#26 Masih dengan Penolakan

716 148 11
                                    

Jungkook tersenyum saat mendapati Tzuyu tidur di ruang tengah sembari memeluk Jihyun. Ia tak tahu kapan tepatnya itu terjadi. Namun, ia bahagia karena Jihyun nampaknya mau menerima Tzuyu.

Ah, matta, aku harus temukan buku harian Soojin. Baiklah, aku akan mencarinya nanti, gumamnya dalam hati. Insiden yang terjadi juga kesibukannya, membuat pria Jeon itu sampai lupa jika ia harus menemukan buku harian itu. Bukan karena ia ingin menemukan gadis yang Soojin maksud. Ia hanya penasaran siapa yang pernah memberi Soojin sandwich. Sebab, hatinya mengatakan jika itu adalah Tzuyu.

Tzuyu mengerjapkan mata. Namun, matanya segera membulat saat tatapannya bertemu dengan tatapan hangat dari lelaki yang kini memberikan selimut untuknya. Ada getar asing yang membuat tatapannya kini terkunci pada lelaki itu. Terlebih, saat Jungkook memberi senyum manis padanya.

Tidak, Tzuyu. Kau hanya terkejut karena kalian terlalu dekat.

Mata gadis itu mengikuti pergerakan Jungkook yang kini duduk di sampingnya, bertingkah seolah tak melakukan apa pun. Ia lantas membuka laptopnya, bersiap mengerjakan beberapa dokumen yang mungkin perlu ia perbaiki. Ia juga berencana membangun perusahaannya jika sudah mendapat pinjaman. Jadi, sudah dapat dipastikan sesibuk apa lelaki itu.

"Kau akan menatapku terus? Apa pagi ini aku terlihat berbeda?" tanya Jungkook. Matanya tetap tertuju pada layar laptop tanpa menoleh sedikit pun ke arah Tzuyu.

"Jangan terlalu percaya diri. Aku menatap jam," elak Tzuyu. Ia memejamkan mata, merutuk dirinya yang malah terus menatap lelaki itu seolah tersihir oleh pesonanya. Tidak, Tzuyu tak mau menelan bulat-bulat ucapannya. Lagi pula, ia tak tersakiti oleh perasaannya sendiri. Apalagi, ia yakin Jungkook akan menemukan sosok gadis yang akan dijadikan pasangan hidupnya.

Jungkook yang tahu letak jam dindingnya, tentu tersenyum. Ia yakin, Tzuyu memang terus menatapnya tadi. Padahal, ia hanya menyelimutinya. Apa itu membuat Tzuyu salah tingkah? Sepertinya salah tingkah tak ada dalam kamus gadis seperti Tzuyu.

Jungkook menutup laptopnya. "Sarapan pagi ini aku sudah pesan. Tidak perlu memasak apa pun."

"Baguslah, dengan begitu, kalian tidak akan terlalu terbiasa dengan masakanku." Sungguh, ini kalimat yang tidak ingin Tzuyu katakan. Namun, saat ini saja Jihyun sudah menolaknya. Akan sangat mustahil jika ia akan benar-benar jadi bagian penting keluarga kecil itu. Astaga, apa yang baru ia pikirkan?

"Kau terlihat lelah, Tzuyu. Aku tidak mungkin membiarkanmu turun ke dapur. Apa semalam Jihyun terbangun?"

Tzuyu segera mengangguk. "Dia sempat demam, tapi sekarang dia sudah baik-baik saja."

Jungkook sebenarnya tahu. Namun, ia tak langsung menghampiri Jihyun. Ia akan mendekatkan Tzuyu dan Jihyun dengan cara apa pun. Sebuah kesalah pahaman sudah membuat Jihyun menjauh dari gadis itu. Rasanya sakit saat mendengar kalimat Tzuyu semalam. Tzuyu memang setulus itu dan ia bisa merasakannya. Berbeda dari gadis-gadis yang sebelumnya pernah mendekatinya. Mereka tak disukai oleh triplets.

Bukankah takdir terlalu jahat padamu, Tzuyu? batinnya. Ia tak bisa bayangkan seberapa terpukulnya Tzuyu saat satu demi satu orang yang ia cintai dengan tulus, pergi begitu saja. Termasuk saat Jihyun mulai menolaknya dan menyalahkan jika Tzuyu adalah orang yang membuat ibu mereka tiada. Padahal, semua itu adalah salahnya. Andai dulu ia berhasil membujuk Soojin, semuanya takkan serumit saat ini. Ia akan hidup bahagia dengan keluarga kecilnya.

Namun, baru kali ini ia merasa jika kehilangan justru membawanya ke jalan yang lebih bahagia. Ia takkan menyesal jika pada akhirnya justru dipertemukan dengan gadis itu.

Pertanyaan soal bertemu dengan orang yang tidak tepat, mulai terngiang lagi di telinganya. Ia juga sempat bertanya-tanya apa ia bertemu dengan orang yang tidak tepat hingga hidupnya berakhir sangat menyedihkan? Namun, terlepas dari semua itu, ia akan melanjutkan hidupnya seperti yang Tzuyu katakan, hidup tanpa penyesalan.

👶🏻👶🏻👶🏻

Tzuyu merendahkan tubuh kemudian memberikan secarik kertas dengan tulisan 'wish card' pada Jihyun. "Kau bisa menyimpannya atau menggunakannya sekarang. Semalam kau yang menang."

Jihyun menatap kertas itu kemudian tersenyum. Ia mendongak lalu menggeleng. "Aku akan menyimpannya."

Jihyun, kau tidak akan memintaku pergi 'kan? Tolong jangan lakukan itu, batin Tzuyu. Namun, jika itu keinginan Jihyun, ia akan melakukannya. Ia sudah berjanji akan mengabulkan apa pun keinginan Jihyun. Jika ia tak melakukannya, Jihyun takkan percaya padanya lagi.

Dering ponsel membuat Tzuyu menggulir matanya malas. Ia mengambil beberapa langkah, menjauh dari Jihyun yang kini duduk di tepi ranjangnya.

"Aku sudah katakan jangan hubungi aku lagi 'kan? Kenapa begitu keras kepala? Kita tidak punya hubungan apa pun," ujar Tzuyu. Ia mengepalkan tangan, mencoba untuk menahan kemarahan yang akan ia keluarkan. Ia tak akan membiarkan Jihyun mendengarnya berteriak. Itu benar-benar tidak baik.

Tzuyu segera memutus sambungan telepon itu setelah mengungkap apa yang ingin ia katakan. Entah berapa banyak lagi uang yang akan sang ibu minta. Padahal, saat ia membutuhkan seseorang untuk mendekapnya, sang ibu malah seolah tak peduli. Lalu sekarang?

"Jihyunie, kau mau bermain?"

Jihyun segera menggeleng. Tentu saja ia menolak. Ia masih berpikir jika Tzuyu membuat ibunya pergi. "Aku ingin menunggu Ayah saja di sofa."

Senyum terutas di wajah cantik gadis itu. Ia lantas mengulurkan tangannya. Meskipun hatinya begitu hancur, ia takkan berhenti menyayangi anak semanis Jihyun. Ia tahu, anak itu berusaha melindungi adik-adiknya. Itu bagus. Ia harap, takkan ada orang yang menyakiti Jina dan Jisung selama Jihyun ada.

"Baiklah, kau menonton TV dulu, ya. Bibi akan membuat makan siang sebelum Jina, Jisung dan Ayah pulang. Kau mau makan apa?"

"Aku akan menunggu Ayah saja."

Tzuyu melangkah menuju meja makan. Ia memilih memainkan ponsel sejenak sebelum membuat makan siang. Menu yang Jina dan Jisung sukai sangat sederhana. Mereka sangat suka nasi kepal. Sementara, untuk Jungkook, ia akan tanyakan terlebih dahulu.

[Tzuyu, aku menemukan sebuah bukti baru selain kalung]
[Dia berasal dari Busan, tempat tinggal kita sebelumnya]
[Aku pasti akan menemukan dia]
[Dulu dia seusia kita, bukan?]

Tzuyu berusaha mengingat. Saat penangkapan, ia sungguh tak melihat jelas gadis itu. Ia hanya mengenali senyumnya saja. Ia sampai menyebutnya sebagai psikopat. Bahkan setelah membunuh pun, ia masih bisa tersenyum. Bukankah terlihat begitu menyebalkan?

Tzuyu selalu bertanya-tanya, kenapa ayahnya Joie harus mengalaminya. Itu terlalu kejam. Apalagi, yang ia tahu ayahnya Joie sangat baik. Tidak mungkin ada seseorang yang dendam padanya.

Aku rasa ada yang janggal dari kasus ini. Dulu aku terlalu kecil untuk protes bersama Joie karena kasusnya ditutup tanpa kejelasan dan pelakunya dibiarkan berkeliaran, batin Tzuyu. Jika benar pelakunya masih hidup, ia sungguh berharap Joie dan ibunya akan baik-baik saja. Ia tidak mau merasa kehilangan lagi. Sudah cukup sampai sang ayah. Ia tak mau kehilangan lagi.



👶🏻👶🏻👶🏻👶🏻👶🏻

14 Sep 2021

Lithe✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang