DASA 29

59.6K 7.1K 7.8K
                                    

Asa terbangun dari ranjangnya, gadis itu melepas selang infus, lalu mencari-cari sesuatu di nakas samping. Benda tajam, atau apapun yang dapat membantunya melampiaskan semua sesak di dadanya.

Tidak ada, Asa tidak menemukan satu pun benda yang dia cari. Asa hanya melihat beberapa obat yang berada di nakas sisi yang lain, obat milik wanita yang sempat menyuruh Asa ke RSJ.

Entah apa yang sedang Asa pikirkan, dia langsung mengonsumsinya dalam jumlah yang begitu banyak. Asa meneguk belasan obat, sampai akhirnya Rey datang.

"Asa, kamu udah gila?!" Refleks, Rey pun menarik tangan Asa sehingga obat di wadah silinder itu terjatuh dan berceceran di lantai.

"Iya! Gue udah gila, Rey!" Asa menepis tangan Rey tak kalah kasar. "Gue udah pantes masuk RSJ!"

"Asa, jangan kayak gini! Aku mohon!"

Rey berusaha menghentikan Asa yang sedang mengais obat yang tercecer di lantai sambil memakannya lagi, Asa terus bersikeras memakan obat tadi.

Sampai akhirnya mereka cekcok berdua dan berakhir dengan tamparan kuat di pipi kanan Rey. Keduanya sama-sama terdiam dengan napas memburu, atmosfer di tempat itu mendadak dingin.

Napas Asa tersengal-sengal, ia tatap pipi Rey yang memerah akibat ulahnya sendiri. "Lo juga pengen gue mati kan, Rey?"

Rey memutar kepalanya melihat Asa yang kini sedang mengamati lantai dengan tatapan kosong. "Lo nggak akan kerepotan lagi kalau gue nggak ada."

Tangan Asa bergerak lagi, dia mengumpulkan beberapa obat dan memasukkannya ke dalam mulut. Rey menahan tangan Asa kuat-kuat, lantas Asa akan memberontak.

"Cukup, Asa! Cukup! Aku mohon!" Rey kualahan menghadapi tingkah Asa, dia tidak habis pikir dengan istrinya. Rasa sesak di dadanya terus meradang, semua rasa sesal menumpuk menjadi satu.

"Asa! Udah Asa, jangan lagi! Cukup! Cukup! Cukup! CUKUP!" Bentakan terakhir itu membuat Asa mematung di tempat dengan netra menatap nyalang ke arah Rey.

Rey memegang tangan Asa, lantas memajukan diri memeluk tubuh Asa yang terasa begitu ringkih. "Jangan kayak gini, Asa. Maafin Rey, hm? Rey nyesel udah lampiasin semuanya ke Asa, jangan kayak gini lagi, Rey mohon."

"Sesak, Rey." Nada bicara Asa benar-benar datar, wajahnya juga tak kalah datar, gadis itu seperti tidak memiliki emosi apapun.

Rey melepas pelukannya karena Asa mengeluh sesak.

"Rasanya sesak banget. Gue nggak tau mau lampiasin apa dan kemana," sambung Asa masih datar.

Rey kembali memeluk Asa, dia baru saja salah paham jika Asa sesak karena ia peluk. "Lampiasin ke Rey, sekarang Asa punya Rey, jadi jangan dipendem sendirian."

"Asa boleh pukul Rey sesukanya, Asa boleh cekik Rey sampai semua emosi Asa selesai, dan Asa juga boleh lukain Rey sepuas Asa. Asal jangan lukai diri sendiri, Rey nggak suka."

"Jangan kayak gini, Rey. Jangan peluk lama-lama," Rey terdiam dalam posisi masih memeluk Asa dalam keadaan duduk di lantai.

"Aku takut sayang sama kamu, karena luka ini bakalan lebih sakit lagi kalau orang yang aku sayang bersikap kasar, bahkan ninggalin aku lagi, Rey."

Rey membuat jarak dari tubuh Asa, kemudian menyodorkan jari kelingking. "Rey nggak akan kasarin Asa lagi, Rey janji!"

"Janji ada buat dilanggar, Rey. Semua orang yang janji sama aku selalu nggak pernah nepatin ucapannya."

"Rey beda, Rey selalu pegang omongannya sendiri." Rey menangkup wajah Asa. "Asa boleh bunuh Rey, kalau Rey ngelanggar janji itu."

"Udahlah, Mas. Masukin RSJ aja, itu mbaknya makin setress. Obat diabetes saya juga dimakan semua--"

DASA (END)Where stories live. Discover now