55. Hint

5.6K 597 270
                                    

Kalo ditanya kapan ending sih belum tau ye bund. Tapi seharusnya gak nyampe chapter 70. Nggak nyangka bisa sejauh ini, ya? :")

Mana apresiasi untuk sayanya? Dengan cara tepuk tangan! Vote dan spam komen pasti🥵

Tuh, buat bunda-bunda yang belum ngevote dari chapter awal sampai sekarang mending back bentar dulu, kasih gua notif woy bund!

Udah? Selamat membaca, bunda.

*****

Jam makan malam dengan keadaan di luar tengah hujan deras, seakan perut ini terus memanggil mie instan untuk diseduhkannya. Seraya menonton film kartun kesayangannya, anak kecil berumur sepuluh tahun itu terduduk manis di karpet bulu menikmati semangkuk mie instan rasa ayam bawangnya, Eyon. Juga Azel yang mencari posisi ternyaman di sofa.

"Aa udah, Eyon udah. Bikin dua apa satu lagi, ya?" Masih di dapur, Alena tampak menimang-nimang berapa bungkus mie lagi yang akan diseduh. "Satu aja, deh. Ayah tadi bilang mau lembur. Biar bisa ambil cuti ke Bandung, main ke rumah Nini."

"Kumpul keluarga, Bun?" tanya Azel. "Arisan?"

"Iya, kayak biasa. Setiap bulan juga gitu, kan?" ucap Alena. "Itu kalo mie udah pada abis, mangkoknya bawa ke cucian piring. Aa bantuin adeknya, oke?"

"Jangan gitu, Bun. Dari kecil udah harus dilatih buat mandiri," balas Azel menolak secara halus. "Nanti malah kebablasan ngandelin orang terus anaknya."

Fokus Valeron teralihkan, dia memutar kepalanya menghadap Azel di belakang. "Kemarin difitnah, sekarang dituduh. Besok apa lagi? Tinggal bilang mager aja susah banget, sih, Aa?" Dia berdecak.

"Yeu! Ngelunjak lo jadi adek!"

Alena dari seberang sana pun hanya bisa terkekeh singkat melihat kelakuan putra-putranya itu yang tidak pernah akur. Lalu, sesuatu terlintas di dalam pikirannya perihal pesan dari seseorang. "Anu! Oh iya, Nini juga titip sesuatu ke Aa tau gak?" Kening Azel mengerut, tidak biasanya ia mendapat titipan.

"Minta dibawain calon ke acara kumpul keluarga."

"HAH?!" Saking kaget bukan mainnya, Azel sampai tersedak helaian mie hingga keluar melewati lubang hidungnya, perih! Lelaki itu segera menyingkirkan mangkuk dan pergi ke wastafel membersihkannya.

"Nggak usah kaget gitu, kasian tau Nini kemarin gak sempet dateng ke acara tunangan kamu, agak masih sakit kakinya kalo dibuat jalan," kata Alena.

"Tapi, siapa yang mau dibawa, Bun?" Nada bicara Azel mulai meninggi, bukan karena apa namun dia bingung. "Ghea-nya aja udah tiga hari gak pulang-pulang. Masa iya Aa bawa si Calvin? Gak lucu ah."

Seperti apa kata Azel, sudah terhitung kurang lebih tiga hari dari kehilangan Ghea pada waktu itu. Telah melakukan berbagai banyak cara untuk memastikan keberadaannya, hingga melapor polisi namun belum juga menemukan titik terang. Entah itu memang tengah sibuk mencari atau sengaja ditutup-tutupi.

"Ya udah, bawa aja mantan Aa." Azel menolehkan kepalanya dengan kedua bola mata yang terbelalak menghadap Alena di sebelah. Enteng sekali pikirnya.

Seingat Azel, dia baru punya satu mantan, dan siapa lagi kalau bukan Nathalie? "Jangan aneh-aneh ah, Bun. Masa nggak ada angin, nggak ada ujan, ujug-ujung Aa bawa dia?" desahnya menolak, tak paham lagi dengan ide konyol dari Alena barusan tadi.

GAZELLE [END]Where stories live. Discover now