22 - Hatiku Sakit

87 29 13
                                    

Riko kembali ke kelasnya dengan senyum-senyum sendiri. Daffin hanya menatapnya dengan tatapan bingung. Riko masih tidak bisa menahan senyumannya.

"Kenapa kau rasanya sedang bahagia sekali?" tanya Daffin yang melihat Riko sedang sebahagia itu.

"Hari ini aku memang sedang bahagia." Daffin melirik Riko dengan tatapan menyelidik.

"Apakah Della menerima pernyataan cintamu?"

Senyum Riko sedikit memudar. "Belum sih, tetapi aku sudah mengungkapkannya aku sudah lega. Setidaknya dia sudah tahu bagaimana perasaanku padanya." Riko kembali mengembangkan senyumnya.

"Sejak kapan kau menyukainya?" tanya Daffin dengan heran. Ia bahkan sering melihat Riko bertengkar dengan Della.

"Mmm...aku tidak tahu, perasaanku itu muncul begitu saja dan itu tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata." Daffin hanya mangut-mangut mendengarkan penjelasan Riko.

"Begitu mudahnya kau menyatakan cinta, di tengah keramaian lagi." Daffin seakan tidak percaya dengan apa yang dilakukan Riko saat di lapangan. Riko anak yang hanya bisa menjahili orang ternyata bisa jatuh cinta juga.

"Jika tidak mengungkapkannya aku takut dia diambil orang lain." Perkataan itu membuat Daffin tersentak.

"Apakah iya?" Riko langsung menoleh ke arah Daffin.

"Apa kau sedang menyukai seseorang?"

"Aaah tidak. Aku cuma bertanya." Daffin langsung mengalihkan pandangannya dari Riko.

Saat pulang sekolah Riko dan Daffin berpapasan dengan Keira dan Della. Della langsung mengalihkan pandangannya dan berbalik arah. Riko ingin mencegah Della pergi, namun ia urungkan.

"Ah sepertinya Della sedang tidak ingin bertemu denganmu." Keira menjelaskannya pada Riko. Riko hanya menatap Della yang menjauh dengan tatapan sendu. Daffin menepuk bahu Riko.

"Sabarlah, dia butuh waktu." Daffin menyemangati Riko yang ada di sebelahnya.

Riko langsung menoleh ke arah Daffin. "Sejak kapan kau peduli padaku?" Daffin tidak menyadari apa yang telah dikatakannya, biasanya ia selalu tidak peduli.

"Ah lupakan." Daffin berjalan mendahului Riko menuju ke mobilnya.

Daffin sudah melajukan mobilnya menjauhi sekolah. Keira juga sudah melajukan mobilnya. Ia melihat mobil Daffin yang melaju ke suatu arah.

"Hah? Mau kemana dia? Bukankah arah itu bukan arah ke rumahnya?" Sebenarnya Keira tidak tahu rumah Daffin yang sebenarnya, namun Keira sering melihat Daffin melajukan mobilnya ke arah yang berlawanan dengan biasanya saat ia pulang sekolah. Keira juga tidak tahu Daffin akan pergi ke mana namun Keira akhirnya memutuskan untuk mengikuti ke mana Daffin pergi secara diam-diam. Ia memberi jarak yang cukup jauh sehingga mobilnya tidak akan dikenalinya.

Mobil Daffin berhenti di sebuah toko bunga. Keira dibuat heran dengan apa yang akan dilakukan Daffin. Keira ikut berhenti dengan memakirkan mobilnya yang di depannya tertutupi oleh mobil lain sehingga Daffin tidak akan dapat melihatnya. Keira mengintip dari jendela mobil. Daffin masuk ke toko bunga itu. Setelah lama menunggu, Daffin akhirnya keluar dengan membawa sebuah buket bunga di genggaman tangannya. Ia mencium bunga itu, aromanya sangat harum. Setelah melihat Daffin membawa bunga itu, hati Keira seakan teriris dalam dugaannya sudah ada seseorang yanga ada di dalam dirinya. Keira terlarut ke dalam pikirannya. Ketika Daffin memberikan bunga itu untuk orang lain. Keira menggeleng-gelengkan kepalanya membuang jauh-jauh pemikiran itu.

Mobil Daffin kembali melaju, Keira langsung bersiap-siap untuk kembali mengikuti kepergian Daffin, tidak usah menunggu lama Keira langsung tancap gas. Keira sedikit asing dengan jalan ini, ia mengikuti Daffin tanpa tahu akan pergi ke mana. Jalanan di situ gelap dengan banyak pohon-pohon besar di sampingnya. Keira yang melewatinya menjadi merinding. Keira memegang erat setir mobilnya sambil merapatkan jaketnya, ia semakin merinding jika ia menoleh ke arah pohon-pohon itu.

Tak lama kemudian, Mobil Daffin berhenti di sebuah makam. Keira mengerutkan keningnya heran. Apa yang dilakukan Daffin sendirian di sini. Daffin keluar dari mobil sambil membawa sebuah buket yang ia beli sebelum ia pergi ke sini. Keira melepaskan sabuk pengamannya, lalu ia keluar dari mobil dengan pelan-pelan agar tidak diketahui Daffin. Keira berdiri di belakang pohong besar. Daffin mendekati salah satu makam dan ia berjongkok di sebelahnya. Keira mengamatinya lamat-lamat dari balik pohon.

Daffin meletakkan bunga itu di sebuah makam di sebelahnya.
"Sudah lama aku tidak mengunjungimu." Keira terlarut dalam pikirannya. Siapa yang telah meninggal? Ia kembali melihat Daffin yang sedang berbicara sendiri, seolah orang di dalam sana mendengarkannya.

"Maafkan aku baru mengunjungimu sekarang, seharusnya aku sering mengunjungimu." Daffin mengelus batu nisan yang tertera nama seseorang. Keira tidak dapat membacanya karena jaraknya yang cukup jauh, namun ia bisa mendengar Daffin karena di sana sangat sunyi, sepertinya hanya mereka berdua yang ada di sana.

"Apa kau baik-baik saja di dalam sana? Kalau saja kejadian itu tidak terjadi seharusnya kau masih hidup. Aku sangat menyesalinya, aku ingin kembali ke masa lalu agar kejadian itu tidak terjadi. Namun mau bagaimana lagi aku hanyalah orang biasa yang tidak dapat melakukan apa-apa." Daffin menundukkan kepalanya, tersirat kesedihan yang mendalam dari tatapan mata Daffin. Keira tidak mengetahui bahwa Daffin ternyata serapuh itu. Hatinya ikut sakit melihat Daffin yang rapuh. Keira sekarang tahu sisi lain Daffin yang seperti itu. Daffin sangat pandai menutupinya saat di sekolah, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Ah tanpamu keadaanku menjadi seperti ini." Daffin beranjak berdiri. "Aku sepertinya sudah harus pergi, aku akan mengunjungimu lain waktu." Daffin membalikkan badannya. Keira langsung sembunyi di balik pohon. Terdengar gesekan dedaunan. Daffin langsung melirik ke arah pohon itu seperti ada yang mengikutinya, namun ia tidak melihat siapa-siapa di sana. Keira membekap mulutnya sendiri agar tidak ketahuan, jantungnya berdegup kencang, bagaimana jika ia ketahuan ia mengikuti Daffin, ia takut jika Daffin malah akan menjauhinya. Daffin kembali berjalan tidak memedulikan suara itu. Mungkin hanya perasaanku saja. Daffin sekilas melihat seperti mobil Keira yang terparkir di pinggiran jalan, namun ia tetap berjalan menuju ke mobilnya, ia berpikir itu mungkin orang lain yang memiliki mobil yang sama.

Daffin masuk ke mobil dan pergi meninggalkan tempat itu. Keira bisa bernapas lega, Daffin ternyata tidak mengetahuinya. Keira merinding sepertinya di sini ia hanya seorang diri. Keira langsung berlari menuju ke mobilnya dan memasang sabuk pengaman. Keira melajukan mobilnya menjauhi tempat itu.

Keira melewati sebuah pertigaan yang ada di depannya, Keira berhenti di jalanan itu.

"Hah, ini lewat mana? Bagaimana bisa aku lupa?" Keira tidak terlalu menghafal jalannya karena saat ia pergi tadi ia hanya memperhatikan Daffin pergi, ia tidak melihat jalan yang akan dilewatinya. Wajah Keira mulai pucat. Keira akhirnya memutuskan untuk pergi ke arah sebelah kirinya.

Keira terus melaju entah ke mana, Keira akhirnya menghentikan mobilnya ketika ia sadar bahwa jalan yang ia lewati semakin menjauh dari yang ia bayangkan. Keira semakin panik. Ia memegang setir mobilnya dengan gemetar. Di sana hanya ada pohon-pohon di samping jalan, tidak ada rumah warga.

"Aku semakin tersesat, apa yang harus aku lakukan?" Keira sangat cemas, kini tangannya sudah basah karena keringat dingin.

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Where stories live. Discover now