orang yang terang-terangan menunjukkan kebenciannya ke kita. Ditambah walaupun cctv-nya rusak, di tiap monitor dipasang hidden cam juga jadi clear ketahuan pelakunya siapa dan sekarang dia lagi dikasih pelajaran sama ayah gue."

G in Luv (END)Where stories live. Discover now