39. Tawaran

4.3K 463 131
                                    

Udah siap buat baca chapter bagong satu ini? siapkan mental, hati, dan pikiran oke?

Eitss! tunggu dulu deh! vote dan komennya mana? nggak asik dong masa baca doang?

Selamat membaca, bunda.

*****

"Eno, siniii!" Ghea melambaikan tangannya saat melihat Aeno yang baru saja masuk ke dalam kafe setelah memarkirkan motor pada area depan.

"Sini-sini, duduk. Aku mau liat seberapa tinggi kamu duduknya," titah Ghea seraya menepuk-nepuk kursi di sebelahnya. "Kok aku ngerasa pendek banget, ya?"

"Hah? Lo nyuruh gue ke sini cuma buat bandingin tinggi doang? Yang bener, Ghe?" Aeno melepaskan tasnya lalu duduk tepat di sebelah gadis itu, masih dengan tatapan bertanya-tanya apa alasan Ghea mengajaknya kemari. "Bukan begitu, Eno! Udah ah, ini kok di kamu kayak biasa aja? Ini mejanya yang emang tinggi atau akunya yang kependekan, sih?"

"Mejanya emang tinggi—" jawab Aeno membuat senyum Ghea merekah mendengarnya. "Ditambah lo-nya yang pendek juga." Tanpa aba-aba, sebuah pukulan langsung mendarat di lengan kiri Aeno.

"Udah sono-sono, Eno! Jangan deket-deket. Pindah tempat duduknya!" sebal Ghea mendorong-dorong tubuh lelaki itu agar tak lagi duduk bersebelahan, melainkan berseberangan. "Oh, jadi ngusir, nih? Gue langsung balik, ya, Ghe? Udah selesai, kan?"

"Halah, sok-sok-an mau ninggalin aku sendirian di sini. Kamu juga kepengen kan berduaan sama aku? Hayo! Ngaku aja! Jarang-jarang loh aku kayak gini."

Memang benar apa yang dikatakan Ghea, jarang sekali gadis itu mengajak dirinya untuk bertemu selain antar jemput sekolah, bahkan tidak pernah sama sekali kalau dipikir-pikir! Namun, ada urusan penting apa kali ini hingga Ghea mengajak bertemu secara personal tanpa hujan, angin, juga badai?

"Gue iyain aja, ya, Ghe? Biar cepet." Ghea memutar bola matanya malas, kenapa harus selalu malu-malu kucing sih ngungkapinnya aja? "Aku lagi nggak mau basa-basi di sini. Eno masih inget Nathalie, kan?"

Aeno sedikit menaikkan alisnya, sebisa mungkin memasang ekspresi meyakinkan. "Yang waktu itu kita kerjain pas abis ujan-ujanan, loh! Pacarnya Azel. Inget, kan?" Kali ini, dia mengangguk.

"Gimana menurut kamu tentang Nathalie?" tanya Ghea menopang dagu menggunakan jarinya mulai serius masuk ke dalam pembicaraan inti. "Yaelah, Ghe. Kayak berasa gue udah kenal lama aja sama si Nathalie? Lagian ngapain sih lo nyuruh gue dateng ke sini cuma buat bandingin tinggi sama bahas dia? Kirain gue apaan, ngajak pacaran gitu misalnya."

Mencebikkan bibirnya kelewat jengah, Ghea kembali berucap, "Mulai deh keluar lagi ngaconya! Eno, mah, gak bisa diajak serius! Maksud aku itu mulai kayak dari penampilannya gitu. Contoh pertama, make up-nya yang ketebelan, warna rambut yang ganti-ganti, bajunya yang terlalu ketat, roknya yang kependekan. Pokoknya selalu heboh, deh. Tapi gak tau juga tuh kenapa selalu lolos aja dari pemeriksaan OSIS."

Tidak hanya itu, Ghea juga sering sekali melihat ukiran-ukiran tato yang menghiasi sekujur tubuh Nathalie. Dan jangan lupakan, tindikan tepat pada hidung mancungnya dan tatapan tajam intimidasi yang membuat gadis mungil itu merasa tak nyaman sendiri akan tampilan luar dalamnya. Menurutnya, Nathalie itu sudah seperti preman pasar. Nyeremin!

"Ohh, gue ngerti. Lo ngajak gue ngegibah? Lah, ayo! Siapa takut?" tantang Aeno bersemangat, menatap kedua manik mata indah di hadapannya. "Nah, itu akhirnya ngerti. Tapi tunggu dulu, ada yang beda dari pembahasan gibah kali ini. Kita lanjut, ya?"

GAZELLE [END]Where stories live. Discover now