TL 43- Melepaskan atau Merelakan

3.2K 187 25
                                    

Siapapun yang memilih kemenangan, maka ia harus siap memulai perang~Author

Dira menatap dirinya di cermin. Ia memandangi badannya yang kini telah kembali kurus dengan cepat setelah badai kehidupannya dimulai. Ia menatap Ardi dengan optimis, bahwa hidup harus terus maju kedepan.

Ardi yang kini sudah mulai bisa mengeluarkan suaranya, membuat sang ibu mulai menata diri. Ia mulai kembali merias diri seperti gadis seusianya.

Gadis? Apakah ia masih gadis? Jika gadis kok memiliki anak? Jika janda kok tidak memiliki surat cerai? Kalo istri, dimana lelaki yanh disebut suami?

Memang miris melihat status Dira. Namun ia tetap optimis, apapun jalannya, ia harus tetap menjalaninya. Namun satu kesedihan lagi yang melanda hatinya. Tak mungkin ia kembali kekeluarganya dengan status seperti ini, walaupum mereka sudah tau kebenaranya.

"Ya, tunggu sebentar." Dira bergegas menuju teras rumahnya.

Teras yang kini ia ubah menjadi warung soto ayam, mampu membantunya menghidupi ia dan Ardi. Sementara disisi lain ada Ismail yang senang hati membantu Dira seakan ia adalah ayah sekaligus kepala keluarganya.

Walau kadang Ismail jarang ada disana, ia setidaknya selalu mengawasi mereka berdua dan memberikan semangat untuk semuanya. Lalu bagaimana kabar kekasih Ismail? Tentu saja hubungan mereka sudah kandas hari itu juga.

"Makin cantik aja Mbak Dira." Sapa bapak-bapak pelanggan warungnya.

"Ah bapak ini, masih cantikan istri bapak. Semuanya tiga puluh ribu pak." Dira segera memotong pembicaraan diantara keduanya.

Tak lama kemudian datanglah seorang pria tampan turun dari mobil mewahnya dan mendekat sambil melepas kacamatanya.

"Kau sangat cantik." Pria itu mengganggu Dira saat menghitung uangnya.

Dira melongok dan memandang pria yang ada didepannya. Ada sedikit kecewa memandang pria itu. Pria yang beberapa minggu lalu datang dan mengundang perempuan lain untuk adu mulut dengan dirinya. Namun demi nama baik warungnya, Dira harus menutup semua itu .

"Ya pak, silahkan, bapak mau pesan apa?" Dira menunjukkan senyum manisnya.

"Aku memesanmu." Ardhan terpesona dengan senyum manis perempuan dihadapannya.

"Boleh pak! Untuk membuatkan kopi atau membuatkan teh?" Dira menutupi semburat merah dipipinya.

Sampai warung itu tutup, Ardhan tetap disana. Ia sesekali berusaha menggendong Ardi, namun ditolak oleh ibu anak tersebut. Akhirnya Ardhan membuka laptopnya dan mulai bekerja dari warung itu.

"Dah sore mas, silahkan pulang. Warung mau saya tutup." Usir Dira dengan lembut.

"Ini rumah istriku. Jadi aku bisa kapan saja ada disini."Ardhan menolak dengan tegas.

"Dasar tak tau malu." Seorang perempuan datang dan menjambak rambut Dira.

Sambil menyelamatkan Ardi dalam gendongannya, Dira berbalik badan dan berbalik menjambak rambut perempuan itu.

"Kamu datang lagi mbak? Ngga puas dengan yang kemarin?"Dira menarik rambut Alea lebih keras.

Ardhan datang dan melerai keduanya. Ardhan segera mengambil Ardi dari gendongan ibunya. Alea hanya menatap Ardhan dengan pandangan kecewa.

"Kalo mbak ngga ada kepentingan, mbak silahkan pulang. Aku mau senang-senang sama anak dan suamiku." Dira segera menarik Ardi dari gendongan Ardhan.

"Dasar tidak tau malu." Alea ingin menampar Dira, namun dengan cepat Dira menahan tangan Alea.

"Aku ngga akan biarin mbak nampar aku lagi." Dira menghadapi Alea dengan senyuman yang sangat mengejek.

"Aku ngga akan nglepasin suami aku mbak. Dan ingat ya mbak, suami aku hanya akan jadi milik Aku." Dira tersenyum dengan wajah penuh mengejeknya.

Gimana gaes? Udah bener apa belom?

Terlalu LelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang