DASA 34

54.5K 6.7K 7K
                                    

Rey memasuki kamar Asa sambil membawa kotak berukuran sedang di tangannya. Pria itu meletakkan kotak di atas sofa, kemudian bergerak mengambil semua benda tajam di dalam ruangan itu.

"Rey lagi ngapain?" tanya Asa begitu keluar dari toilet.

"Sitain semua benda tajam di kamar Asa biar Asa nggak nyakitin diri lagi," timpal Rey sambil meletakkan benda-benda yang ia temukan ke dalam kotak coklat.

Asa mengulum senyum melihat baju tidur yang Rey kenakan. "Kemarin Minion sekarang Pikachu, besok apa lagi ya? Dora--emon?"

Rey berhenti bergerak, ia mengamati baju tidur pendek berwarna navy dengan gambar Pikachu. "Ya Allah, ini Buna yang beliin. Sayang kalau nggak dipake, nanti Buna kecewa."

"Gemoy," komentar Asa tanpa sadar.

"Hah?" Pipi Rey memerah seperti tomat.

"Enggak, nggapapa."

"Emang gemoy sih." Rey menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, selalu memuji diri sendiri kalau lagi salting.

Sebelum suasana semakin canggung, Rey memilih menutup kotak dan meletakkannya di samping sofa. Pria itu menata bantal di sofa, lalu membaringkan tubuhnya di sana.

"Kok tidur di sini lagi?" Asa mengomentari seraya mendudukkan pantatnya di ranjang.

"Iya, Rey mau ngawasin Asa biar Asa nggak nyakitin diri sendiri lagi."

Kaki Rey sedikit tertekuk karena ukuran sofa terlalu kecil untuk tubuh panjangnya, karena itu Asa menepuk ranjang sisi samping. "Enggak mau tidur di sini?"

Rey langsung siaga. "Emangnya boleh?"

"Eh." Pikiran Asa melayang, begitu pula dengan otak Rey yang sedang dalam tahap terkontaminasi. "Eh?"

Asa langsung mengayunkan tangan di udara. "Bukan, bukan yang itu maksudnya. Sofanya terlalu kecil, jadi kasian Rey kalau bobo di sana--"

"Yaudah Rey ke situ." Rey langsung membawa bantal kesayangannya ke kasur Asa dan berbaring di samping Asa.

Aduh canggungnya. Asa pun memilih berbaring memunggungi Rey, dan Rey juga ikut memunggungi Asa.

Hening, hanya ada suara deruman ac yang meramaikan tempat itu.

"Mau, selimutan?" tawar Rey memecah keheningan.

"Eh, iya, boleh."

Rey membuka selimut, lantas menyelimuti tubuh Asa dan tubuhnya sendiri. Sejurus kemudian, mereka pun kembali saling memunggungi.

Deg! Dada Rey terus berdebar, ritme jantungnya semakin meningkat, hormon dopamine sepertinya mulai menguasai otaknya.

"Tadi, gimana?" Rey lagi-lagi memecah keheningan.

"Hm? Anu, katanya aku harus bisa nerima diri aku sendiri kalau aku beneran lagi sakit, Rey."

"Terus, udah?"

"Sedang diusahakan."

"Sakit itu wajar, Asa. Nggak perlu malu dan nggak perlu benci sama diri sendiri. Rey aja sayang sama Asa, masa Asa nggak sayang sama diri sendiri?"

Duh, Rey melantur. Bisa-bisanya ia mengatakan jika ia sayang pada Asa secara gamblang seperti itu? Rey mencubit bibirnya yang terlalu jujur.

"Makasih, Rey."

"Buat apa?"

"Udah mau nerima Asa, dan selalu ada di sisi Asa."

"Makanya, Asa harus sembuh ya?"

DASA (END)Where stories live. Discover now