DASA 31

60.2K 6.8K 7.3K
                                    

Terkadang, memang aneh.

Pada awalnya memang benar-benar ingin mengakhiri hidup. Tetapi setelah merasakan sakit dan ketakutan yang luar biasa, keinginan untuk hidup justru tumbuh secara perlahan.

Asa, takut mati. Sebenarnya sejak awal Asa memang tidak benar-benar ingin menghilang dari dunia, dia hanya ingin berhenti menghadapi semua permasalahan pahitnya.

Asa hanya lelah, dan bunuh diri adalah pikiran dangkal yang terlintas di kepalanya. Seharusnya, Asa tidak pernah benar-benar mengikuti pikiran pendeknya itu.

Sekarang, Asa sangat berharap seseorang akan datang dan menolongnya.

Tubuh Asa terkulai lemah, ia semakin terseret ke dasar danau. Sakit yang teramat hebat menyerang di sekujur tubuh, Asa tidak kuat lagi menahan semua rasa sakit itu sehingga kesadarannya menghilang sedikit demi sedikit.

Maaf, Rey. Maaf, Pah. Bunda.. Asa juga minta maaf karena udah jalanin hidup yang Bunda kasih dengan cara kayak gini.

Samar-samar ia dengar seseorang memanggil namanya, Malaikat maut?

Sejurus kemudian, seseorang meraih tangannya dan menarik Asa ke dalam dekapannya. Asa merasakan kehangatan menjalar dari sosok itu, sebelum akhirnya ia benar-benar tidak sadarkan diri.

***

Suara isakan tangis seseorang terdengar, Asa dapat merasakan tangan kekar mengguncang tubuhnya kuat-kuat. Dia Rey, sentuhan itu mampu Asa hafal hanya dalam sekejap.

"Sa, bangun dah jangan mati dulu!" kata Rey sambil sesenggukan, ia terus memberi CPR pada Asa yang terlihat sangat pucat.

Lagi-lagi Rey menangis. Lihat Rey, Asa yang sekarang adalah perwujudan dari luka lama yang selalu kau torehkan.

"Asaaa," Terpukul? Sangat. Rey mengecek kondisi Asa yang beruntungnya masih dapat bernapas, dan detak jantungnya pun kembali normal.

"Uhuk," Asa terbatuk seperti anak kucing, sangat lirih. "Re-y--"

"Kenapa Asa jadi kayak gini?" Rey membelai wajah Asa, sangat terlihat jika ia begitu menyesal dan tidak ingin kehilangan Asanya.

"Uhuk. A-ku kirain nggak bakalan bisa liat kamu lagi, Rey...," Asa terisak pelan.

"Aku takut, aku pengen naik, Rey. Aku pengen keluar dari sana tapi nggak bisa, sekeras apapun aku berusaha, aku malah makin jauh ke bawah."

"Sekarang nggak apa-apa, Asa baik-baik aja," ulang Rey sambil sesenggukan, melihat wajah Asa yang membiru membuat perasaannya terluka.

"Ma-af, Rey."

"Engga," Rey mengusap jejak air matanya, dasar cengeng. "Rey yang salah, Sa. Rey nggak bisa jagain Asa."

"Jangan diulangi ya, jangan berusaha pergi dari Rey." Rey mendudukkan Asa dan memeluknya erat-erat. "Rey pengen Asa sembuh--"

"Kamu masih pengen aku periksa, Rey?!" Asa mendorong Rey lemah. "Kamu pasti mikir aku udah gila, kan?!"

"Sa--"

"Aku pikir kamu beda, Rey! Semua orang pikir aku gila, dan kamu juga sama aja! Pergi, Rey!" Asa semakin mendorong Rey menjauh.

"Pergi!" sentak Asa lagi. "Aku nggak gila, Rey! AKU NGGAK GILA!"

Rey segera memeluk Asa untuk menenangkan gadisnya, dia tepuk kepala Asa hingga Asa rileks. "Semuanya bakalan baik-baik aja, Asa. Rey bakalan selalu ada buat Asa."

DASA (END)Where stories live. Discover now