30. The Suffering Of Her Life

5.2K 581 10
                                    

Again, again, and again dapet notif update dari cerita ini. Seneng nggak?

Yuk, yang baik-baik vote dan komennya diramein yuk!

Selamat membaca, bunda.

*****

"Boleh, aku masuk?" tanya Azel seraya membuka helm full face-nya. Dibalas dengan gelengan cepat oleh Nathalie yang mana membuatnya mengernyit bertanya-tanya. "Kenapa harus nggak boleh, Nath?"

"Ya, enggak usah aja." Nathalie mengendikkan bahunya bingung sejujurnya harus menjawab apa. "Kamu juga pasti capek kan seharian sekolah? Belum lagi tadi bantuin aku ngerjain tugas sama piket sampai sore. Langsung pulang aja, ya?"

"Loh, kenapa? Kenapa harus capek? Kata siapa juga aku capek? Aku nggak bilang gitu, kok," kata Azel terkekeh menenangkan. "Tenang, cuma sebatas mau ketemu calon mertua aku doang, kok. Iya, Ibu kamu. Siapa lagi coba emangnya? Inget banget deh terakhir ke sini cuma sampe depan gang. Boleh, ya?"

Baiklah, untuk kali ini Nathalie mengangguk walau separuh hatinya mengatakan 'iya' dan separuh hatinya lagi mengatakan 'tidak'. Selain memang lelah untuk menerima tamu kembali dan enggan mempertemukan Azel dengan ibunya dalam kondisi yang memang sedang memprihatinkan, Nathalie juga sudah harus bersiap-siap secepat mungkin karena waktu kerjanya dimajukan jadi lebih awal.

Turun dari motor dengan perasaan yang campur aduk tak karuan. Antara senang, antusias, semangat dan gugup bercampur menjadi satu karena ini kali perdananya bertemu dengan Ibu dari Nathalie, kekasihnya. Menyimpan tangannya di kedua saku celana sambil melangkahkan kaki berjalan masuk ke dalam rumah yang jauh dari kata mewah itu, hanya sebuah rumah sederhana yang sudah lama tidak terawat yang mana juga merupakan peninggalan terakhir mendiang bapaknya yang sudah tiada sedari Nathalie kecil bahkan masih bayi.

"Assalamualaikum, Tante," ucap Azel ramah ketika sudah mulai menapakkan kakinya ke dalam rumah tersebut. Namun, tak ada jawaban melainkan diwakili oleh Nathalie sendiri. "Waalaikumsalam."

"Ibu kamu lagi nggak ada di rumah, ya, Nath?" Azel mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan yang tergolong kecil itu. Sepi, seperti tak ada orang selain mereka berdua. "Gimana mau keluar rumah, Ibu aku kan nggak bisa ngeliat. Kamu lupa, ya?"

"Ibu ada, kok. Lagi di kamar. Mau masuk?" lanjut Nathalie menawarkan seraya menyingkap tirai gorden yang digunakan sebagai pembatas antara kamar dan ruang tamu, bukan pintu.

"Sorry, Nath. Aku lupa dan baru inget, masuk ke kamar? Emangnya nggak ganggu dan gak kenapa-kenapa?" Nathalie menggeleng singkat sebagai jawaban. Dengan langkah ragu, Azel memasuki ruangan tersebut yang keadaannya jauh lebih parah dari ruangan yang ada di luar. "Jangan kaget dan ngeliat dengan tatapan aneh, ya? Pemandangan kayak gini udah biasa banget buat aku sehari-hari."

"Tunggu sebentar, ya, Zel? Aku mau ganti baju dulu, masih agak basah soalnya takut nanti jadinya nggak enak badan karena masuk angin," imbuh Nathalie meraih baju rumahnya dalam lemari kepada Azel yang masih menatap prihatin seorang wanita tua yang tertidur pulas nan lemas di atas ranjang itu. "Kamu kalo mau tunggu di sini juga gapapa banget, sambil liat-liatin Ibu kalo nanti kebangun."

Mampus, gue harus ngapain?

"Kayaknya ngeganggu, deh, Nath. Takut Ibu kamu malah kebangun karena aku, kasian udah pules gitu tidurnya. Ngobrol-ngobrolnya di luar aja, ya? Aku tunggu di sana," kilah Azel yang sebenarnya Nathalie paham betul mengapa alasannya sampai-sampai dia terkekeh ringan kelepasan. "Jujur aja kali, Zel. Kamu bingung kan mau ngapain di dalem sana tanpa aku?"

GAZELLE [END]Where stories live. Discover now