DASA 37

51.6K 6.4K 6.7K
                                    

Rey duduk di kasur dengan punggung menyandar pada kepala ranjang berlapis bantal kesayangan, tangannya terus mengelus pelipis Asa yang sudah tertidur.

Sesekali Rey terbatuk pelan, lantas membelai bekas cekikan Asa tadi. "Uhuukkk, sakit juga ternyata. Berdosa banget kamu, Sa. Sama suami sendiri juga, teganya."

"Nggak kebayang gimana rasanya kamu waktu tenggelam, ga bisa napas, terus bilang takut nggak bisa naik lagi. Pasti sakit ya, Sa? Liatnya aja udah sakit, apa lagi kamu yang ngerasain itu."

"Makanya punya otak itu dipake ya, Bunda. Kasian anak-anak kita nanti kalau dapet Bunda yang begonya nggak ketulungan, hehee. Canda bego."

Rey mencium punggung tangan Asa, kemudian mengelus perut Asa yang sedikit membesar, kira-kira sudah memasuki bulan ke empat.

"Emosinya nggak stabil, pasti karena debay ini juga ya?" Rey mengecup lembut perut Asa. "Dabay, jangan bikin Bunda kesusahan ya? Kamu yang nurut sama Bunda, jangan kayak Papa."

"Om bakalan, eh, Paman, eh, Ayah aja deh. Ayah bakalan jagain kamu sampai kamu keluar nanti. Jadi nanti keluarnya yang cepet ya, jangan bikin Bunda sakit kelamaan."

Rey memeluk tubuh Asa seraya membenamkan wajahnya di bawah dada Asa. Rey menarik tangan Asa dan melingkarkannya ke leher, seakan-akan Asa sedang memeluknya.

"Cepet keluar Debay, biar Ayah bisa unboxing Bunda." Rey merancu dengan mata terpejam.

Dalam tidurnya, Asa tersenyum. Dia masih sadar dan mampu mendengarkan semua ucapan Rey tadi.

Mereka akhirnya tertidur hingga subuh.

Ayam berkokok, entah sudah berapa lama Rey memandangi Asa dengan posisi kepala dia sandarkan di kepalan tangan.

Begitu Asa mengerjap, dia terkejut dan hampir terjatuh dari ranjang. Beruntungnya Rey segera menangkapnya dan membawa gadis itu kembali ke posisi semula.

"Ya ampun, ngapain sih, Rey?" Asa menutup wajahnya karena malu ditatap terus oleh suaminya.

"Jangan ditutup," pinta Rey menyingkirkan tangan Asa dari wajah Asa.

"Kalau diliat-liat, Asa mirip sama seseorang."

"Mirip siapa, Rey?"

Rey mengedikkan bahu. "Calon Bunda dari anak-anak Rey nanti mungkin."

Asa mengulum senyum, pipinya memerah. Baru bangun udah digombalin Mas Husbu. "Gombal ah."

"Senyumnya jangan lama-lama."

"Kenapa?"

"Nanti Rey diabetes."

"Reeeeey!" Asa makin tersipu.

"Sholat yuk? Terus jalan-jalan pagi, biar sixpack Debaynya."

"Rey, nggak gitu juga konsepnya."

***

Selesai beribadah bersama, mereka keluar rumah dengan keadaan langit yang masih gelap. Rey menuntun Asa keluar gerbang rumah layaknya ratu.

Untuk pertama kalinya, mereka berjalan-jalan dengan tangan saling menggenggam. Rasanya aneh, tetapi juga sangat nyaman.

Matahari menyembul malu-malu dari ufuk timur, langit mulai berubah cerah sedikit demi sedikit.

"Asa," panggil Rey, mereka berjalan-jalan di trotoar samping lintasan sepeda.

"Hm?" jawab Asa masih sibuk memandangi sekitar yang terlihat indah, terlebih lagi saat mereka berjalan melewati jembatan sungai jernih.

DASA (END)Where stories live. Discover now