#33 Cookies

678 126 17
                                    

Minseok menatap sebuah foto di tangannya. Pertemuan dengan Jina dan Jisung tempo hari, membuatnya semakin bertanya-tanya bagaimana kabar sang putri. Sudah lama ia tak mendengar kabar lagi dari Soojin. Terakhir kali, yang ia tahu Soojin sedang menunggu kelahiran bayinya.

"Eomma, hari ini aku pulang larut. Aku harus pergi ke suatu tempat."

Minseok segera menyembunyikan foto tersebut, berusaha bersikap biasa meski ia tahu, Joie akan menyadari rasa panik yang kini menyelimutinya.

"Eomma baik-baik saja? Sudah kukatakan, berhenti terlibat secara langsung. Eomma sudah punya karyawan sekarang. Untuk apa tetap memasaknya?"

Minseok tersenyum kemudian mengusap halus pipi sang putri. "Eomma tidak bisa lepas tangan begitu saja. Tenanglah, Eomma masih kuat."

"Baiklah, aku berangkat dulu."

Minseok terus menatap punggung Joie. Terbesit rasa bersalah sebab harus menutupi sebuah kebenaran besar. Namun, menurutnya itu lebih baik. Meskipun, ia yakin suatu saat kebenaran itu akan terungkap, cepat atau lambat.

Eomma tidak berniat membohongimu, Joie, tapi menurut Eomma, lebih baik kau tidak mengetahuinya.

Joie menghentikan langkah kemudian menghubungi nomor Tzuyu. Ia harap, sahabatnya memiliki waktu luang untuk menemaninya. Namun, mengingat pekerjaan Tzuyu sekarang, ia kurang yakin jika Tzuyu bisa menemaninya.

"Eoh, joie-ya. Wae?"

"Tzuyu, aku akan ke Busan untuk bertemu saksi yang ada di dokumen ini. Kau bisa menemaniku?"

"Mianhae, hari ini aku harus menjaga triplets. Ayah mereka sangat sibuk. Bagaimana jika kita pergi akhir pekan saja?"

"Aku sudah terlalu penasaran, Tzuyu. Aku akan pergi sendiri saja."

"Ne, mianhae."

Joie menghela napas sembari menatap ponselnya saat sambungan itu terputus. Memang, hanya ia sendiri yang bisa mengungkap kasus sang ayah. Ia takkan menunggu waktu. Selagi ia mampu, ia akan menyelidikinya sampai menemukan titik terang.

👶🏻👶🏻👶🏻

Tzuyu tersenyum kemudian mengangkat kukis itu dari oven. "Triplets, kukisnya sudah matang."

Teriakan Tzuyu tentu membuat mereka segera meninggalkan mainan mereka. Mata mereka membesar, senang dengan hasil yang ada. Apalagi, mereka juga membantu Tzuyu menghias kukis itu.

"Wah, ini punya Jisung." Jina tertawa meledek. Sebab, kukis satu itu terlihat cukup berantakan. Tentu, ini membuat Jisung berteriak kemudian menangis. Ia kesal karena Jina mengejeknya.

"Punya Jisung juga bagus. Jangan menangis." Tzuyu segera menggendong balita itu. Jisung memang mudah menangis. Itu sebabnya, Jina sangat suka menggodanya hingga menangis.

"Jina, kau tidak boleh seperti itu."

Jina mencebik sebab Jihyun malah protes padanya. "Oppa menyebalkan."

"Ayo duduk, kita susun kukisnya di toples," ujar Tzuyu. Ia masih memangku Jisung agar balita itu tak menangis lagi. "Jisung mau membantu?"

"Iya."

"Baiklah, ayo isi toples ini. Jihyun, kau tidak akan ikut?" Tzuyu tahu, jawaban balita itu pasti sebuah penolakan. Namun, tak ada salahnya mencoba. Lagi pula, cepat atau lambat, ia yakin Jihyun akan luluh.

Lithe✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang