41 - Siapakah kamu?

30 6 20
                                    

Keira berangkat ke sekolahnya dengan sedikit risih, setiap ia lewat orang-orang di sekitarnya selalu memperhatikan kaki Keira yang masih terdapat bekas luka dengan kaki yang masih dibalut perban.

"Emangnya sejelek itukah kakiku ini?" Keira memandangi kakinya sendiri, raut wajahnya berubah menjadi sedikit sedih.

Della yang dari kejauhan, langsung berlari ke arah Keira begitu melihat batang hidungnya.

"Keira ada apa denganmu? Kenapa kau bisa terluka seperti ini." Della baru datang langsung bertanya panjang lebar dengan heboh.

"Aku terjatuh," jawab Keira dengan singkat. Della masih menatapnya dengan perasaan cemas. Keira kemudian melipat kedua tangannya. "Lagian kemarin kau ke mana sih?! Yang ngajak jalan-jalan itu kan kau, kenapa malah kau yang tidak datang?!" Della langsung terdiam, ia menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tidak bisa mengakui perbuatannya walaupun sepertinya Keira sudah tahu.

"Kau sengaja kan?" Keira menatap Della penuh selidik.

"Ah sepertinya udah mau bel, ayo kita masuk kelas." Della mengalihkan topik, ia langsung pergi begitu saja meninggalkan Keira.

"Dasar Ardella Rasya." Keira hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sekarang waktunya bagi kelas Keira melakukan pelajaran olahraga. Semuanya sedang melakukan gerakan pemanasan. Riko yang sedang berada di dalam kelas terus saja memperhatikan Della yang sedang berolahraga. Ia memandangi Della sambil senyum-senyum sendiri. Sesekali Riko melambai-lambaikan tangannya agar Della melihat keberadaannya. Namun Della tetap fokus melakukan pelajaran olahraga tanpa menoleh sedikit pun ke arah Riko. Riko hanya bisa menekuk bibirnya ke bawah. Tanpa ia sadari sebuah penghapus melayang tepat mengenai kepala Riko.

"Akh." Riko mengaduh pelan. Sontak semua murid di kelas menoleh ke arah Riko.

"Riko, apa kamu tidak melihat ibu sedang mengajar di depan sini?! Kenapa kamu selalu melihat ke arah lain?!" Bu guru langsung memarahi Riko karena tidak memperhatikan pelajaran.

"Maaf bu." Riko menundukkan kepalanya.

"Dia mungkin lagi memperhatikan pacarnya bu," kata salah seorang teman satu kelasnya. Riko langsung memeloti temannya itu.

"Tidak bu, itu tidak benar. Saya hanya sedang melihat langit yang indah ini. Saya menjadi berpikir, Sang Pencipta menciptakan alam yang sangat indah ini." Riko menyangkal kata-kata salah satu temannya itu.

Daffin yang duduk di sebelahnya dari tadi hanya diam sambil menahan tawanya. Ia mengalihkan pandangannya dari Riko. Bu guru hanya bisa menghembuskan napas pelan kemudian tidak memedulikan Riko dan kembali mengajar.

Riko sekarang kembali memperhatikan papan tulis namun dalam pikirannya sudah berkelebat entah ke mana.

"Sekarang coba Riko jawab pertanyaan yang ada di papan tulis," suruh Bu Guru dengan tegas. Tatapan mata Riko masih melihat ke arah papan tulis. Namun ia masih bergeming dengan tatapan kosong.

"Riko," panggil guru itu sekali lagi. Daffin menyenggol lengan Riko menggunakan sikunya sehingga membuatnya tersadar dari lamunannya.

"Eh, apakah bu guru memanggil saya?" tanya Riko tanpa rasa bersalah. Semua siswa di kelas langsung tertawa melihat kekocakan Riko.

"Iya siapa lagi?"

"Aah, saya kira bu guru memanggil Daffin." Bu guru semakin dibuat kesal dengan perkataan Riko.

"Ayo cepatlah maju ke depan dan kerjakan soal ini." Riko bangkit dari kursinya dan mulai berjalan ke depan. Daffin melongo melihat Riko yang tidak seperti biasanya mau maju dan mengerjakan soal. Namun Riko berhenti tepat di depan guru itu membuat semuanya yang melihatnya bingung.

"Saya mau izin ke toilet bu." Dengan cepat Riko berlari meninggalkan ruang kelasnya lagi-lagi tanpa rasa bersalah. Semua siswa serentak tertawa melihat kelakuan Riko yang absurd itu.

Daffin menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. "Cuih, dia tidak pernah berubah."

Bu guru menghela napas melihat kelakuan Riko, ia sudah terbiasa menghadapi sikap Riko yang seperti itu.

"Kalau begitu, Daffin kamu menggantikan Riko mengerjakan soal ini."

"Baik bu." Daffin langsung menurut dan maju ke depan mengerjakan soal. "Aku kira Riko beneran akan mengerjakan soal itu, ternyata dia hanya alasan saja," gumam Daffin dan ia juga sudah biasa melihat sikap Riko yang seperti itu.

📕📗📘

Setelah pelajaran olahraga selesai yaitu waktunya jam istirahat. Keira dan Della duduk di bangkunya dan sedang mengobrol. Salah seorang siswa merogoh laci mejanya dengan sedikit gelisah, ia sepertinya sedang mencari sesuatu.

"Ada yang tahu buku catatanku?!" teriak gadis itu yang membuat semuanya menoleh ke arahnya tak terkecuali Della dan Keira. Semuanya hanya menggeleng tidak mengetahui keberadaan benda yang dicarinya. Fyra tidak kunjung menemukan buku catatannya. Ia membuka tas ranselnya dan tidak juga menemukan buku catatan itu

"Apa kalian benar-benar tidak tahu?" Fyra mulai kesal sendiri karena tidak menemukan bukunya. "Coba cek tas kalian barangkali ada di sana," perintah Fyra sehingga membuat yang lain hanya menurutinya. Keira menaruh tasnya ke atas meja. Ia mulai merogoh tasnya. Keira mengerutkan kening, ia mengeluarkan sebuah buku catatan yang asing berada di dalam tasnya.

"Aku tidak mengenali buku ini." Fyra yang melihat buku catatannya sedang dipegang Keira langsung berjalan mendekat ke arah Keira.

"Bagaimana buku ini ada padamu?" Fyra sama herannya dengan Keira yang sepertinya tidak tahu apa-apa.

"Aku juga tidak tahu. Bagaimana mungkin ada di tasku?"

"Jangan-jangan kau mau mencuri catatanku yang penting ini agar kau dapat menghalangiku dapat peringkat pertama. Karena kau tidak mau peringkatmu turun ya," kata Fyra dengan kesal.

Keira tersentak mendengar perkataan gadis itu. Della sudah terlebih dahulu bangkit dari kursinya sambil menggebrak meja. "Hei kau asal nuduh ya!" Della sudah tidak dapat menahan emosinya.

"Aku tidak nuduh, itu sudah ada buktinya kan." Mereka saling beradu tatapan tajam.

Keira kemudian bangkit dari kursinya, Fyra sudah mengatakan kata yang keterlaluab. "Aku memang tidak tahu apa-apa tentang buku ini. Kau berpikiran sempit sekali dengan menuduhku hanya karena buku ini ada di tasku kau mengira aku akan melakukan berbagi cara agar mendapat peringkat pertama? Huh tanpa buku ini pun aku selalu peringkat pertama." Keira memberikan buku catatan itu sambil sedikit mendorong tubuh gadis itu ke belakang. Keira kemudian pergi meninggalkan ruang kelas.

"Hei kenapa kau menuduh Keira melakukan hal seperti itu? Keira itu selalu dapat peringkat pertama dia juga tidak mungkin melakukan hal seperti itu," teriak salah seorang teman yang lebih percaya dengan Keira daripada dengan gadis itu, Fyra hanya menggeram kesal dan kemudian kembali duduk di bangkunya. Gadis itu kemudian menggetikkan sesuatu di ponselnya dengan sedikit emosi.

Aku tidak mau melakukan hal seperti itu lagi. Mulai sekarang aku akan berhenti menuruti kemauanmu, jika kau mengancamku, silakan saja. Aku juga tidak akan takut untuk membongkar siapakah sebenarnya dirimu.

Fyra kemudian mengirimkan pesan itu kepada seseorang. Setelah pesannya terkirim ke penerima, dalam hati seseorang yang membaca pesan itu hanya bisa terdiam, ia sangat kesal bahwa rencananya kali ini telah gagal.

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Where stories live. Discover now