XXXVII. "We're Not Together Yet."

20 3 0
                                    

💙💜💙💜

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

💙💜💙💜

Seperti biasa, pagi ini ketika Mei bangun, rumah masih begitu sunyi. Entah kapan kiranya akan ada seseorang yang bangun lebih dulu dari dirinya. Selama sepuluh menit di kamar mandi, Mei dengan wajah segarnya mendapati seseorang dengan seragam rapi tengah berkutat di dapur. Alisnya seketika mengernyit.

"Ge?"

Ge memutar tubuhnya sejenak dan menyapa Mei. "Eh udah selesai mandi?"

Ketimbang menjawab, Mei lebih ingin bertanya saking herannya. "Lo kapan bangun? Tiba-tiba udah Pake seragam aja."

"Hm... Kira-kira lima belas menit sebelum lo bangun."

Mei tidak mungkin bermimpi. Matanya benar-benar sudah sadar sepenuhnya untuk melihat kenyataan bahwa Ge bangun lebih dulu darinya. Ge bangun lebih dulu darinya! Keajaiban macam apa ini? Mei yakin Gyan dan yang lain pun tidak akan mempercayainya sama sekali.

Gadis yang masih mengenakkan baju kaos selutut itu melangkah pelan mendekati Ge yang masih berkutat di depan kompor. Memperhatikan lekat-lekat gerak-gerik lelaki di depannya dengan alis yang masih mengerut.

"Ge, lo... Okay, kan?" Tanyanya ragu.

"Lo liatnya gimana?" Respon Ge yang santai membuat Mei menyimpulkan bahwa laki-laki ini pasti sudah menduga kalau Mei akan segera bertanya seperti itu.

"Ya gue takutnya yang gue liat sekarang bukan Ge beneran gitu. Siapa tau gue cuma mimpi atau siapa tau yang di depan gue sekarang itu Ge jadi-jadian." Mei seketika menahan napas dengan mata membulat sempurna ketika Ge mendekatkan wajah mereka dan menatapnya fokus. Gadis itu mundur selangkah bersama dengan kepalanya yang ikut mundur ke belakang.

Posisi itu bertahan hingga tiga detik sebelum Ge menjepit hidung Mei hingga gadis itu mengaduh. "Masih merasa mimpi?" Tanya lelaki itu santai.

"Lagian hari ini lo aneh banget. Bukan cuma gue yang bakal mikir gitu kalo liat lo bangun pagi-pagi banget, udah pake seragam, dan lagi masak," dumel Mei.

Ge mematikan kompor setelah nasi goreng udangnya berpindah ke dua buah piring. Dia berdiri menghadap Mei dan meletakkan telapak tangannya di atas kepala Mei. "Kalo udah selesai ngomel, mending sekarang cepetan ganti baju, siap-siap yang cantik, terus sarapan," ujarnya.

Mei melirik tangan Ge yang masih tertanggal di atas kepalanya. Tangan diam-diam bergerak menepis tangan lelaki itu sambil mendengus kesal. "Gak usah sok manis. Tangan lo bau bawang," ketusnya sambil berlalu pergi.

Ge menyadari itu. Dia menempelkan telapak tangannya di depan hidung dan benar saja masih ada aroma bawang putih menempel di sana. Laki-laki itu segera mencuci tangannya sembari merutuki dirinya sendiri karena pagi hari yang ia kira akan manis malah berakhir tragis. Dia hanya berdoa mudah-mudahan kejadian tadi tidak akan membuat mood Mei memburuk.

Selang tiga puluh menit kemudian, Mei akhirnya keluar dengan penampilan yang sudah rapi. Ge yang tadinya menunggu di meja makan dengan berkutat pada ponselnya seketika menghentikan kegiatan dan menyambut Mei datang dengan senyumannya. Satu hal yang ia sadari, yakni perubahan pada penampilan Mei. Rambut yang dulu biasanya dikuncir satu dengan rapi kini tampak digerai berhias sebuah bando kecil berwarna abu-abu yang selaras dengan warna rok dan dasi. Tidak biasanya Mei suka rambutnya digerai ketika mengenakkan seragam sekolah.

G in Luv (END)Where stories live. Discover now