DASA 45

44.7K 5.8K 7.7K
                                    

"Eeeeekmmmhh!" Asa menggenggam tangan Rey kuat-kuat, posisinya kini sedang terbaring di atas ranjang dengan paha terbuka.

"Ayo, Sa!" Rey mencoba menguatkan. Kedua tangannya memegang tangan Asa, sesekali ia seka peluh yang mengalir di wajah Asa menggunakan lengan panjangnya.

"Sakit, Rey. Akkkh!" Asa menjerit kesakitan.

"Ayo, Bu! Tarik nafas, keluarkan!" intruksi seorang Bidan yang sedang membantu Asa.

"Aaaaakkkh!" Kali ini bukan Asa yang berteriak, tetapi Rey. "Huaaaaaaaa!"

Rey menangis keras-keras, membuat proses persalinan itu tertunda. Baik Asa maupun Sang Bidan, keduanya kompak menatap Rey.

"Rey!" seru Asa mencubit tangan Rey agar pria itu berhenti menangis.

Rey mengusap wajahnya, dia membungkam bibir agar tidak menangis. Tetapi tetap saja air matanya terus mengalir deras.

"Akkkkkkh!" Asa menjerit lagi, puncak kepala bayinya sudah menyentuh dunia luar.

"Ya Allah, kenapa lama banget?!" keluh Asa disela-sela proses persalinan.

"Ayo Mas Debay, jangan lama-lama. Ayah Rey suka yang sempit, nanti punya Bunda nggak sempit lagi kalau kelamaan." Asa merancu, dia sangat kesakitan tetapi tidak bisa menangis. Justru Rey lah yang menangis paling keras di dalam ruangan itu.

"Nyebut, Sa! Nyebut!" Rey menggenggam tangan Asa, berusaha menyalurkan kekuatannya pada sang istri.

"NYEBUT!" teriak Asa lagi sambil mengeden.

"Astagfirullah! Enggak gitu, Jamal!" Rey meralat seraya sesenggukan.

"Ya Allah, sakit sekali."

Tiba-tiba, sesuatu yang tajam menyentuh alat kemaluan Asa. Gunting medis itu berhasil merobek organ vitalnya agar Sang Bayi dapat segera keluar.
...

"AAAAAAAAAAA!" Asa berteriak, dia terbangun dari mimpi setengah buruknya.

Asa refleks duduk dengan kedua tangan memegang miss v, kakinya menggeliat ketakutan. Meski hanya mimpi, rasa sakitnya benar-benar terasa nyata.

"Kenapa, Sa?! Ada apa?!" Rey yang sebelumnya sedang tertidur pulas itu langsung berdiri dan siaga di samping ranjang.

"Asa mimpi lahiran, Rey." Asa menatap Rey cemberut.

"Ya Allah, kirain ada apaan." Rey kembali duduk di ranjang, ia memeluk Asa dari samping, lalu mengecup keningnya lembut.

"Sakit banget, Rey. Serius," adu Asa ketakutan.

Rey melepas kecupannya, tubuh Asa terasa sangat panas. Rey segera mengecek segala sisi tubuh Asa, termasuk kening dan leher.

"Asa sakit? Panas banget ini, Asa demam? Ada yang sakit?"

"Cuma laper aja sih." Asa merebahkan kepalanya di bahu Rey.

"Mau Rey masakin apa?"

"Buah aja, Rey nggak bisa masak, nanti malah perang lagi sama kompor."

"Ya Allah, Rey harus belajar masak nih."

"Ih jangan!" Asa mengangkat kepala, lantas menatap Rey lekat-lekat.

"Kenapa emangnya?"

"Nanti Rey terlalu perfect, Asa jadi insecure."

"Ya enggak lah!" Rey mencubit hidung Asa. "Yaudah, Rey kupasin buah dulu ya."

"Pengen strawberry, Rey."

"Ya Allah, Asa. Ini jam tiga loh, strawberrynya nggak ada di kulkas." Rey yang tadinya hampir beranjak keluar itu kembali duduk di bibir ranjang.

DASA (END)Where stories live. Discover now