51 - Gadis Misterius

29 6 15
                                    

Keira menundukkan kepalanya. Keira kemudian tiba-tiba berdiri membuat Daffin mendongak melihat ke arahnya.

"Aku mau pulang dulu ya." Daffin menganggukkan kepalanya.

"Baiklah, aku masih mau menunggu di sini." Keira langsung melenggang pergi meninggalkan Daffin yang masih saja terlihat sedih. Keira sedikit menoleh ke belakang, ia melihat Daffin yang terlihat rapuh. Keira ikut merasakan sedih. Kata kata Daffin yang ia takut kehilangannya membuat Keira merasa takut kehilangan Daffin juga. Karena ia juga takut Daffin sangat menyukai gadis itu.

Di pintu masuk Keira berpapasan dengan seorang wanita berparas cantik dengan rambut bergelombang yang dibiarkan tergerai. Keira menatap wanita itu cukup lama. Ia merasa kalau wanita itu sangat cantik. Wanita itu berjalan dengan tergesa-gesa. Keira kemudian pergi meninggalkan rumah sakit.

Wanita itu melihat Daffin yang tidak jauh darinya dan langsung menghampirinya. Wanita yang sempat berpapasan dengan Keira itu ternyata ibunya Calista.

"Daffin bagaimana ini bisa terjadi?" Ibu Calista terlihat sangat cemas, ia terlihat kelelahan karena sepertinya ia berlari untuk sampai ke sini. Daffin menundukkan kepalanya. Bagaimana aku mengatakannya pada tante?

"Maaf tante aku tidak bisa melindunginya." Daffin terlihat sangat merasa bersalah.

"Apa yang kau katakan? Dia belum mati. Kita doakan saja agar dia cepat sembuh." Ibu Calista tidak menyalahkan Daffin dengan kejadian yang menimpa putri kesayangannya. Walaupun Calista putri semata wayangnya ia tetap tidak menimpakan semua kesalahan pada Daffin. Karena Calista yang tidak berhati-hati sendiri saat menyebrang.

Setelah selesai dengan penanganan di ICU. Calista dipindah di ruangan rawat inap. Mereka merasa lega karena Calista masih diberikan panjang umur. Kata dokter lukanya tidak terlalu parah sehingga tidak sampai melukai organ dalamnya. Ibu Calista berkali-kali mengucapkan terima kasih pada dokter itu.

"Daffin kamu sekarang pulang saja. Biar tante yang akan menjaganya." Daffin terdiam di tempatnya. "Tidak apa-apa kamu pulanglah." Daffin menganggukkan kepalanya.

"Maaf tante."

"Kenapa kau berkali-kali meminta maaf? Tante tidak menyalahkanmu kok. Ini memang Calista yang tidak berhati-hati." Ibu Calista tersenyum, ia masih bersyukur karena Tuhan tidak sampai merenggut nyawanya.

"Tapi jika saja aku berhasil menyelamatkannya, dia tidak akan terluka seperti ini."

"Sudahlah, tante tidak mau mendengarkanmu kalau kamu terus saja meminta maaf."

"Baiklah kalau begitu, aku pamit pulang dulu ya tante." Ibu Calista mengganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Kemudian Daffin pergi dari ruangan itu.

Setelah sampai di rumahnya, ia duduk termenung, ia kembali mengingat kejadian tadi.

"Kenapa saat mereka mengalami kecelakaan ada aku di sana. Dan juga aku tidak berhasil mencegahnya." Daffin memejamkan matanya ia kembali mengingat kejadian tiga tahun yang lalu. Saat itu kecelakaan Mandy membuatnya terlarut dalam kesedihan hingga suatu saat seorang gadis yang membantunya keluar dari bayang bayang kegelapan. Daffin mengeluarkan sebuah foto seorang gadis yang dulu pernah dipotretnya diam-diam.

"Kau yang membuatku merasa hidupku ada artinya."

Setelah ayah dan ibunya bercerai. Mandy kakak satu satunya bahkan meninggal dengan kecelakaan tragis yang menimpanya dan ia tidak akan pernah kembali. Daffin merasa hidupnya tidak berarti lagi, ayahnya tidak pernah memedulikannya. Sejak kecil ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayahnya. Hanya gadis itulah yang membuatnya merasakan kembali warna dalam hidupnya.

"Jangan melakukan hal itu lagi. Kau tidak boleh mengakhiri hidupmu begitu saja. Apakah hidupmu tidak ada artinya lagi bagimu?"

Kata-kata itulah yang membuatnya tersadar bahwa ia harus menjalani hidupnya dengan baik walaupun banyak hal yang menyakitkannya. Daffin tersenyum kecil, karena gadis itu mengira ia akan bunuh diri.

Daffin Bailey :
Keira, operasi Calista berjalan lancar dan sekarang sudah dipindahkan ke ruangan rawat inap.

Keira menerima pesan dari Daffin. "Kenapa harus memberitahukannya padaku?" Namun akhirnya Keira tetap membalas pesan dari Daffin itu.

Arquella Keira :
Ah syukurlah, kalau begitu besok aku akan menjenguknya lagi.

Keira tersenyum getir, pesan yang ia kirimkan baru saja tidak sesuai dengan kata hatinya. Ia menjadi takut jika Daffin ternyata tidak pernah menyukainya. Keira membaringkan tubuhnya di kasur sambil menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya. Ia membayangkan. Jika dipikir-pikir Calista itu cantik. Kalau dilihat dari mukanya sepertinya dia orang blasteran. Tunggu, tapi Daffin kan juga blasteran ayahnya kan orang Inggris. Aaah sudahlah, aku tidak tahu apa-apa.

Keira kemudian memejamkan matanya. Setelah dua jam Keira tidak bisa tidur ia terus terjaga semalaman. Keira melihat ke arah jam dindingnya.

"Ini sudah tengah malam." Keira kembali memejamkan matanya, ia membolak-balikkan badannya ia tetap tidak bisa tidur. "Akkh menyebalkan aku tidak bisa tidur." Keira menyingkirkan selimutnya dan beranjak dari tempat tidur.

Keira kemudian turun ke bawah, ia mengerutkan keningnya heran karena lampu di ruang keluarga menyala. Ia berjalan mendekati. Ia melihat Regan dan Rhenia sedang duduk di sofa sambil memakan camilan di tangannya. Keira melihat ke arah televisi. Mereka berdua sedang asyik menonton film horror. Keira kemudian tersenyum jahil. Ia berjalan mengendap-ngendap dan sembunyi di belakang sofa. Keira menyentuh leher Rhenia dengan pelan. Lalu ia kembali menyembunyikan dirinya. Rhenia memegangi lehernya.

"Kak, sepertinya ada yang menyentuh leherku." Rhenia mulai ketakutan.

"Perasaanmu aja kali." Regan masih tetap tenang dan tidak merasakan apa-apa. Rhenia sudah berkali-kali merasakan lehernya disentuh.

"Kak jangan-jangan ada hantu di rumah ini." Rhenia mencengkeram lengan baju Regan sambil menoleh ke sana ke mari dan ia tidak melihat siapa pun selain dirinya dan Regan.

"Jangan bicara yang aneh-aneh deh. Mana mungkin ada hantu di rumah ini. Kalau takut nonton film horror kamu sebaiknya tidur aja sana." Rhenia kemudian melepaskan cengkeramannya. Ia sedikit takut ditambah suara musik dari film horror itu serasa rumahnya menjadi menakutkan.

"Tidak aku masih mau nonton." Rhenia bersikeras tidak mau pergi walaupun ia sebenarnya takut kalau di rumah ini benar-benar ada hantu.

Keira menahan tawanya melihat Rhenia yang ketakutan. Namun tiba-tiba saja ada sesuatu yang menyentuh pundaknya. Ia mematung di tempatnya dan wajahnya memucat. Keira menoleh ke belakang.
"Huaaa." Keira berteriak sambil memejamkan matanya. Regan dan Rhenia langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Hah, kalian ini ngapain malam-malam di sini? Kenapa tidak tidur." Keira membuka matanya dan ternyata mama Keira sudah berdiri di belakangnya.

"Keira?" Regan dan Rhenia heran melihat Keira sedang berjongkok di belakang sofa.

"Oh jadi kamu ya yang dari tadi nyentuh leherku." Keira hanya tersenyum dan ia akhirnya tidak bisa berbohong.

"Kalian cepat tidur sana. Ini sudah malam loh." Mama Keira langsung mematikan televisi dan membuat Rhenia memanyunkan bibirnya. Kemudian mereka berjalan ke kamar masing-masing. Sebelum itu Regan membisikkan sesuatu di telinga Keira.

"Hati-hati lho di rumah ini beneran ada hantu." Keira bergidik ngeri. Regan tersenyum puas melihat Keira yang ketakutan sendiri.

Haii!! Jangan lupa untuk vote dan comment ya^^

See you~

Started in the Library [END]Where stories live. Discover now