XIV. Between Hurt and Happiness

80 6 0
                                    

•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••••

"Sometimes we just need hug than word. We just need action than question."

-Ailimei Ganesh Hayiagni-

🍇🍇🍇

Plakkk

Rasa panas menjalar di seluruh wajah Gastya. Laki-laki itu bahkan kebingungan, kenapa di saat dia tengah asik tertidur, dirinya dipanggil keluar dan kini mendapat tamparan keras dari sang ayah? Gastya merasa dia tidak berbuat kesalahan apa pun hari ini.

Di saat dua laki-laki di rumah itu terlibat aksi, Tamara dan Nikka hanya bisa diam berdiri beberapa meter. Mereka sama-sama meringis melihat Gastya yang mendapat tamparan seperti itu. Nikka yang biasanya merasa puas ketika menang dari Gastya, kini ikut merasakan sakitnya tamparan yang diterima sang kakak.

"Kamu bisa jadi kakak gak sih?! Apa yang kamu peduliin di rumah ini? Cuma main game doang? Iya?!" bentak Bima.

Gastya belum menjawab. Dia masih mengusap pipi kanannya masih berpikir, apa yang sedang terjadi di sini?

"Orang tua nanya dijawab! Punya mulut kan kamu!"

"Pa, aku salah apa kali ini?" tanya Gastya balik tanpa gentar.

Bima menyeringai sinis. "Masih nanya salah kamu apa?"

Dia menunjuk Nikka. "Kamu peduli gak sama adikmu? Kamu peduli gak dia pulang kursus malam-malam dan hampir diperkosa?! Hah?!! KAMU PEDULI?!" Suara Bima kali ini lebih keras dan membuat Nikka pun ikut ketakutan.

Mata Gastya membulat seketika dan menatap Nikka. Apa yang terjadi pada adiknya itu? Hampir diperkosa?

"Kenapa kamu gak ada inisiatif buat jemput dia?! Ini udah malam, Gastya!"

"Pa! Sebelum papa marahin Gastya, papa harusnya nanya dulu kenapa Gastya gak jemput Nikka." Gastya mencoba membela diri.

"Jangan naikkan suara kamu sama papa!"

Remaja laki-laki ini menghela pelan. "Tadi Gastya udah jemput Nikka di jam biasa, tapi dia bilang hari ini latihannya lebih lama. Nikka juga bilang bakal hubungin kalo udah selesai, tapi sampai malam dia gak ada hubungin Gastya, jadi Gastya pikir dia pulang nebeng sama temennya," jelas Gastya tampak menahan air matanya.

Wajah Bima nampak menahan amarah. Dia menatap sengit Gastya, kemudian kepada Nikka yang berlindung di balik tubuh Tamara.

"Benar, Nikka?"

Nikka belum menjawab sampai Tamara menyikunya pelan. Kali ini Nikka tidak bisa terus membuat kakaknya menjadi pelampiasan amarah sang ayah.

"Itu ... Iya, bener, Pa. Aku u-udah mau ... telpon k-kak Gastya, tapii tapiii ... hpku tiba-tiba m-mati ... terus a-aku... lupa bawa charger. Aku cumaaa ... inget nomer mama, jadii ... Aku pinjem telpon di sana." Penjelasan Nikka yang terbata dan bersuara kecil nyatanya membuat amarah sang ayah mereda. Bima menguar rambutnya.

G in Luv (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang