TL 21- Membebaniku

5K 280 10
                                    

*)siapkan tisu yang banyak ya gaes karena mulai bab ini..

"Silahkan tuan lihat ini." Johan memberikan sebuah amplop putih bertuliskan nama sebuah klinik ibu dan anak.

Tangan Ardhan bergetar menerima amplop itu. Dengan cekatan dan hati-hati ia membuka amplop itu. Hatinya sesak dan airmatanya ingin menangis.

Langit sore begitu indah dan teduh, sinar matahari masih indah, namun beberapa mendung masih terlihat, bekas hujan deras setengah jam yang lalu meninggalkan buliran air di jendela mobil Ardhan.

Airmata itu keluar dari seorang Ardhan yang notabene adalah lelaki yang penuh kehangatan dan kebahagian. Airmata yang melukiskan sejuta beban dalam hatinya.

tertidur lagi
masih menangis dalam sela waktu
dan tanganku ini
masih memegang erat kepalaku
Kepala ku

Lagu dari band peterpan sore itu semakin membuat air mata sang pria itu deras. Kepala pria itu langsung menubruk jok depannya, dengan tertunduk ia terisak.

"Saya akan mencarikan tempat yang sesuai untuk tuan." Johan memutar arah mobil yang mereka kendarai menuju tempat sepi.

Saat mobil telah berhenti, Johan menatap wajah majikannya yang ia ladeni selama tiga tahun terakhir. Melihat pria itu hatinya begitu miris. Ia pun ikut meringis melihat tuannya begitu terluka.

semua yang membebaniku, sungguh membebaniku
sungguh membebaniku, sungguh membebaniku

lemah tetap menari langkahku
mencoba tetap berdiri ku tertatih
masih tetap mencari jalanku, memahami beban itu

lemah tetap menari langkahku
mencoba tetap berdiri ku tertatih
masih tetap mencari jalanku, memahami beban itu, beban itu

Lirik lagu band Peterpan begitu mengena dalam hati Ardhan. Ia begitu terisak membaca dan melihat hasil keterangan dari amplop putih itu.

Laporan itu tertulis bahwa bayi itu laki-laki, kondisinya sehat namun mengkhawatirkan, yak terlilit tali pusarnya sendiri.

"Dimana bayi ku Johan?" Ardhan menghapus airmatanya dan mengambil tisu yang diserahkan Johan.

"Maafkan saya tuan, tim sedang mencari keberadaanya." Johan menatap ke arah depan dengan tatapan dan ekspresi datar.

"Aku lelah Johan. Dipermainkan dua wanita beda usia." Ardhan  menatap jalanan depan yang sepi.

"Aku tak pernah menginginkan ini. Membawa masuk orang lain dalam cintaku." Ardhan mengepalkan tangan.

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

Alea pov.

"Sudah pulang mas?" Kucium kening Mas Ardhan yang sedang duduk sambil membaca majalah di teras belakang.

"Iya, darimana?" Mas Ardhan menoleh kearahku dan memandang perut buncitku.

"Senam hamil mas." Aku tersenyum.

Aku melihat mata mas Ardhan terlihat bengkak, seperti selesai menangis lama. Aku melihat wajahnya yang mulai ditumbuhi garis keriput tipis-tipis. Namun raut wajah itu tetap tampan menurutku.

Entah hanya batin sensitif orang hamil atau apa, aku merasa mas Ardhan mulai berubah. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri semenjak pulang dari singapura.

Apalagi, semenjak ia kembali dari rumah mungil Dira setelah acara empat bulanan itu. Ia lebih banya diam, tetap hangat, namun aku merasa ia berubah.

Hari yang aku khawatirkan mungkin dimulai. Bagaimana pun semua juga salahku, aku menghadirkan wanita lain dalam hidup Mas Ardhan. Wanita lebih muda dariku, gadis yang penuh keceriaan, begitu asyik jika diajak berbicara.

Aku hanya merasakan, bahwa Mas Ardhan sepertinya jatuh hati pada gadis itu. Aku mendengar, Mas Ardhan meminta  gadis itu pergi karena tugasnya selesai, ia tidak ingin aku bersedih.

Jujur aku kadang curiga, raja dihatiku itu diam-diam menemuinya. Terlebih aku sering melihat Johan sering menelepon seseorang dijauh sana.

Ingin aku bertanya pada Johan, namun asisten pribadi suamikubitu lebih banyak menghindariku dengan alasan banyak pekerjaan dari Ardhan yang harus segera selesai sebelum aku melahirkan.

Namun kali ini aku akan mencari tau sendiri dengan caraku, aku tak ingin suamiku pergi, aku sangat mencintainya dan aku tak ingin berbagi itu dengan yang lain maupun Dira.

Terlalu LelahWhere stories live. Discover now