TL 39 - KENYATAN

3.1K 195 9
                                    

Seandainya aku sempurna, aku hanya ingin melukis tawa,, bukan air mata~ Alea Ahmad

Alea menatap putranya dengan seksama, menatap bayi yang selama ini menjadi harapan terbesar dalam hidupnya. Bayi yang menjadi penguat hubungan pernikahannya dengan Ardhan sampai akhir hayat memisahkan mereka.

Bayang-bayang Dira melintas dibenaknya, seperti apakah rupa sang madunya itu. Tentu saja cantik dan anggun. Ia tak memungkiri, mencari ibu pengganti untuk melahirkan anak dari konglomerat Dirgantara pasti tidaklah sembarangan. Bibit bebet dan bobot pasti adalah hal utama.

Sesal yang mendalam begitu terasa. Teringat bagaimana ia meminta gadis itu untuk menjadi madunya. Seandainya saja, ia tau bahwa kesabaran itu selalu berbuah manis, ia tidak akan mencoba jalan berbeda untuk menuju bahagia. Tak berapa lama, ia menelepon seseorang diseberang sana," Ya, ini aku. Tunggu kabar dariku selanjutnya."

🌱🌱🌱🌱🌱🌱

Dira bersenandung lirih, menimang Ardi yang mulai terlelap. Bayi sengketa itu seakan tau bahwa hanya pada ibunya tempat ternyamannya. Saat Ardi terlelap, Dira menaruhnya diatas kasur, kemudian dengan sisa tenaga yang ada, ia kembali menata rumah yang ia sewa sambil besenandung.

Ku lelah
Terus menjadi
Seseorang yang selalu
Ada untukmu

Kuingin hubungan lebih
Yang kau rasakan padanya
Dan aku pun juga

Ku cemburu
Bila kau dengannya
Ku cemburu
Karena kau adalah sebagian dari hatiku

Lamanya
Kesetiaanku
Menjadi pendengarmu dan penjaga hatimu

Ku cemburu
Bila kau dengannya
Ku cemburu
Bila kau bersama dan aku
Harus melihatnya..

~Sandy Sondoro, Cemburu~

"Kau bisa mengungkapkan segalanya dihadapanku." Suara pria mengejutkannya.

"Mas?" Air mata Dira langsung meleleh. Ingin rasanya ia menghamburkan dirinya dan memeluk pria itu.

"Maaf aku menjauh darimu sementara ini." Ismail mendekat sambil membawa sebuah kresek hitam dan meletakannya didekat Dira.

Dira hanya bisa menangis, melihat pria kedua yang membuatnya hancur. Berita di dunia maya, berita didunia nyata, harapan palsu, dan kenyataan yang diluar perkiraanyan.

"Apakah Ardiku sudah tidur?" Ismail menengok Ardi dari luar kamar. Dan tertegun memandang bayi itu.

"Begitu miripnya dia dengan Tuan Ardhan. Semuanya, tidak ada yang tertinggal." Ismail tersenyum.

"Apa mas datang hanya untuk mengingatkan pada kewajibanku?" Dira segera masuk kamar dan memeluk putranya.

Tak berapa lama suara langkah kaki masuk ke dalam rumah. Ismail dan Dira hanya bisa menunggu siapa yang datang.

"Aku ada disini Dira." Ardhan datang membawa sekantung besar kresek berwarna putih.

Ardhan begitu terkejut, melihat Johan ada didepannya, berdiri didepan kamar Dira istrinya, sementara si pemilik kamar ada di dalam kamarnya.

"Apa yang kalian lakukan disini?" Ardhan marah dan mencengkeram baju Johan.

Ardi terbangun dan menangis dengan sangat kencang mendengar amarah Ardhan. Johan hanya tersenyum tipis memandang majikannya itu dan berusaha tetap tenang.

"Kalian berdua, pergilah. Rumahku bukan pos kamling yang bisa sesuka hati kalian untuk datang dan pergi." Dira menggendong bayinya dan menuju ruang tamu sambil membukakan pintu.

Johan pergi, sementara Ardhan segera mengambil bayi itu dan menimangnya. Dira tersenyum getir memandang Ardi yang langsung tenang dan kembali tertidur.

"Jangan dekati dia, jangan sampai Tuan meninggalkan bau keringat yang akan selalu dicarinya. Dia adalah bayiku." Dira segera meminta bayi itu, namun Ardhan buru-buru membawanya ke kamar.

Dira mengikuti pria itu, pria yang juga punya hak untuk menimang anaknya. Sesampainya di kamar, Dira terkejut. Ardhan segera mengunci pintu kamar itu.

"Aku harus memberimu kepastian untuk tidak akan pernah meninggalkan aku." Ardhan memeluk Dira dan menciumnya dengan brutalnya.


Haloha Gaes.. lama tak jumpa

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442H
Mohon maaf lahir dan batin

Terlalu LelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang