XIII. The Night

75 6 0
                                    

"Every things are just like two different sides of coin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Every things are just like two different sides of coin. There is always bad and good. Yin and Yang. Good in the badness and bad in the goodness."

🍇🍇🍇

"Ma, Saras masih kritis?" tanya Gyan panik setelah ia sampai di depan ruang ICU.

Sang ibu mengangguk dalam diam. Dia melihat sang ayah juga tengah duduk di bangku panjang sambil menunduk dan meletakkan kepalan dua tangannya di dahi.

Laki-laki berjalan lunglai dan lemas menuju kursi. Dia mendudukan tubuhnya perlahan dengan pikiran yang terus berjalan kemana-mana.

Saras tidak boleh meninggalkannya. Dia tidak akan kehilangan Saras. Kata-kata itu terus-menerus terulang dalam benaknya hingga ia merasa bahwa Tuhan harus mendengarkan doanya kali ini.

"Maaf, Pa, Ma. Aku ... gak becus."

"Udah. Jangan nyalahin dirimu sendiri," balas sang ayah cepat.

"Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan, Gyan." Tangan kekarnya mulai menepuk pundak sang putra agar suasana tak keruh.

"Aku sayang Saras." Suara Gyan mulai terdengar serak dan berat. Tangan yang semula berada di atas kepalanya perlahan turun untuk menutupi matanya yang mulai mengeluarkan air mata.

"Kita semua sayang Saras, Gyan." Kali ini sang mama yang berucap. Wanita itu berjalan dan berjongkok di depan Gyan. "Berdoa sama Tuhan, biar kita diberikan satu kesempatan lagi untuk merawat Saras," katanya sambil mengusap-usap tangan Gyan.

Tangisan Gyan semakin keras terdengar hingga sang mama panik dan beralih membawa putranya ke dalam dekapan. Dia mengusap punggung Gyan dengan perlahan.

"She's my life, Ma."

"Iya, sayang."

"Aku gak pernah menyesal karena udah dijodohin sama Saras.

"Mama sayang kalian berdua." Sang mama pun tak kuasa menahan tangisnya juga. Dia menumpahkannya di pundak lebar Gyan.

"Saras anak yang kuat. Dia pasti bisa bertahan."

Terlihat beberapa tenaga kesehatan keluar dari ruang ICU, termasuk satu orang dokter yang kemudian berbicara pada ayah Gyan. "Anda wali dari pasien atas nama Saraswati Vania Hendrawan?"

"Iya, benar."

"Baik. Bisa ikut saya? Kita bicara di lab."

Seperginya sang ayah dan dokter, Gyan melangkah pelan ke arah pintu ICU dan melihat Saras melalui kaca transparan. Dia merasakan sesak yang amat sangat saat melihat alat yang menopang hidup Saras semakin banyak. Laki-laki meremas pakaian di bagian dadanya. Saras pasti sangat kesakitan.

"Gyan, mau masuk?" tanya sang mama.

"Boleh?"

"Boleh. Biar mama tunggu di luar."

G in Luv (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang