15. Brithday Girl

25 6 0
                                    

Selamat membaca dan semoga kalian suka dengan part yang aku tulis~










"Yang katanya temen dari kecil pun diembat juga."

"Maksud lo?"  tanya Jenderal.

Sementara diseberang sana Reano terlihat terkekeh. "Ngapain lo berdua disini disaat jam pelajaran? Bolos?" laki-laki itu menjeda lalu melangkahkan kakinya dua langkah.

"Bolos buat selingkuh?" lanjutnya.

Laras sudah ingin bergerak dari tempatnya setelah mendengar perkataan Reano namun, gerakan gadis itu terhenti karena Jenderal menahan tangan gadis itu agar tidak ribut dengan Reano.

"Kalo gue mau selingkuh enggak perlu harus kayak gini, secara terang-terangan aja. Atau gue bisa tunjukin ke orang-orang kalo Lana pacar gue dan Laras juga pacar gue!" kata Jenderal.

Tentu hal itu membuat Reano naik darah. "Bajingan—"

"Tapi gue enggak perlu harus selingkuh karena gue udah punya Lana dan selamanya hanya Lana." Jenderal menyela.

Reano terlihat mendecih sarkas. "Omongan cowok mana bisa dipercaya. Tapi kalo lo nyakitin Lana, jangan salahin gue kalo gue bakal ambil dia dari lo!"

Satu sudut bibir Jenderal terangkat keatas— tersenyum miring— lalu detik berikutnya terkekeh geli sambil melihat pantulan dirinya dicermin. Terkikik geli kala ia mengingat kembali bagaimana dengan percaya dirinya seorang Reano yang ingin merebut Lana dari dirinya.

"Tunggu gue mati Rean baru lo bisa milikin Lana!"

_**** 

Suara rintikan hujan diluar sana bagai mengalun merdu dipadukan dengan lagu ballad milik Risky Febian. Udara dingin malam itu berpadu dengan dinginya air conditioner di ruangan bernuasa coklat susu itu.  'Terasa hati gelisah' bait terakhir dari lagu seperti kisah pun telah usai dinyanyikan dan ini adalah lagu ke lima belas yang diputar di cafe itu, Jenderal tidak ingat betul berapa lama waktu yang dihabiskannya hanya untuk duduk melamun sambil memerhatikan sebuah kotak musik berwarna hijau tosca yang dipegangnya, sebuah kotak musik yang jika diputar akan membuat sebuah patung ballerina yang ada ditengah kotak itu menari berputar mengikuti alunan musik tersebut.

Sebuah kotak musik yang awalnya direncanakan untuk ulang tahun sang kekasihnya tiga hari yang lalu namun laki-laki itu baru bisa memberinya malam ini, bukan sebuah hadiah yang mewah bahkan bisa dibilang bukan sebuah hadiah karena dibungkus layaknya seperti hadiah saja tidak.

Jenderal menarik napas panjang lalu menyenderkan punggungnya kekursi, ntah sudah dua jam berlalu atau tidak namun yang pasti kini gadis yang ditunggunya sama sekali belum kelihatan batang hidungnya. Berpikir positif, mungkin hujanlah yang menghambat Lana untuk datang tepat waktu.

Mengambil ponselnya yang ada diatas meja, Jenderal membuka room chat dan memilih membuka pesan paling atas yang disematkannya.

Anda:
|Kamu dimana?
|Kamu kejebak macet karena hujan?
|Mau aku jemput aja?
19.23

Lana🌻:
|Jen, aku gak bisa temenin kamu nyanyi.
|Kan udah aku bilang aku harus temenin Rean Check-up.
21.47

Jenderal memang sengaja membohongi Lana perihal untuk pertemuan mereka dengan mengatakan untuk menemaninya tampil nyanyi di cafe.

"Lan, besok aku ada penampilan nyanyi kamu temenin aku, ya?!"

"Kamu minta temenin shaka atau gak Ajun aja ya, Jen. Aku gak bisa besok Rean harus check-up."

Meski dari awal pun Jenderal tau bahwa Lana tidak bisa menemaninya tapi laki-laki itu tetap kekeuh meminta sang pacar untuk menemaninya.

"Tampilnya malam, Lan."

"Iya meskipun malam—"

"Rean check-up gak bakal sampe empat jam kok."

Lana mendengus pelan. "Kalo sempet keburu ya, Rean check-up nya sore kalo kelarnya cepat aku bakal nyusulin kamu ke cafe."

Jenderal menghembuskan napas panjang  sambil menyandarkan punggungnya kekursi, dari awal pun feelingnya mengatakan bahwa Lana tidak akan datang menemuinya di cafe tapi demi sekotak musik berwarna hijau tosca ini dirinya tetap kekeuh menunggu padahal yang jelas terjadi adalah dia menunggu sesuatu yang jelas sia-sia. Diluar hujan masih turun dengan derasnya dan lagu milik Kunto Aji yang diputar tanpa ampun malam itu berhasil menusuk tajam-tajam kerelung hati laki-laki itu.

*****


Diluar hujan masih turun dengan derasnya sementara Lana masih terjebak macet bersama Rean, sudah hampir setengah jam dan Lana benci ketika waktu senggang yang dimilikinya malah tersita akibat kemacetan yang menyebalkan.

Sialan.

Lana masih menatap kearah luar kaca jendela mobil, menatap setiap tetes air hujan yang jatuh yang entah kenapa selalu mengingatkannya pada sosok Jenderal dan untuk persekian detik kemudian gadis itu merogoh saku tasnya—— mengambil ponsel—— lalu membuka aplikasi pengirim pesan sejuta umat lantas membuka pesan yang disematkan paling atas, Jenderal membaca balasan pesan dari Lana namun laki-laki itu hanya membacanya tanpa mau membalas kembali pesan tersebut.

Kemudian Lana mengecek info dibaca pesan tersebut. "tiga puluh menit yang lalu?" gumamnya pelan sekali.

Rean yang berada disebelahnya menoleh. "Apa?"

Lana menggeleng pelan dan pikirannya masih ada pada Jenderal ntah laki-laki itu sudah pulang atau masih berada di cafe. Ntahlah, memikirkannya membuat kepala Lana mendadak terasa pening dan ia masih memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi seperti, apakah kekasihnya sudah berada dirumah? Apakah kekasihnya masih tampil bernyanyi di cafe?  Jika iya itu terasa tidak mungkin karena Jenderal mengatakan bahwa ia hanya membawakan satu lagu dan satu hal yang paling menganggu pikirannya adalah laki-kaki itu mengatakan bahwa ia akan tetap menunggu Lana di cafe itu.

Memikirkannya membuat Lana berdecak pelan.

Dasar laki-laki keras kepala.

Dasar laki-laki bodoh.

Dasar laki-laki lugu.

Dan Lana ingin sekali mengocehin Jenderal sekarang jika memang benar bahwa laki-laki itu masih menunggu dirinya, dia sungguh bodoh.

Untuk beberapa saat Lana menyandarkan punggungnya kekursi mobil masih bergelut dengan pikirannya gadis itu yakin bahwa kekasihnya sekarang sudah berada dirumah dan mungkin laki-laki itu sudah tertidur pulas. Malas memikirkannya lantas gadis itu memejamkan kedua matanya dan hal yang pertama kali terbayangkan adalah senyuman lebar milik Jenderal, sebuah senyuman yang menyejukkan.

"Sial." umpat pelan Lana kemudian gadis itu membuka matanya lalu menegakkan tubuhnya lantas menoleh kearah Rean yang berada disampingnya kemudian berujar.

"Aku turun disini, kamu ada payung?"

Laki-laki yang ditanya mengangguk pelan. "Seharusnya ada. Kenapa kamu turun disini? Diluar hujan."

"Makanya itu aku butuh payung!"

"Kamu mau kemana Lan? Diluar hujan biarin aku ngantarin kamu pulang!"

Gadis didepannya itu terlihat menggeleng pelan. "Maaf, aku turun disini. Mendadak aku ada urusan." katanya setelah menyambar sebuah payung dikursi belakang.

Sementara Rean terlihat menghela napas pelan sembari melihat Lana yang perlahan berlalu dari pandangannya setelah membuka pintu mobil.

"Jenderal lagi?"

















Bersambung...

Jenderal Dan Semesta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang