#51 Wedding Dream.

625 115 21
                                    

Heesung meletakkan lipstik itu pada meja Jungkook. Tak butuh waktu lama untuknya mencari tahu. Apalagi, ia memiliki cukup banyak koneksi untuk dimintai bantuan.

"Bagaimana?"

Heesung menggeleng. "Hanya ada sidik jari kau dan aku. Tidak ada sidik jari orang lain."

Jungkook mengerutkan dahi, menatap kembali lipstik itu. Ukiran khas itu sungguh membuatnya berpikir jika mungkin saja, Soojin masih hidup. Namun, dugaannya dipatahkan oleh kenyataan. Pasalnya, kecil kemungkinan jika dugaannya itu terjadi.

Mungkin lipstik itu ada di lemari dan Tzuyu tak sengaja memindahkannya. Tapi, bukankah seharusnya sidik jari Tzuyu juga ada di sana? Mustahil jika tidak terdeteksi.

"Jungkook?" Heesung mengernyit heran. Pasalnya, lelaki itu terus diam sembari memutar-mutar lipstik itu dengan jari. Jungkook benar-benar larut dalam asumsi-asumsi yang muncul seiring dengan munculnya lipstik dan teror itu. Ia juga mengaitkannya dengan kehadiran Jisu. Namun, baginya tidak mungkin. Sebab, hatinya tak merasa jika gadis itu adalah Soojin.

"Kau bisa kumpulkan informasi mengenai Jisu? Aku ingin yang sangat lengkap."

"Baiklah."

"Ah, matta." Jungkook beranjak saat mengingat sesuatu. Permasalahan teror itu nampaknya cukup mendistraksi Jungkook. Ia sampai lupa soal rencana pernikahannya. Setelah beberapa hari pertemuan mereka dengan keluarga Jungkook, Tzuyu sudah setuju. Apalagi, ibunya meminta gadis itu untuk menikah dengannya.

Ia jadi ingat saat dulu, ia membawa Soojin ke rumah. Sang ibu terlihat begitu tak suka bahkan selalu memberikan tatapan sinis juga kalimat-kalimat yang tajam. Namun, lain halnya saat Tzuyu yang datang. Sang ibu menerimanya dengan terbuka, tanpa menanyakan apa pun.

Ia tak pernah bertanya alasan orang tuanya menolak. Sebab, setelah itu ia langsung pergi dari rumah, memutus segala hubungan dan hidup bersama Soojin. Lalu kali ini, ia tak punya keberanian untuk bertanya. Apalagi, sudah ada Tzuyu. Rasanya tidak baik jika ia terus mengungkit soal Soojin.

👶🏻👶🏻👶🏻

Joie meletakkan segelas air juga obat yang harus Tzuyu minum. "Aku tidak mau kau mati."

"Astaga, mulutmu itu."

Joie tersenyum tanpa dosa. Ia tahu betul bagaimana Tzuyu. Ia yakin, sang sahabat pasti berusaha keras menolak untuk minum obat. Ia heran kenapa Tzuyu tak begitu menjaga dirinya. "Pokoknya, kau harus minum obat. Apa kau begitu memedulikan orang lain sampai tidak memikirkan diri sendiri?"

"Tidak salah aku menganggapmu sebagai Eonni-ku." Senyum menghias wajah cantik itu. Baginya, suatu keberuntungan karena bertemu orang sebaik Joie dan ibunya. Meskipun saat ini keduanya agak merenggang, Joie tetap memperhatikannya.

"Ah ya, kau masih ingin bersamanya?" tanya Joie. Ia tahu, mengurusi hubungan Tzuyu bukan hal yang boleh ia lakukan. Terlebih, Tzuyu sudah dewasa dan percuma saja jika ia menasihatinya. Namun, ia sangat menyayangi gadis itu. Ia tak mau jika Jungkook memang bersekongkol dan pada akhirnya menyakiti Tzuyu.

"Dia baik, jangan khawatir."

"Kau ... Tidak curiga?" Gadis itu menarik kursi agar lebih dekat dengan Tzuyu. "Maksudku, soal gadis yang kini bekerja bersama pria itu. Aku hanya takut dia adalah Soojin yang menyamar."

Tzuyu terkekeh. Hidup ini bukanlah sebuah drama fantasi di mana seseorang yang mati bisa kembali hidup dengan wajah berbeda. Namun, menurutnya tak menutup kemungkinan itu bisa saja terjadi. Apalagi, saat ini teknologi begitu canggih. Dengan operasi, seseorang bisa berubah drastis.

Lithe✅Donde viven las historias. Descúbrelo ahora