DASA 05

70.1K 6.7K 1.4K
                                    

"Ach!" Rey meringis saat kapas beralkohol itu menyentuh kulit pipinya yang sedikit berdarah.

"Pelan, Buna. Duh, mana dah biar Rey aja sendiri--"

"Shh!" Nisha melotot, seolah sedang memberi teguran pada Rey agar tidak membantah.

Rey menciut, bukan takut, namun lebih ke--Anak mama? Ah, tidak juga! Rey hanya terlalu sayang pada ibunya, karena itu dia memilih diam dan membiarkan sang ibu membersihkan lukanya.

"Besok lagi nggak usah berantem sama Elvan," ujar Nisha dengan suara lembut yang khas.

"Udah Rey bilang ini tuh gegara latihan tinju tadi, bukan dipukulin Elvan."

Nisha menempelkan plester sambil memberi sedikit tekanan pada luka Rey, sehingga Rey mengaduh kesakitan. "Akhh!"

"Buna yang lembut dikit dong, mau bikin gantengnya Rey luntur?" omel Rey mengusap-usap pipinya.

"Suaranya lembut banget, kelakuannya kek bunglon. Nggak singkron amat." Rey menggumam.

Nisha menarik telinga Rey. "Aduh, Bun!"

"Dikira Bunda nggak tau apa? Bu Inul tadi telpon kalau kamu masuk BP."

"Hish, Bunaaa!" Rey mengusap-usap telinganya. "Sampai kapan Buna mau mantau Rey terus? Rey kan udah gede."

"Buat Bunda, kamu itu masih bayi!" Nisha mencubit hidung Rey. "Bayi gede."

"Buuunnnaaaaaa--"

"Tuh kan, manjanya kumat!" Nisha mengacungkan jari telunjuknya ke wajah Rey. "Apa? Mau susu?"

"Astagfirullah, Buna." Rey mengelus dada menanggapi tingkah bar-bar sang bunda.

"Susu L'men, Mas." -,-

"Kirain." Rey membereskan peralatan P3K di meja makan yang menyatu dengan kitchen set, sedangkan Nisha membuatkan susu untuk Rey.

"Kalau dianya yang nakal, kamu bisa diem aja, kan? Nggak usah ditanggepin! Kamu kan lebih dewasa, Mas." Nisha mengaduk susu di atas meja makan.

"Cuma selang tiga bulan juga." Rey menerima susu dari Bundanya.

"Kalian itu saudara seayah, harusnya akur dong. Mau sampai kapan berantem terus? Bunda nggak enak sama Tante Acil." Nisha kembali duduk di dekat Rey.

"Ngapain Buna nggak enak sama Tante Perek itu, harusnya dia yang nggak enak ma Buna. Suami orang direbut-rebut," protes Rey sambil mengangkat mug kuning.

"Dasar Kimcil--Akh perih, Bun." Rey langsung meletakkan mug tadi, nyeri di sudut bibirnya semakin merajalela ketika cairan hangat itu menyapa.

"Makanya, tuh mulut difilter dulu kalau ngomong. Kena kurma kan jadinya?"

"Karma, Buna." Rey meralat sambil megap-megap kepanasan.

Nisha bergerak cekatan membuka kulkas empat pintu dan mengompres luka Rey dengan es batu berbalut kain tipis. Rey langsung mengambil alih dan mengkode agar Nisha kembali duduk.

"Buna nggak marah apa? Yang nikah kan Buna duluan. Tapi, setelah Papa meninggal, semua harta warisannya malah dikasihin ke Tante Acil."

"Liat!" Rey menatap foto keluarga di dinding ruang tengah yang sedang berdiri di depan rumah sakit besar. "Rumah sakit itu harusnya jadi punya Buna, tapi malah--"

DASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang