11 - Sunset

95 42 23
                                    

Keira merutuki kebodohannya tadi. Ia kesal dengan dirinya sendiri. Daffin pasti melihatku tadi aku sedang memandanginya. Argh lagi-lagi aku melakukan kesalahan. Keira membasuh mukanya berkali-kali sambil menepuk-nepuk pipinya. "Sadarlah Keira." Keira kembali membasuh mukanya.

Tiba-tiba saja dari belakang ada yang menepuk bahu Keira sehingga membuat Keira tersentak. Keira langsung menoleh ke belakang.

"Keira ngapain kau terus cuci muka. Udah kinclong mukamu tuh." Della yang sedari tadi heran melihat Keira tak henti-hentinya mencuci muka. Keira lalu menghentikan kegiatannya.

"Apa aku tadi terlihat sangat bodoh?" Keira memanyunkan bibirnya.

"Emangnya apa sih yang tadi sedang kau perhatiin. Sampai-sampai ngelamun gitu."

"Emm..." Sebelum Keira menjawab pertanyaannya Della sudah tahu apa yang ada di pikiran Keira. Della kemudian tersenyum lalu menarik tangan Keira untuk kembali ke kelasnya.

Guru yang mengajar pada jam pelajaran terakhir belum juga datang. Keira seakan sangat mengantuk karena tidak ada kegiatan yang dilakukannya dan juga ia merasa sangat lelah hari ini akhirnya Keira jatuh tertidur sambil membenamkan kepalanya di kedua tangannya.

"Hei Keira."

"Daffin." Keira tersentak dengan keberadaan Daffin yang tiba-tiba kemudian ia mengembangkan senyumnya, Keira menatap Daffin lekat.

"Menjauhlah dariku," kata Daffin dingin. Keira mengerutkan keningnya heran. Daffin yang ia kenal seolah berubah menjadi seseorang yang berbeda jauh darinya.

"Ada apa denganmu?"

"Aku memang seperti ini." Daffin lalu mendekat ke arah Keira. "Kau... menyukaiku kan?" Lagi-lagi kembali ke sikap dinginnya. Keira hening di tempatnya. Mukanya memerah. Daffin meneruskan kembali kata-katanya. "Tapi...aku pasti akan me..no..lak..mu." Daffin menekankan kata-kata itu lalu pergi meninggalkan Keira yang masih bergeming di tempatnya. Hatinya seakan teriris mendengar kalimat yang kejam itu. Keira bahkan belum mengungkapkannya, ia malah sudah ditolak duluan. Rasanya seperti terhempas dari tempat yang sangat tinggi.

Kemudian terdengar seseorang memanggil-manggil namanya. "Keira!! Keira!!" Della menggoyang-goyangkan tubuh Keira. Keira membuka matanya. Mimpi yang sungguh menyebalkan. Keira tidak segera beranjak dari tempatnya masih memikirkan mimpi itu.

"Keira kau tidak mau pulang apa? Udah bel dari tadi." tanya Della yang menyadarkan lamunan Keira.

"Oh." Keira lalu menggendong tasnya dan beranjak dari tempatnya. Keira teringat akan janjinya bertemu dengan Daffin.

Keira berjalan dengan lesu. Keira melihat Daffin yang sepertinya sudah menunggunya di depan sekolah. Keira lalu mendekati Daffin dan memanggilnya.

"Daffin." Daffin menoleh ke arah Keira. "Mmm...kita mau kemana?" tanya Keira penasaran.

"Kalau begitu ikut aku. Kau tidak membawa mobil kan?"

"Bagaimana kau tahu?" Keira heran Daffin selalu menebak dengan benar.

"Mobilmu tidak ada diparkiran." Daffin berjalan mendekati mobilnya lalu masuk dan duduk di kursi kemudi. Keira mengamati perbedaan sifat Daffin yang sekarang dengan yang ada di mimpinya tadi lalu ia bergumam. Sungguh berbeda. Keira ikut masuk ke dalam mobil.

Hening. Tidak ada pembicaraan di antara mereka. Keira mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Lalu menyetel musik menggunakan earphone. Tak disadari Keira ikut bersenandung mendengarkan musik itu. Hingga mobil Daffin berhenti di suatu tempat. Keira menatap sekitar, sebuah hamparan rumput yang luas dengan pohon besar berada di tengahnya. Mereka keluar dari mobil. Keira mendekati sebuah pohon itu, ada sebuah ayunan kayu yang tergantung di pohon itu yang sepertinya sudah sangat lama. Keira lalu beralih menatap Daffin.

"Kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Keira yang tadi belum sempat dijawab oleh Daffin.

"Aku ingin melihat matahari terbenam." Daffin berbicara seolah tersirat kesedihan di matanya. Keira tidak ingin bertanya, itu bisa akan menambah kesedihannya. Tapi Keira sebenarnya sangat penasaran. Melihat kesedihan di mata Daffin, hati Keira seakan ikut merasakan sedih.

Keira duduk di kursi kayu sambil merasakan semilirnya angin yang menerpa wajahnya, rambutnya juga ikut melambai-lambai tertiup angin. Daffin menutup matanya mengingat-ngingat kembali kenangan saat bersama dengan seseorang. Kenangan yang tidak pernah terlupakan, hingga pada suatu hari ia harus berpisah dengan orang itu. Tanpa ia sadari, Daffin meneteskan air matanya.

"Daffin," panggil Keira pelan. Merasa diketahui Keira, Daffin langsung mengusap air matanya. Ia akan sangat malu menangis di depan Keira.

Pandangan Keira lalu teralihkan ketika melihat matahari yang mulai terbenam dengan semburat warna oranye yang memanjakan mata. Keira langsung mengeluarkan ponselnya.

"Aku harus mengabadikan momen ini." Keira menutup mulutnya sendiri. "Wah hasilnya bagus." Keira terus saja memandangi foto yang dibidiknya tadi. Keira lalu menambahkannya ke instagram.

~Semburat oranye yang memanjakan mata~

Keira tersenyum puas. Keira lalu menatap Daffin. "Daffin, ayo kita foto bareng." Berharap Daffin mengabulkan keinginannya. Tanpa persetujuan Daffin, Keira langsung memotret dirinya bersama Daffin. Daffin bahkan tidak senyum sama sekali. Tapi Keira merasa senang, setidaknya ia pernah berfoto bersama Daffin. Daffin langsung merebut ponsel Keira.

"Jangan dihapus!!" teriak Keira histeris. Khawatir foto satu-satunya bersama dengan Daffin akan dihapus begitu saja.

"Siapa yang akan menghapus?" Daffin malah menghadapkan dirinya di depan kamera. Daffin tersenyum. Keira akhirnya mengerti maksud dari Daffin kemudian Keira ikut tersenyum ceria.

CKREKK!!
Keira menatap layar ponselnya dengan penuh kekaguman. Ia tidak ingin melepaskan pandangannya melihat foto itu. Rasanya sangat bahagia. Kemudian Keira tersadarkan dari lamunannya ketika Daffin memanggilnya.

"Ayo kita pulang," ajak Daffin lalu berjalan mendahului Keira.

Keira masih tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia merasa sangat bahagia bisa berfoto bersama Daffin. Dalam hati Keira menjerit-jerit kegirangan. Keira sedikit melupakan kejadian yang dimimpinya. Keira tidak terlalu khawatir Daffin akan menolaknya melihat sikap Daffin yang akhir-akhir ini yang baik.

Keira ingin guling-guling di kasur begitu ia sampai di rumahnya. Tak lama kemudian Daffin akhirnya membuka suara di tengah-tengah keheningan mereka.

"Apa kau sudah mempelajari materi yang aku berikan kemarin? Olimpiade-nya tinggal dua hari lagi."

"Mmm sudah. Sepertinya aku sudah siap mengikuti lombanya," jawab Keira mantap.

"Baguslah kalau begitu. Besok kita harus ke perpustakaan sebelum pelajaran dimulai. Kita harus lebih mendalami materi-materi itu." Keira mengangguk mendengarkan.

Sesampainya di rumah Keira. Keira keluar dari mobil, sedangkan Daffin masih duduk di tempatnya.

"Mau masuk dulu," tawar Keira ramah.

"Tidak usah, ada hal yang harus kulakukan. Kalau begitu aku pulang duluan ya." Daffin tersenyum singkat lalu pergi melajukan mobilnya menjauhi rumah Keira.

Keira senyum-senyum sambil lompat-lompat kecil. Ketika hendak membuka pintu Keira dikejutkan dengan keberadaan Rhenia dari balik pintu. "Aaah, kaget aku." Lebih dikejutkan lagi muka Rhenia yang sepertinya akan mengamuk.

"KEIRA DARI MANA SAJA KAMU?! Aku sudah menjemputmu di sekolah tapi kamu tidak ada. Aku udah nunggu kamu hampir satu jam, mungkin kamu lagi latihan. Namun kamu tidak ada. Kamu kok nggak ngabarin kakak buat nggak jemput," teriak Rhenia dengan meluapkan emosinya pada Keira. Keira masih santai tidak merasa bersalah.

"Aah sepertinya aku lupa ngabarin kakak. Nunggu itu capek, waktu itu aku juga nunggu kakak lama, jadi kakak tahu bagaimana rasanya." Rhenia menjadi tambah emosi namun ia memilih diam dan tidak membalas perkataan Keira.

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

Kami Stella Luna mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha, mohon maaf apabila kami salah sama kalian🙏🙏

Terus dukung karya Stella Luna ya^^

See you~

Started in the Library [END]Where stories live. Discover now