#11 Serangga

711 146 49
                                    

Jungkook menatap dua undangan itu secara bergantian. Lelaki itu lantas mengembuskan napas berat, pertanda tak bisa memutuskan akan pergi ke mana. Hari ini biasa ia dedikasikan untuk Soojin dengan pergi ke Busan. Ditambah dengan acara sekolah triplets. Namun, ia juga harus datang, menjadi seorang pemateri di sebuah seminar. Ia lupa jika hari orang tua jatuh pada tanggal 8. Itu sebabnya ia malah menerima tawaran tersebut.

Kali ini Jungkook meletakkan kedua undangan itu, menarik pelan rambutnya untuk mencari solusi. Ia sungguh bingung karena kedua acaranya sangat penting. "Astaga, kenapa aku tidak bisa memutuskannya?"

Jungkook mengatur napas, meraih ponselnya untuk menghubungi penyelenggara acara itu. Ada sisa waktu sekitar satu setengah hari. Ia harap, mereka bisa mengundurnya atau mungkin membatalkannya. Acara triplets jauh lebih penting untuknya. Ia tak mungkin memilih seminar itu dibanding anak-anaknya.

"Yeobseyo?" Jungkook membaca kembali surat undangan dari sekolah triplets sembari menunggu jawaban dari lawan bicaranya. Ia sebenarnya ingin melarang triplets datang ke sana. Namun, ia merasa itu cukup tak adil. Apalagi, triplets juga punya orang tua meski tak utuh seperti yang lain.

"Dengan Jungkook-ssi?"

"Ne, saya ingin menanyakan soal seminar itu. Apa bisa ditunda? Saya memiliki acara mendadak yang tak bisa dilewatkan."

"Ah ... Saya baru saja akan memberitahu mengenai seminar tersebut. Tanggalnya sudah dijadwalkan ulang menjadi minggu depan karena kecerobohan penyelenggara acara. Kami akan kirimkan kembali undangannya."

Jungkook mengembuskan napas lega. Setidaknya, ia tak perlu meninggalkan acara penting untuk triplets demi pekerjaan. Apalagi, ia sudah berjanji akan mencurahkan seluruh kasih sayang juga waktunya pada 3 malaikat kecil itu.

Jungkook tersenyum saat knop pintu beberapa kali mengarah ke bawah. Ia cukup yakin, pasti Jihyun pelakunya. Si sulung memang sering mencarinya saat tidur siangnya selesai.

Dengan muka bantal juga mulut menguap, anak laki-laki itu berjalan menuju meja sang ayah. Ia mengulurkan kedua tangan mungilnya, membuat Jungkook meletakkannya di pangkuan.

"Tidurmu nyenyak?" Jungkook merapikan rambut tipis Jihyun kemudian mengecup pucuk kepalanya. Harum shampo beraroma stroberi itu membuat lelaki itu tersenyum. Ia memastikan triplets keramas secara rutin agar rambut mereka lembut.

Jungkook terkekeh saat Jihyun menyandarkan kepala pada dada bidangnya. Ia yakin, Jihyun pasti melanjutkan tidur siangnya. "Baiklah, lanjutkan tidurmu."

Jungkook sebenarnya merasa bersalah pada Jihyun. Sebagai seorang anak sulung, tentu membuat Jihyun lebih sering mengalah. Bahkan, anak laki-laki itu jarang menggenggam tangan atau meminta bantuannya. Jihyun cenderung diam dan melakukan segalanya sendiri. "Hyunie, sesekali kau boleh marah pada Adikmu, atau bersikap manja pada Ayah. Ayah juga menyayangimu."

Jungkook pernah mengajak Jihyun ke psikolog. Namun, tak ada masalah apa pun pada anak laki-laki itu. Jihyun hanya terlalu pemalu hingga tak banyak bicara. Mungkin, ia akan bicara pada orang yang benar-benar dekat dengannya.

Ah, aku emosional lagi, batin Jungkook. Ia memang terkadang ingin menangis jika melihat Jihyun. Dulu, saat belajar bicara, ia pikir Jihyun mengalami keterlambatan. Ternyata tidak, Jihyun bisa bicara. Namun, sesekali ia seperti tak mengerti ingin mengungkapkan apa yang ia rasa. Jadi, perlahan Jungkook harus membimbingnya.

👶🏻👶🏻👶🏻

Tzuyu fokus mengantarkan makanan-makanan itu ke meja pelanggan. Ia memang masih punya sisa dari uang yang Jungkook berikan. Namun, ia ingin membantu ibunya Joie. Ia malu karena sudah kabur beberapa tahun lalu. Ia harap, dengan membantu seperti ini, kesalahan itu bisa perlahan terhapus. Meskipun, ia yakin itu pasti mustahil. Ia akan tetap ingat soal kesalahan itu.

Lithe✅Where stories live. Discover now