DASA 21

52.9K 6.2K 2.9K
                                    

"Lah, Bun. Masa besok?" protes Rey mengikuti bundanya dari dapur ke ruang tengah.

"Maaf, Rey. Dulu Bunda udah nazar, kalau seandainya Bunda sukses, Bunda bakalan bales kebaikan Liam apapun itu--"

"Tapi nggak harus pakai Rey juga, kan?!" protes Rey meninggikan intonasi suaranya.

"Rey, kamu itu orang yang paling tepat buat Asa. Perusahaan terselamatkan, kehamilan Asa nggak jadi sorotan lagi, dan kamu juga dapetin Asa, kan? Bunda tau, dari dulu kamu sayang sama Asa--"

"Asa yang dulu sama Asa yang sekarang beda! Dan Rey juga nggak ngehamilin Asa, kenapa nggak suruh El--"

"Bunda tau, Bunda juga tau kalau itu Elvan."

"Bun!" Rey langsung menatap Nisha karena terlalu kaget. "Buna tau?"

"Hm," Nisha mengangguk. "Kamu pikir Bunda nggak tau kenapa kamu makin benci sama Elvan?"

"Permasalahannya beda, Bun! Buna nggak tau apa-apa soal Asa! Buna nggak ngerti apa-apa! Sekarang Rey nggak suka sama Asa! Rey benci, Bun! Rey jijik! Kenapa nggak suruh Elvan aja yang tanggungjawab, kenapa harus--"

"Tante Acil gimana?" sela Nisha. "Kalau Tante Acil sampai tau tentang ini, sakit jantungnya bisa kumat lagi. Dia bisa mati gara-gara sakit jantung, kamu kan tau sendiri kalau Tante Acil itu lemah jantung--"

"Buna hebat ya!" Rey sedikit melotot dengan mata berkaca-kaca. "Sampai sekarang pun Buna masih belain Tante Perek itu?! Mau sampai kapan Buna susah gara-gara dia?! Dan sekarang Buna korbanin Rey buat nutupin kesalahan anaknya?!"

"Buna sehat, kan?! Buna terlalu setia sama sahabat Buna sampai nggak peduli gimana perasaan anaknya sendiri! Rey nggak mau kalau harus hidup sama Asa! Apa lagi serumah! Rey nggak mau dijodohin Buna! Emangnya Buna mau rumah tangga Rey hancur kayak Buna sama Papa?!"

Nisha terdiam, matanya mulai berkaca-kaca karena cara bicara Rey yang terlalu kasar. Kepalanya menunduk, rasa bersalah kian menyelimuti hatinya.

"Harusnya, Bunda nggak pernah nikah sama Papa ya." Nisha berucap lirih, seolah sangat menyesal menikah dengan mendiang suaminya.

"Buuunnnn," Rey yang baru sadar jika ucapannya mungkin sudah menyakiti hati ibunya itu mulai memelankan suaranya.

"Kalau Bunda nggak terima perjodohan itu, Bunda pasti nggak bakalan ngerasa kayak gini, Bunda juga pasti nggak perlu rebut pacarnya Acil kan? Jadi, Bunda nggak akan terjebak di situasi kayak gini."

"Kamu tau, Rey? Kenapa Bunda Sayang sama Tante Acil? Karena setidaknya dia pernah jadi sahabat satu-satunya Bunda yang mau nemenin Bunda di masa-masa sulit dulu. Sekarang dia berubah juga karena Bunda yang jahat--"

"Buuuuuuunnnnnnnnn," Rey makin cemberut.

"Harusnya Buna juga nggak ngelahirin kamu," Nisha menatap wajah Rey. "Sikap kamu sebelas dua belas sama Papa, Rey. Suka tiba-tiba kasar kayak gini, dan Buna nggak suka. Tapi mau gimana lagi, kamu kan anak Buna."

Sungguh, dada Rey seperti diremas kuat-kuat. Ucapan Nisha barusan seolah sedang mengatakan bahwa ia menyesal sudah melahirkan Rey.

"Buuunnn," Rey makin berkaca-kaca, ia raih tangan Sang Bunda pelan-pelan. "Buna, Rey minta maaf."

"Kamu nggak salah, Mas. Bunda yang salah karena mau mau aja dijodohin," Nisha melengos sambil menyeka air matanya yang meluncur ke pipi.

"Kamu nggak usah nikah sama Asa aja, nanti rumah tangga kamu hancur kayak rumah tangga Bunda sama Papa." Nisha menutup wajahnya sambil terisak.

"Bun, maksud Rey bukan gitu." Volume Rey semakin melirih saat pria itu memegang pundak Nisha yang bergetar karena terisak.

"Yaudah, Rey mau," kata Rey sangat lembut.

DASA (END)Where stories live. Discover now