TL 11- Sebuah Keanehan

4.8K 242 0
                                    

*Salam hangat pembaca, jangan lupa follow, vote dan komen yah... Matur nuwun...

"Huek,, huek.." Suara orang munta dan aliran deras air terdengar jelas dari kamar mandi.

"Mas, aku boleh masukkah?" Alea mondar-mandir di depan pintu kamar mandi dengan perasaan cemas.

07.00 pagi waktu singapura terlihat jelas di meja nakas. Si penghuni kamar mandi tak kunjung keluar atau pun memberikan jawaban kapan ia akan keluar.

"Kita ke dokter yuk mas. Aku takut kamu kenapa-kenapa." Alea mulai mengetuk pintu tak sabaran.

Ardhan keluar kamar dengan tenaga yang cukup lemas. Bagaimana tidak lemas, perut yang belum terisi itu memaksakan diri untuk mengeluarkan isinya. Alea memapah suaminya ke tempat tidur.

Dua minggu keadaan Ardhan seperti ini. Seperti orang hamil muda yang mengalami morning sickness. Ia heran bukan main, bila pagi mengalami mual dan muntah, maka siang sampai malam ia akan segar bugar.

"Aku heran mas, tiap hari aku perhatiin kamu kaya orang lagi hamil muda. Apakah benar ya lelaki bisa ngidam?" Alea menggosokkan minyak kayu putih ke perut suaminya.

"Lagian siapa yang hamil sih? Kamu aneh saja." Ardhan menutup hidungnya karena aroma minyak itu membuatnya semakin mual.

"Ya kalau mas yang hamil sih nggak mungkin. Apa Dira yang hamil ya mas?" Alea tersenyum hampa.

"Ah, mana mungkin lah? Katamu perempuan stress akan sulit hamil." Ardhan menutup wajahnya dengan selimut.

"Iya juga sih mas." Alea tetap tersenyum hampa.

Alea bangkit dari termpat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Sambil mencuci tangan ia menatap dirinya di cermin. Apakah seperti ini rasanya hamil? Mengalami morning sickness yang dialami ibu-ibu pada awal kehamilannya.

Tak terasa air mata itu mulai meleleh, usianya sudah diatas tiga puluh empat tahun dan usia pernikahan sudah melewati sembilan tahun. Namun tak kunjung  satu janin pun pernah bersarang lama di rahimnya.

Ia teringat Dira. Sudah dua minggu ia pergi ke singapura tanpa mengabarinya. Situasi bisnis yang tidak menguntungkan Ardhan hanya menyisakan pilihan untuk segera pergi ke negara itu.

Namun, niat itu diurugkannya karena ia teringat ucapan Ardhan di pagi pertama mereka minggu ini.

"Akhirnya, hari bebas tanpa Dira kembali."

Terlalu LelahWhere stories live. Discover now