#41 사랑해

693 145 36
                                    

Jungkook masih di sana, duduk di depan kamar rawat Tzuyu. Ia bisa bernapas lega karena saat ini Tzuyu sudah melewati masa kritisnya. Ia sempat khawatir karena dokter mengatakan Tzuyu kehilangan banyak darah dan tulang rusuknya patah karena terbentur. Untung saja cederanya tak terlalu parah. Jadi, Tzuyu tak memerlukan operasi. Ia hanya perlu menunggu sampai Tzuyu kembali sadar.

Lelaki itu nampak kusut. Bagaimana tidak? Jasnya terlihat kotor dengan noda darah. Wajahnya sembab dengan rambut yang tak terlihat rapi. Ia tak peduli pada tatapan orang-orang yang melintas. Yang ada di pikirannya hanya satu, Tzuyu. Bahkan, ia tak makan atau minum sejak ada di sana.

Jungkook beranjak. Setelah mengumpulkan banyak keberanian, ia putuskan untuk masuk. Ia mendorong pintu geser itu, tersenyum saat mendapati Tzuyu tertidur dengan perban melingkar di kepala, oksigen di hidung, juga infus yang terpasang di tangan. Gadis itu bahkan masih terlihat cantik meski dengan kondisi saat ini.

"Selamat pagi, Tzuyuku." Jungkook duduk di kursi yang ada di sana, meraih punggung tangan Tzuyu lalu mengusapnya perlahan. "Maaf, pagi ini aku tidak membawa apa pun. Kau tidak akan marah padaku 'kan?"

Jungkook berharap akan ada respon. Sudah hampir satu hari Tzuyu memejamkan mata. Andai kemarin ia datang lebih cepat, semua ini mungkin tidak akan terjadi. Namun, ucapan Tzuyu soal hidup tanpa penyesalan, membuatnya tak lagi ingin berandai-andai. Lagi pula, ia takkan bisa merubah masa lalu atau menggantikan Tzuyu.

Lelaki itu menempelkan punggung tangan Tzuyu pada pipinya kemudian tersenyum. "Tzuyu, kau sedang cosplay menjadi sleeping beauty?"

Jungkook menoleh saat seseorang membuka pintu. Ia lantas mengerutkan dahi saat Heesung tiba dengan paper bag di tangan. Selanjutnya, ia beranjak untuk menerima paper bag berisi pakaian itu. "Gomawo. Bagaimana dengan triplets?"

Jungkook menoleh ke arah Tzuyu kemudian kembali menatap Heesung. "Mungkin ... Lebih baik kita bicara di luar."

Ia tak mau membuat Tzuyu khawatir. Apalagi, ia yakin soal kondisi triplets saat ini. Andai bisa, ia juga akan membawa mereka untuk melihat kondisi Tzuyu. Namun, itu sangat mustahil.

Mereka kini duduk di kursi panjang yang tersedia di depan ruang rawat Tzuyu. Kemudian, Jungkook memberi tanda pada Heesung untuk menjawab pertanyaannya tadi.

"Jihyun sepertinya sangat sedih. Dia tidak mau tidur dan terus mengatakan dia akan menggunakan semua voucher keinginannya agar Tzuyu cepat sembuh." Heesung merogoh sakunya, menunjukkan beberapa robekan kertas yang diberikan oleh Jihyun. "Dia juga tidak mau memakan sarapannya. Dia bilang, dia ingin nasi kepal buatan Tzuyu. Aku sudah memastikannya untuk makan tadi."

Jungkook tersenyum menatap robekan-robekan kertas itu. Ia hanya tahu jika Tzuyu tengah berusaha mengambil hati Jihyun. Namun, ia tak tahu Tzuyu akan melakukan hal ini.

Tzuyu, kau mau mengabulkan keinginan Jihyun 'kan? Dia menggunakan semua voucher keinginan yang kauberikan.

"Dia bilang, Bibi Tzuyu harus cepat pulang ke rumah."

👶🏻👶🏻👶🏻

Dengan wajah yang pucat, Tzuyu masih bisa tersenyum. Ia mendengarkan cerita Jungkook soal Jihyun juga hal yang lain. Lelaki itu nampak bersemangat menceritakan segala hal hingga Tzuyu merasa jika yang di depannya saat ini bukan Jungkook, tapi Jisung. Bahkan, ekspresinya tak beda jauh dari Jisung saat menceritakan sesuatu. Ia sampai melupakan fakta jika 2 pria berbeda usia itu memang ayah dan anak.

Tzuyu menggunakan bahasa tubuhnya untuk meminta Jungkook menaikkan ranjangnya. Ia sudah pegal terus berbaring. Namun, ia tak bisa tidur menyamping karena perasaan takutnya jika rasa sakit itu akan terasa.

Jungkook tersenyum kemudian mengabulkan permohonan Tzuyu. Ia mengerti kenapa gadis itu memilih menggunakan bahasa tubuh dibanding bicara. Cedera itu pasti membuat Tzuyu takut untuk bicara. Apalagi, sata baru bangun tadi, Tzuyu terus menangis. Ia yakin rasanya pasti begitu menyakitkan.

"Ah ya, temanmu itu ... Eum, siapa ya? Ah, Joie. Dia sempat kemari tadi, tapi dia pulang lagi karena akan bekerja. Dia ingin meminta maaf karena membuatmu seperti ini."

Tzuyu tersenyum. "Dia memang seperti itu."

Suara Tzuyu terdengar begitu kecil hingga membuat Jungkook harus mendekatkan telinganya. Namun, lelaki itu justru mencuri kesempatan untuk memberikan kecupan manis di bibir sang kekasih. Ia tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya saat berhasil, membuat Tzuyu menggeleng.

"Kau tahu? Aku begitu takut kemarin. Tapi, syukurlah, sekarang kau baik-baik saja. Apa masih terasa sakit? Dokter bilang cederanya akan sembuh dalam waktu tiga sampai enam bulan. Jadi, aku akan mengawasimu agar tidak mengerjakan apa pun. Kau harus cepat sembuh."

Tzuyu sempat berpikir jika ia akan benar-benar kesepian. Bahkan, ia berpikir jika ia mati pun, takkan ada yang peduli. Namun, semua dugaannya dipatahkan oleh lelaki yang kini terus bercerita untuk menghiburnya.

Ya, Jungkook. Ia sungguh-sungguh soal ucapannya jika Tzuyu sangat berharga. Bahkan, dari wajah Jungkook yang masih terlihat bengkak, Tzuyu merasa sangat beruntung bertemu dengan sosok lelaki seperti dirinya. Meskipun, awalnya ia cukup kesal pada Jungkook.

"Terima kasih." Jungkook meletakkan sebuah meja di atas ranjang, mulai meletakkan mangkuk bubur di sana. Namun, lelaki itu terkekeh saat melihat respon tak suka dari Tzuyu. Ia lantas mengusap halus pipi gadis itu. "Kau tidak suka ini? Tapi kau harus makan lalu minum obat."

Tzuyu menggeleng pelan. Namun, Jungkook tak menurutinya. Ia tetap akan menyuapi Tzuyu bubur itu. Lagi pula, gadis itu tetap harus minum obat. Begitu pikir Jungkook.

"Hanya satu suap," ujarnya saat Tzuyu menolak. Namun, ucapannya hanya sebuah kebohongan. Ya, ia akan pastikan bubur itu habis sedikitnya setengah mangkuk. Biasanya ini akan ampuh untuk Jina jika sakit.

Aku jadi merindukan Appa.

Melihat bagaimana lelaki itu berusaha keras agar ia membuka mulut, sungguh mengingatkan Tzuyu pada sang ayah. Sama seperti saat ia terkena demam berdarah dan tifus. Sang ayah akan mengatakan itu adalah suapan yang terakhir. Padahal, masih ada suapan-suapan berikutnya sampai mangkuk bubur itu kosong.

"Aku janji, setelah sembuh kau boleh meminta makanan apa pun."

Tzuyu tersenyum, mengatakan kata minuman dengan tangan. Tentu, ini membuat Jungkook langsung paham kemudian menggeleng.

Jungkook berdesis. Bahkan, saat sakit pun gadis itu masih memikirkan soal minuman. "Aku bilang makanan, Tzuyu."

Tzuyu ingin sekali tertawa melihat raut kesal. Namun, rasa ngilu yang mulai terasa kembali, membuatnya tak ingin tertawa sedikit pun. Bahkan, sejak tadi ia memeluk bantal untuk mengurangi rasa sakitnya.

"Ini yang terakhir." Jungkook mengatakan kalimat yang sama saat Tzuyu menutup rapat mulutnya. Bubur itu terasa hambar. Tentu bagi Tzuyu yang terbiasa makan dengan rasa yang sangat beragam, makanan ini begitu menyiksa. Ia ingin sekali pulang ke rumah jika memungkinkan.

"Kau tahu? Soo–" Jungkook segera menggeleng kemudian memukul bibirnya. "Maksudku, triplets. Kau ternyata sama seperti mereka saat sakit. Tidak mau makan apa pun. Kau harus makan untuk mendapat tenaga. Ayo makan lagi."

Tzuyu mendorong sendok itu lalu menggeleng. Wajahnya cemberut sebab Jungkook terus menyuapinya meski mengatakan itu suapan terakhir.

"Aku janji, ini yang terakhir. Selanjutnya minum obat dan istirahat."

"Aku mencintaimu."

Jungkook terkekeh mendengar kalimat Tzuyu. "Astaga, kau sepertinya mudah mengatakan itu jika sakit. Tapi aku tidak akan berharap kau sakit lagi. Kau harus terus sehat dan bahagia."

👶🏻👶🏻👶🏻👶🏻👶🏻

23 Sep 2021

Lithe✅Where stories live. Discover now