TL 25 - Bayi Emas

5.4K 285 35
                                    

*)Terima kasih untuk Vote dan komennya

Ardhan begitu cemas, sejak pagi ia menemani Alea yang mengatakan perutnya begitu mulas. Ardhan segera membawa Alea ke rumah sakit dan ternyata sudah pembukaan tiga.

Mereka berdua begitu terkejut, bahwa bayi mereka akan lahir sebelum waktunya. Baru delapan bulan kehamilan, dan Alea akan melahirkan.

Rasa kalut begitu menyelimuti hati Ardhan. Apa yang membuat Alea menangis beberapa hari lalu belum ia temhkan jawabanya. Dan alasan itulah yang membuat Alea begitu stress dan mengalami kontraksi.

Alea hanya bisa berguling ke kiri dan kanan menahan rasa mulas dalam perutnya yang makin teratur dan makin kuat. Ardhan duduk disebelah ranjang hanya bisa pasrah sambil melipat bibirnya, sesekali ia mengelus tangan atau perut Alea dan mengecup keningnya.

Romantis. Itulah yang tercetak jelas pada hubungan mereka. Baik Ardhan maupun Alea tak sungkan menunjukkan apa yang mereka rasakan dalam hati.

Bidan berkali-kali berkunjung untuk mengecek jantung bayi dalam perut Alea, sementara tak berselang lama orang tua Alea datang dan memeluk putrinya.

"Semoga segera lahir ya nak." Ibu Alea nengelus perut putrinya dengan lembut.

"Iya mah, doakan saja ya." Alea tersenyum sambil menahan sakitnya.

Tepat jam 04.00 perut Alea mencapai puncak rasa sakitnya, pembukaan telah lengkap, ia segera dibawa ke ruang bersalin bersama Ardhan dan beberapa bidan yang ada.

Ardhan menatap wajah Alea yang begitu pucat menahan rasa sakit, keringat dingin terus mengucur, beberapa bidan sibuk mempersiapkan peralatan.

"Sayang, semoga Allah mempermudah dan melancarkan semuanya." Ardhan menggenggam tangan Alea dan mengecup keningnya.

"Buk, nanti mengejannya pada hitungab ke tiga ya, dan bapak tolong dibantu menahan punggung ibunya ya pak. Pasti tenaganya akan sangat besar sekali." Salah satu bidan memberia arahan.

Jam 05.00 suara tangis bayi mereka memecah suasana ruang bersalin yang dipenuhi ketegangan. Ardhan nampak lega ibu dan bayinya selamat.

"Selamat ya pak bu, bayinya laki-laki." Bidan diruangan tersebut memberi tahu mereka.

Rasa bangga menjadi seorang ayah, menjadi orang yang pertama melihat bayi yang terlahir dari rahim orang yang dicintai begitu membahagiakan.

Setelah bayi mereka dibersihkan dan ibu bayi sudah dirawat, seorang perawat menyuruh Ardhan untuk mengadzani bayi mereka untuk pertama kali.

Saat mengadzani bayi mereka, Ardhan begitu terpesona, dengan bayi mereka yang berhidung mancung, berkulit kemerahan, wajah khas campuran Arab Jawa dan mata yang sangat jernih. Jika mendengar suara adzan, maka bayi itu akan menggeliat atau mengedipkan mata. Ardhan begitu takjub.

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

"Dira, ada titipan untukmu." Bu Gita memberikan sebuah amplop cokelat besar dan sebuah kotak berisi paket.

Dira menerima paketan itu, namun ia heran, ia tak belanja online maupun mengabari siapapun dimana ia berada sekarang, bahkan semua hal yang memungkinkan dia terlacak juga sudah tidak ada.

"Dari siapa ya buk?" Dira memeriksa paket tersebut, namun tidak ada nama pengirimnya.

"Tadi ada kurir yang mengirim. Tapi yang nerima Mbak Dewi.

"Terima kasih buk. Saya pamit buk." Dira pamit dan buru-buru masuk kamar.

Ia membuka kotak paket yang lebih besar. Betapa terkejutnya dia saat membuka paket itu, isinya ada tiga puluh gepok uang seratus ribuan dan satu gepok cek yang masing-masing dalamnya berisi nominal uang yang bisa ia ambil kapan pun.

Kemudian ia buru-buru membuka amplop cokelat itu. Kemudian ia mengeluarkan sebuah buku tulis dan sebuah dokumen dalam amplop yang lain.

Ia membuka buku itu, ternyata tulisan dalamnya adalah sebuah surat.

Hai Dira,,,

Apa kabar? Aku berharap kabarmu sehat selalu.

Aku sangat berbahagia, Allah sudah mewujudkan mimipi dan harapanku menjadi seorang ibu. Aku melahirkan bayi laki-laki yang sangat tampan dan Mas Ardhan sangat bahagia atas kelahirannya, bahkan ia tak bisa lepas sedikit pun dari anaknya.

Aku berterima kasih, kamu juga memberiku kesempatan untuk menjadi ibu dan istri seutuhnya tanpa berbagi dengan orang lain.

Mungkin benar menurut orang-orang, bahwa untuk memancing kehamilan kita bisa mengangkat orang lain.

Oh ya, aku berbagi kabar bahagia ini denganmu, karena aku sangat berterima kasih atas jasamu. Aku juga tau kamu perlu kembali melanjutkan hidupmu, jadi aku hanya memberikan beberapa yang mungkin bisa membantumu.

Dira, aku sangat berterima kasih kamu sudah memilih jalan yang tepat dengan meninggalkan kami tanpa sepengetahuan Mas Ardhan. Dan aku harap Dira bisa melanjutkan hidup dan tidak menampakkan diri lagi dihadapan Mas Ardhan dan keluarga kami.

Dira, apapun yang sudah Mas Ardhan berikan kepadamu, aku hanya bisa percaya padamu bahwa kamu tidak akan mengembalikannya kepada Mas Ardhan, dan kamu bisa membawa semua kenangan itu bersamamu sendiri.

Semoga permohonan ku ini dan sebagai tanda berbagi kebahagiaan ini bisa cukup untukmu mengawali hidup yang lebih bahagia.

Salam hangat,

Alea

Hai readers, manis banget ya surat Alea sebagai istri pertama untuk madunya. Mungkin ini bisa dijadikan contoh mungkin.

Buat yang sudah memasukkan cerita ini kedalam reading list kalian, saya ucapkan terima kasih banyak.

Terlalu LelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang