64 - Mencoba Melepaskan

28 6 14
                                    

"Keira, apa kau pernah menyukai cowok menyebalkan itu?" Keira lalu menoleh ke arah Daffin.

"Hei itu sudah masa lalu. Tidak usah dipikirkan." Namun reaksi Daffin malah menatap Keira dengan tatapan cemburu. "Enn, tenang saja aku hanya menyukaimu kok. Iya kan?" Keira menggaet lengan Daffin dan memasang ekspresi gemas. Daffin mencubit pipi Keira.

Daffin mengaitkan jari-jari tangannya di tangan Keira. Mereka bertatapan dan saling melemparkan senyum. Daffin menggenggam tangan Keira dengan erat. Sesaat kemudian Daffin melihat seseorang dari jauh yang berjalan ke arah mereka, ia langsung mengenali orang itu. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya. Menyadari Daffin yang tiba-tiba berhenti, Keira ikut berhenti. Keira menatap Daffin dengan penuh tanda tanya.

"Ah sebentar, ada sesuatu di pipimu."

"Eh." Keira langsung memegang wajahnya. Daffin memegang pipi Keira, namun tiba-tiba sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Keira.

Keira terkejut dengan perlakuan Daffin yang tiba-tiba, seketika wajahnya langsung memerah dan jantungnya berdegup dengan cepat.

"Kamu.." Keira memegang pipinya yang memerah, ia berjalan cepat mendahului Daffin karena malu. Namun sesaat kemudian langkahnya terhenti karena ada seseorang yang berdiri tepat di depannya. Ia melihat Vian yang menatap Keira dengan tidak percaya. Keira membelalakkan matanya. 'Dia pasti melihatnya tadi'

Kemudian Vian akhirnya memaksakan senyumnya. "Ah Keira sedang apa kau di sini?" tanya Vian berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

"I-itu, aku sedang jalan-jalan." Vian hanya mengangguk, ia melihat Daffin mencium pipi Keira tadi. Ia pasti sudah menduga mereka bukan sekedar teman ataupun sahabat.

"Kalau begitu aku duluan ya." Vian melambaikan tangannya ke arah Keira kemudian berjalan menjauhi Keira dengan perasaan yang sangat menusuk hatinya. Keira melihat punggung Vian yang menjauh, ia terlihat sangat menyedihkan. Yang akhirnya perlahan sudah tidak terlihat oleh pandangan Keira di malam yang gelap. Daffin tersenyum puas melihat Vian yang sepertinya harus mundur.

Keira melirik ke arah Daffin dengan penuh selidik, Daffin langsung memalingkan mukanya.

"Tadi kau sengaja ya?"

"Tidak. Salah sendiri dia ada di situ." Daffin berjalan mendahului Keira, Keira hanya bisa menghela napas melihat tingkah Daffin.

"Hei tunggu aku." Keira berlari kecil menyusul Daffin.

Vian menoleh ke belakang, ia tersenyum pahit. "Aku akhirnya tidak punya kesempatan lagi," Vian kembali berjalan di tengah kegelapan dengan lesu. Suasana di malam ini sesuai dengan suasana hatinya, suasana yang sepi dan dingin seolah memang hadir untuk menambah kesepian di hatinya.

Sesampainya di rumah Keira buru-buru menelpon Della. Akhirnya Keira memutuskan untuk bertemu langsung dengan Della. Keira duduk di sebuah ayunan di taman dekat rumahnya. Hanya ada ia sendiri yang berada di taman itu.

"Keira?" Keira langsung menengadahkan kepalanya untuk melihat Della. Keira bangkit dari duduknya dan tiba-tiba memeluk Della. "Eh? Ada apa denganmu Keira? Apa kau sedang ada masalah?" Keira menggelengkan kepalanya.

"Maaf Della karena sudah salah paham terhadapmu." Della menatap Keira dengan bingung, tidak mengerti maksud dari perkataannya.

Akhirnya Keira menjelaskan situasi yang terjadi. "Seharusnya aku tidak pernah curiga kalau kamu tidak akan melakukan hal seperti itu padaku. Maafkan aku Della." Della kembali memeluk Keira.

"Aah tidak apa-apa. Kau dari dulu adalah sahabatku, aku tidak akan mengkhianatimu." Della menepuk-nepuk punggung Keira.

"Benarkah?" Della menganggukkan kepalanya, Keira memeluk Della dengan sangat erat.

Started in the Library [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang