DASA 58

44.5K 5.6K 7.6K
                                    

Happy Reading...

Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttt...

Riuh keadaan rumah sakit seolah teredam di rungu Elvan, pria itu mundur dan terduduk menubruk brankar samping.

Dokter yang memberikan kejut jantung secara berulang pada Acil itu berhenti bergerak, seolah sudah angkat tangan.

"Hari ini, Rabu, tanggal 27 April, pukul 09.19 malam, Namira Acilia Saputri dinyatakan meninggal dunia."

Deg. Elvan meremas dadanya yang terasa sangat nyeri, namun ia tetap terjaga tanpa pingsan. Elvan masih tidak percaya dengan kenyataan itu, semuanya terlalu tiba-tiba, Elvan tidak berdaya.

"ELVAN!" panggil seseorang sambil berlari mendekat.

Aurel berjongkok dan langsung memeluk Elvan dalam tangisnya. "Semuanya bakalan baik-baik aja Elvan, aku bakalan selalu ada si sisi kamu, hiikkss."

"Au-rel," Elvan melirih, wajahnya masih datar dengan tatapan lurus menerawang.

Hingga sedetik setelahnya, Elvan mulai menangis keras-keras dan membalas pelukan Aurel dengan begitu erat. "Mama! Mama nggak meninggal Aurel! Mama, Mama--"

Elvan membenamkan kepalanya di bawah dada Aurel, tangannya melingkar di pinggang gadis itu.

"Mama nggak mungkin ninggalin aku, Mama belum liat aku lulus sekolah, kuliah, terus, hikkks. Mama jahat, Rel."

"Elvan, aku bakalan selalu ada buat kamu. Mama Papa aku juga pasti bakalan nerima kamu, inget kita masih punya satu nyawa di dalem perut aku, Elvan, kamu kuat."

"Mama jahat!" Elvan menggenggam jaket Aurel sangat kuat, dia terus terisak sampai membuat beberapa perawat di sana bersimpati atas duka yang pria itu alami.

***

"Asa," Rey duduk di samping ranjang Asa, ia tatap istri kesayangannya yang kini masih tertidur pulas seperti bayi.

"Kenapa tidur teruuuuus?" Rey meraih tangan Asa dan menempelkannya di pipi. "Kamu nggak pengen liat Mas Galan kita apa? Hm?"

Rey menyeka air matanya yang selalu meluncur beberapa hari belakangan. "Sekarang, Galan udah bisa senyum. Kamu nggak mau peluk dia apa?"

"Dia pasti pengen liat Bundanya juga, pengen ngerasain kayak gimana rasanya genggam tangan kamu, dan dengerin tawa bahagia kamu karena dia udah hadir di dunia secara utuh."

Kepala Rey menunduk, kini tangan Asa yang Rey genggam dengan kedua tangan itu dia alihkan ke tengah kening. "Aku nggak akan talak kamu,"

Rey menghirup napas dalam. "Katanya, yang ingkar janji akan dihukum kan? Aku bakalan jadi orang yang ingkarin janji itu."

Rey kembali menatap wajah Asa, dadanya yang sesak. "Jadi, aku yang akan dihukum, Sa. Kamu harus bangun buat hukum aku, hm?"

"Kamu harus kuat, Sa. Kamu harus tau Clara yang sebenarnya itu kayak gimana, dia pantes dapetin itu semua, dia cewek terbrengsek yang emang pantes mati dengan cara tragis kayak gitu."

"Kamu nggak salah, Sa. Clara emang udah punya kepribadian ambang sejak dulu, dia udah sakit sejak lama, jadi jangan nyalain diri sendiri atas kematiannya."

"Kamu tau apa yang lebih tragis lagi? Dia Jalang yang sebenarnya, Sa." Rey terisak keras mengingat semuanya. "Dia bahkan tidur sama Om-Om, Sa. Sama Papanya Gavin jugaaa."

"Aku nggak bisa bayanginnya, sepinter itu dia nipu anak Cassy sampai dijuluki anak lugu yang terlalu polos. Maafin aku, Sa. Aku udah lampiasin semuanya ke kamu, rusaknya kamu juga gara-gara Clara."

DASA (END)Where stories live. Discover now