TL 24 - Guliran Waktu

4.7K 259 2
                                    

*) Hai para pembaca, menurut kalian cerita ini gimana sih? Maklum ya Author adalah ibu rumah tangga tanpa ilmu menulis.

Saat kamu melonggarkan ikatan cintamu untuknya, maka kamu harus bersiap dengan adanya orang ketiga.

Brakkk!!!!

Alea membanting semua map yang ada didepannya. Sinta terkejut hanya bisa menatap mata Alea yang penuh amarah. Kemudian ia buru-buru memungut semua map dan isinya.

"Jadi berapa bulan?" Alea begitu geram.

"Tujuh bulan jalan delapan bulan." Sinta tak percaya dengan apa yang dilihatnya hari ini.

"Aku mau semua beres, berikan segala yang dia mau. Jangan sampai Mas Ardhan tau semua ini." Alea begitu marah.

Bayangan Dira begitu jelas dihadapannya. Hatinya sakit. Kenapa ia baru menyadari bahwa ia salah memasukkan Dira dalam kehidupan rumah tangganya.

Penyesalan datang begitu dalam, seharusnya ia lebih bersabar dalam menanti buah hati. Bukan dengan menghadirkan orang lain.

Menangis sudah pasti. Terbayang bagaimana waktu yang lalu sang suami menyentuh wanita lain di malam-malam yang ia bebaskan. Terbayang pula bagaimana suaminya bercumbu dengan wanita lain dan membelai gadis itu.

"Kok nangis?" Ardhan mendekati istrinya yang duduk bersimpuh di lantai dekat lemari dan menangis.

"Nanti cantiknya hilang." Ardhan mendekat dan mendekap erat istrinya.

Sambil memeluk Alea dan mengelus rambutnya, Ardhan hanya bisa menerka masalah yang membuat istrinya menangis. Kecurigaan dalam hatinya menuju pada Dira dan bayinya.

"Mas, apakah kau akan terus mencintai aku?" Alea menangis di dada suaminya.

"Tentu. Aku selalu mencintaimu. Dan selalu cinta untuk bayi kita." Ardhan semakin mengeratkan dekapannya.

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

"Gadis cantik, kemarin ngga jadi jalan-jalan. Yuk sekarang Mas Antar." Ismail datang dan mengagetkan Dira yang sedang menatap Bu Gita begitu mesra dengan suami dan anaknya.

" Kamu mau seperti mereka? Aku bisa loh jadi bapaknya." Ismail berkata sambil membaca pesan di hp nya.

Mendengar ucapan seperti itu Dira langsung mengerjap dan memundurkan langkahnya sedikit menjauh.

"Santai aja Dir. Ngga usah dipikirkan kalimatku. Jadi nggak jalan-jalan. Kita cari perlengkapan baby A yuk." Ismail mendekati Dira dan menggandengnya.

"Boleh juga Mas. Tapi naik angkot aja ya, begah banget kalo naik motor. Bisa tertekan baby nya nanti. " Dira nyengir kuda membayangkan harus naik motor sport Ismail.

"Seperti yang kamu mau lah gadis manis." Ismail menggandeng Dira.

"Buk, kami jalan dulu ya.. " Ismail berteriak dari luar ruangan Bu Gita karena tak enak mengganggu mereka.

Keduanya berjalan bergandengan melewati gang-gang sempit menuju jalan utama yang bisa dikewati angkot, keduanya terlihat romantis sekaligus miris dimata orang lain.

"Kalo kaya gini serasa aku bapaknya ya..." Ismail dan Dira menyusuri jalanan yang cukup ramai.

"Jadi bapak saya? Perasaan belum setua itu." Dira terkekeh.

"Jadi bapak bayinya donk. Masa bapak kamu." Ismail sewot.

"Jangan bikin baper, ntar cepet laper loh." Dira mulai bisa mengontrol emosinya.

"Buat apa bikin kamu baper? Emang saya caper?" Ismail tak mau kalah dari Dira.

"Kalo gitu woles aja. Ngga perlu ngegas, orang jalan kaki kok ngegas." Dira tersenyum melihat Ismail mulai cemberut.

"Kalo kamu mau, aku mau kok jadi bapaknya. Dan kita ngga perlu menikah kan?" Ismail terus berjalan.

Dira berhenti dan melepas gandengan tangannya dengan Ismail. Ia merasa semua lelaki sama saja, memperalatnya seakan dirinya adalah obyek pemuas keinginan mereka.

"Tuh kan kamu baper?" Ismail terkejut saat gandengan tangannya terlepas.

"Aku bukan orang seperti yang mas bayangin." Dira merasa tersinggung.

"Aku ngga ngerti pikiranmu Dir. Aku cuma ingin jadi ayah anak kamu. Walau hanya ayah angkat." Ismail mulai menggandeng Dira lagi dan mengajaknya berjalan.

"Ayah angkat?" Dira terkejut dan malu mendengar ucapan Ismail.

Gimana pembaca, mohon koreksinya donk untuk cerita ini. Saran dan kritik kalian sangat membantu penulis untuk menghasilkan cerita yang lebih menarik dan dipahami pembaca. Terima kasih buat yang sudah memberikan vote dan komennya.

Terlalu LelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang