DASA 48

40.1K 5.7K 4.9K
                                    

Asa mondar-mandir di depan bandara, menunggu Papanya yang tak kunjung datang.

Setiap ada seseorang yang keluar dari bandara, Asa langsung mendekatinya. Gadis itu pun segera menepi setelah sadar jika mereka bukan Papanya, persis seperti seseorang yang kurang akal.

Nisha sudah berkali-kali mengajak Asa untuk menunggu di mobil, tetapi gadis itu sangat keras kepala. Sejak tadi, Asa terus membuka dan menutup ponsel. Menanti kabar dari Sang Papa.

Asa menengok ke dalam seperti anak kecil yang sedang mengintip ke rumah tetangga, dia tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya yang menatap gadis itu aneh.

"Asa, tungguin di mobil aja ya. Panas, kamu juga masih demam, nanti malah makin sakit kalau dipaksain berdiri terus di sini."

"Bentar, Buna. Satu orang lagi, Asa masuk mobil." Asa menepis pelan ajakan, Nisha.

Seseorang keluar dari bandara, ternyata bukan Papanya lagi. "Ayok, udah satu orang."

"Sebentar lagi, Buna. Kan Asa bilang satu orang lagi, satu orang lagi abis yang ini."

"Allahuakbar, punya menantu gini amat." Nisha tepuk jidat.

"Papa!" Asa berlari memeluk seseorang yang keluar dari bandara, beberapa orang yang juga keluar secara bersamaan itu langsung menatap ke tempat keributan yang Asa ciptakan.

"Asa!" panggil pria berjaket hitam yang terlihat mahal dan rapi itu.

"Asa kangen banget sama Papa, rasanya kayak pengen susulin Papa ke sana, tapi Asa nggak punya paspor."

"Asa!" panggil seseorang itu lagi.

"Papa nggak boleh pergi lagi ya? Kalau Papa pergi, Asa bakalan ikut."

"Asa! Papa di sini," kata pria yang berdiri di belakang seseorang yang sedang Asa peluk.

Perlahan, kepala Asa berputar ke samping. Benar saja, Liam berdiri sejauh dua langkah di belakang sana sambil mengeret koper hitam berukuran besar.

Netra Asa membesar, Asa menoleh melihat seseorang yang ia peluk. Seseorang itu tersenyum secara paksa, terlihat sangat tertekan. Pasalnya, istrinya menyaksikan itu semua dan sepertinya akan terjadi keributan besar sebentar lagi.

"Ah, maaf!" Asa segera meminta maaf, ia juga meminta maaf pada istri lelaki yang ia peluk, takut terjadi kesalahpahaman.

Wanita dengan rambut pendek bergelombang sambil menuntun bocah berusia dua tahun itu memeluk lengan pria di sampingnya, kemudian menariknya secara paksa setelah melempar tatapan laser pada Asa.

"Maafkan saya!" Asa kembali meminta maaf.

Liam tertawa pelan, ia merentangkan tangannya lebar-lebar, seakan-akan sudah siap menerima pelukan hangat dari putri sematawayangnya.

Asa pun beringsut ke pelukan Liam, kuasanya otomatis melingkar di tubuh Papanya meski sedikit terhalang perut buncitnya.

"Makasih Pah buat oleh-olehnya," ucap Asa tersenyum kala Liam membalas pelukannya. Papanya selamat sampai sini, ia bisa bertemu lagi dengan sosok super hero di hidupnya.

Cairan kental mengalir melalui hidung Asa, tiga tetes sudah membasahi kemeja putih Liam tanpa Asa sadari dan semakin deras. Tiba-tiba tubuhnya terasa kaku, Asa kesulitan bergerak.

"Kamu kok panas--" Liam tersentak begitu melihat Asa berdarah, wajah gadis itu terlalu pucat. Asa terlihat sangat lelah, sepertinya akan pingsan sebentar lagi.

Tubuh Asa melemah, Liam buru-buru menahan gadis itu agar putrinya tidak jatuh ke lantai. "Asa?! Asa!"

***

DASA (END)Where stories live. Discover now