19 - Kebingungan Keira

85 31 18
                                    

"Semuanya doain aku, semoga aku menang ya!" ucap Keira dengan semangat. Mama Keira tersenyum.

"Baiklah, mama selalu mendoakan yang terbaik untukmu." Keira ikut tersenyum mendengar jawaban mamanya.

"Kerjakan dengan benar! Jangan gugup." Rhenia juga menyemangati Keira.

"Iya iya. Kalau begitu kami berangkat dulu ya. Ayo kak!"

Keira berangkat lebih pagi untuk mengikuti olimpiade matematika. Setelah sarapan, Keira langsung berangkat menuju ke tempat lombanya. Hari ini Keira berangkat dengan diantar oleh Rhenia. Sesampainya di sana, ia tidak melihat sosok yang dicarinya.

"Ah dimana dia? Apa dia belum berangkat?" Keira mengedarkan pandangannya ke segala arah. Keira mencari-cari keberadaan Daffin, namun ia belum juga menemukannya. Tiba-tiba dari belakang ada yang menepuk pundak Keira, sehingga membuat Keira tersentak.

"Lagi nyariin aku?" Keira langsung menoleh ke belakang.

"Hmm...kukira kau belum berangkat."

"Ayo kita masuk ke dalam." Keira mengangguk, lalu mereka berdua berjalan dan duduk bersebelahan di bangku yang telah disediakan.

Daffin menoleh ke arah Keira. Ia menatap Keira tanpa berkata apa pun. Keira jadi salah tingkah.
"Apa ada yang salah denganku?" Keira menunjuk mukanya sendiri.

"Tidak. Apa kau benar-benar sudah baikan? Aku khawatir kau tiba-tiba pingsan saat sedang mengerjakan soal," Tanya Daffin dengan pertanyaan yang sama seperti yang waktu itu.

"Kau sudah menanyakan itu berapa kali? Kamu nggak percaya deh, aku sudah baikan. Bukannya yang harus tanya itu aku? Apa kau baik-baik saja setelah kejadian kemarin? Tuh lihat masih ada bekas lukanya." Keira menunjuk bekas luka kemarin yang habis dipukul oleh preman. Daffin menyentuh lukanya.

"Sudah tidak sakit, berkat obat yang kau oleskan kemarin." Daffin berbicara dengan jujur.

"Ah benarkah?" Keira menjadi malu.

Saat sedang asyik mengobrol dengan Daffin, obrolan mereka terhenti ketika seseorang memanggil nama Keira.

"Keira." Terlihat seseorang dari belakang memanggil namanya. Keira menoleh. "Kita bertemu lagi." Orang itu melambaikan tangannya ke arah Keira. Daffin juga ikut menoleh ke belakang.

Keira hanya terdiam, ia tidak ingin berbicara dengan orang yang sangat ia hindari itu. Vian juga ikut mewakili sekolahnya untuk mengikuti Olimpiade matematika. Daffin menyadari keanehan dengan sikap Keira.
"Siapa kau?" Daffin bertanya dengan Vian yang kini di depannya. Orang yang sama sekali tidak dikenalnya.

"Oh aku teman Keira waktu SMP." Daffin menatap tajam Vian, ia seperti tidak suka dengan kehadiran Vian.

"Oh." Daffin hanya bergumam singkat.

Ponsel Keira bergetar singkat, sehingga membuatnya mengalihkan pandangan dari Vian. Ia melihat nama Della tertera disana.

Ardella Rasya : Keira semangat ya! Kalian harus membawa kejuaraan untuk sekolah kita.

Keira tersenyum melihat Della yang menyemangatinya. Ia lalu membalasnya.

Arquella Keira : Siap! Del dell lala

Banyak teman-temannya yang menyemangatinya. Ada Salva, gurunnya bahkan Riko juga menyemangatinya.

"Daffin lihat, Riko bahkan menyemangatiku juga." Daffin melirik ponsel Keira. "Siapa saja yang menyemangatimu?" tanya Keira pada Daffin. Daffin mengambil ponselnya dari saku celananya. Ia tidak melihat ada pesan di sana, semuanya bersih tidak ada chat apapun.

"Apa? Tidak ada satu pun?"

"Ada. Tapi semuanya sudah kuhapus. Apalagi Riko itu, ia mengirimiku pesan banyak sekali. Lebay banget dia, sampai tidak kubaca pesannya."

Vian hanya melihat keduanya dari belakang dengan tatapan sendu. Mereka berdua terlihat sangat dekat.

Sepuluh menit kemudian Olimpiade dimulai, peserta yang mengikuti Olimpiade itu mulai fokus mengerjakan soal termasuk Keira dan Daffin. Keira terlihat gugup dan jantungnya berdegup kencang, berbeda dengan Daffin yang terlihat tenang dan santai. Setelah melihat soal-soalnya, Keira mampu mengerjakan soal dengan mudah, ia sudah menguasai materi yang ia pelajari di sekolah. Namun Keira sedikit merasa kesulitan dengan dua soal terakhir. Waktunya tinggal lima belas menit, Keira mencoba menyelesaikannya beberapa kali dan akhirnya ia menemukan jawabannya tepat dua menit terakhir sebelum waktunya habis. Keira akhirnya bisa bernapas lega. Waktu mengerjakan selesai, mereka berdua mengumpulkan hasil pekerjaan mereka. Peserta lomba keluar dari ruangan untuk istirahat selama satu jam dan setelah itu akan diumumkan pemenang lombanya.

Daffin membeli dua minuman soda lalu memberikannya kepada Keira. Mereka duduk bersebelahan di sebuah kursi di luar ruangan.

"Segarkan pikiranmu dulu. Bagaimana menurutmu?"

"Apanya?" Keira balik tanya tidak mengerti ucapan Daffin.

"Soal Olimpiadenya. Bagaimana menurutmu? Apakah sulit?"

"Mmm...aku kesulitan mengerjakan dua soal terakhir, tetapi aku berhasil mengerjakan semuanya tidak tahu apakah jawabannya benar atau tidak, aku sedikit ragu." Keira sedikit sedih.

"Yakin sajalah. Tidak usah ragu." Daffin menyemangati Keira, ia tersenyum tulus membuat Keira tidak berkedip.

"Ah kalau begitu aku yakin dengan jawabanku." Keira juga menyemangati dirinya sendiri.

Keira mengeluarkan ponselnya dari sakunya ia memasang earphone ke telinganya. Keira mulai memutar musik yang menenagkan hati.

"Lagu apa yang kau dengarkan?" Keira menoleh ke arah Daffin.

"Ini...apa kau mau dengarkan?" Keira melepaskan sebelah earphonenya dan meletakkannya di telinga Daffin. Mereka saling mendengarkan lagu itu tanpa berbicara apa pun.

You’re alone, you’re on your own
So what?
Have you gone blind
Have you forgotten what you have and what is yours
Glass half empty glass half full
Well either way you won’t be going thirsty
Count your blessing not your flaws

You've got it all
You lost your mind in the sound
There's so much more
You can reclaim your crown
You're in control
Rid of the monster inside your head
Put all your faults to bed
You can be king again

Setelah selesai mendengarkan lagu itu, Keira pergi ke toilet. Daffin hanya menunggu di tempatnya ia duduk dan sendiri di sana. Keira mencuci kedua tangannya. Saat keluar dari toilet, Keira melihat Vian yang kini sudah berada di depannya.

"Keira, kenapa kau selalu menghindariku?" Keira terdiam, ia tidak ingin berurusan lagi dengannya. "Apa yang salah denganku? Bukankah kita teman?" Keira masih terdiam di tempatnya, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia memilih diam daripada masalahnya bertambah runyam. Vian mendesak Keira untuk segera menjawabnya karena Keira sedari tadi hanya diam.

Daffin datang dan langsung memegang lengan Keira dan menyuruhnya untuk ikut dengannya. Namun dari sisi lain Vian juga menahan lengan agar tetap berdiri di tempatnya.

"Kenapa kau ikut campur?" tanya Vian kepada Daffin dengan nada yang sedikit tinggi.

"Aku hanya tidak ingin kau bersama dengannya. Aku bahkan tidak mengenalmu." Mereka berdua saling menatap tajam.

"Lepaskan tanganmu, aku harus berbicara dengan Keira."

"Bukannya yang harus melepaskannya itu kau. Keira bahkan sedari tadi diam, ia tidak ingin berbicara denganmu. Kau jangan memaksanya untuk berbicara denganmu." Vian terdiam mendengar kata-kata itu tanpa ia sadari ia mulai melepaskan cekalan tangannya dari lengan Keira. Daffin membawa pergi Keira menjauh dari Vian yang masih berdiri mematung di tempatnya.

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang