TL 52 - Kau & Aku

3.4K 203 19
                                    

Yakinkan aku Tuhan, dia bukan milikku, biarkan waktu-waktu hapus aku~Nidji

Dira mengguyur kepalanya dengan air dingin agar pikirannya segar. Ia tidak terkejut dengan ucapan Ismail sepulang dari rumah Ardhan. Ia memang merasa Ismail lebih dari menyukainya sejak ia berada di yayasan Bu Gita.

Sambil mandi ia terus memikirkan langkah mana yang akan ia ambil. Apakah langkah untuk memperjuangkan haknya sebagai istri Ardhan atau berganti suami.

Jika memilih bersama Ardhan, maka jalan yang ia tempuh akan sangat terjal. Melawan konglomerat yang belum tentu menerimanya atau bahkan bisa menyayanginya. Sedang jika ia memilih Ismail, apakah akan bahagia? Apakah Ismail akan menjaganya?

"Sebentar ya Nak. Ibu sedang mandi." Dira buru-buru menyelesaikan mandinya. Namun saat ia memakai handuk, ia tak mendengar lagi suara tangis Ardi. Ia buru-buru berlari, takut bayi itu terjatuh dari kasur.

"Mas, kenapa kamu disini?" Dira terkejut memdapati Ardhan tengah menggendong putranya.

Ardhan cukup terkejut memandangi Dira yang menutupi tubuhnya hanya dengan handuk. Ia hanya bisa menelan ludah. Tidak akan ada pria yang tidak akan mengakui bahagia melihat pemandangan indah dihadapannya.

"Letakkan Ardi di kasur. Dan kamu keluarlah dari kamar ini." Dira memelototi Ardhan.

Ardhan menuruti Dira, namun ia sangat licik, ia justru menutup pintu kamarnya, meninggalkan Ardi yang kembali pulas didalam kamar dan mengungkung Dira di dinding.

"Katakan padaku, apa kau membenciku hingga kau tak mau kembali padaku?" Ardhan menatap Dira intens.

Jantung Dira berdegup kencang. Didepan matanya, pria yang sangat ia cintai dalam diamnya. Namun ia segera menolehkan kepalanya, menyembunyikan sorot mata yang pasti akan terbaca oleh pria itu.

"Aku membencimu Mas. Aku sangat membencimu." Dira menatap mata Ardhan.

Terlukis sendu dimata pria itu. Dira seakan mematahkan semua isi hatinya saat itu juga. Ardhan kemudian mengendurkan kungkungannya dan mundur. Ia berbalik badan dan mengusap kepalanya dengan frustasi. Namun secepat kilat ia membalikkan badannya.

"Sebelum ada benci itu, apakah ada sedikit rasa cinta untukku?" Ardhan menatap mata Dira sekali lagi.

"Mas, kau sudah mendengar semua." Dira memalingkan pandangan matanya.

"Semakin kau mengelak, semakin nampakan cintamu Dira. Jika kau mau berjuang sekali lagi, aku akan menggenggam tanganmu lebih erat lagi." Ardhan mendekati Dira.

"Jika aku tidak mau?" Dira berusaha menolak.

"Aku akan tetap memperjuangkanmu Dira." Ardhan menyentuh wajah istrinya itu.

"Apa aku tetap akan menjadi satu-satunya?" Dira menatap mata itu dengan tatapan penuh harapan.

"Mungkin tidak, tapi aku akan menjadikanmu yang utama Dira." Jawaban Ardhan membuat Dira kembali menunduk, melipat bibir dengan dada yang sesak.

"Tidak. Aku tidak mau." Dira menolak dengan samgat lirih.

"Ada Alan yang juga sangat aku harapkan dalam hidupku Dira. Dan Alan juga sangat membutuhkan Alea." Ardhan mencoba merayu Dira.

"Kau selalu memaksaku untuk mengalah dengan segala kondisimu. Sedangkan aku? Siapa yang bisa memahami kondisiku?" Dira meringis.

"Aku." Suara bariton Ismail memecah konsentrasi mereka.

Ardhan segera menyembunyikan Dira dibelakang tubuhnya. Ismail hanya bisa tersenyum misterius dan mendekat.

"Tuan. Jangan kau khawatir, aku sudah terbiasa menjaga Dira. Memahami bagaimana caranya membuat bahagia." Ismail berdiri didepan Ardhan.

"Pergilah, kau hanya orang yang aku percayai untuk membantuku, bukan untuk merayu istriku." Suara pelan Ardhan penuh penegasan.

"Tidak ada kasta dalam cinta Tuan. Apa kau tau, aku bahkan pernah lebih banyak bersamanya daripada dirimu tuan." Dengan jantan Ismail menegaskan posisinya juga.

Ardhan segera melayangkan pukulannya kepada Ismail. Dira segera berlari kedalam kamar dan menguncinya. Sementara diluar dua orang itu sedang baku hantam, Dira segera memakai baju dan berusaha memisahkan mereka berdua.

"Berhenti. Anakku akan menangis mendengar keributan kalian." Dira melerai keduanya.

"Beraninya kau mengatakan hal itu." Ardhan memandang Ismail dan Dira bergantian.

"Aku tau Tuan pasti berpikir kotor, tapi aku dan Dira tidak sehina itu. Tapi karena Tuan sudah berpikir demikian, Tuan harus mendengar dengan seksama. Tuan, jika kau tak bisa mencintai Dira seutuhnya, biarkan aku saja yang menjadi Suaminya." Tegas Ismail sambil mengusap darah disalah satu sudut bibirnya.

Ku up lagi ya.. Aku ucapkan terima kasih telah memberi komentar dan respon kalian. Selamat menikmati cerita ini hingga cerita ini berakhir. Saran dan koreksi akan sangat membantu dalam pembuatan cerita ini. ❤️❤️❤️

Terlalu LelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang