37. Jarak

31 5 1
                                    

Enam bulan berlalu dan dalam bulan yang telah dilalui itu banyak hal yang telah terjadi, baik itu buruk atau pun tidak Lana telah melalui semua hal yang terjadi dalam enam bulan terakhir. Gadis itu semakin sibuk dia sekarang telah menjadi anggota relawan tetap. Tentu, menjadi relawan bukanlah sesuatu yang akan terbayangkan dalam hidupnya tapi kini hal yang tidak disangka itu telah terjadi pada dirinya.

"Arini, lo masih punya tenaga 'kan buat bantuin gue?!"

"Aku—–"

"Nggak usah ngeluh! Salah sendiri kenapa mau gabung jadi relawan kalo gak sanggup? Nggak ada yang nyuruh'kan?! Kemauan sendiri jadi jangan ngeluh capek, kerjaan kita masih banyak dan masih banyak orang yang harus kita bantuin!"

Lana terkesiap, meringis melihat Arini—–teman relawannya—– yang kena sembur Angga— senior mereka—– didepan para relawan yang lain.

"Tim medis buruan bawa obat-obatan dan persiapkan diri kalian, kloter ke-empat para korban banjir bandang lima menit lagi tiba ditenda pengungsian." Angga menyambar sebuah buku yang berisi daftar-daftar yang diperlukan dalam tenda pengungsian.

"Dia... Haruskah menegurku didepan anggota yang lain?" Arini menatap tajam sosok Angga yang mulai menghilang dari dalam tenda pengungsian.

"Lo kayak nggak tau Kak Angga aja, dia kan emang gitu tapi bukan berarti—–"

"Lana. Itu memalukan!"

Lana langsung terdiam. Dia tersenyum tipis kemudian mengusak punggung gadis disampingnya itu. "Udah ya, enggak apa-apa. Jadi gimana lo masih bisa bantu gue 'kan?"

****

Hari-hari terus berlalu dan benar kata Ajun bahwa kita tidak harus menunggu waktu, biarlah waktu berlalu dengan sendirinya.

"Lo itu gak harus nungguin waktu Lan, biarin waktu berlalu dengan sendirinya, waktu itu gak usah dikejar kalo kita hiraukan dan cari kesibukan percaya deh kita bakal lebih dulu berlari dari waktu." kata Ajun kala itu, sekitar satu tahun yang lalu.

Dan kini Lana benar-benar tidak mengejar waktu, membiarkan waktu itu berlalu sendiri. Gadis itu semakin aktif menjadi relawan sejak dua tahun yang lalu dan benar-benar tidak terasa bahwa waktu dua tahun benar-benar sesingkat itu.

"Susah banget sekarang dihubungin!"

"Iya, aku sibuk banget soalnya."

"Sesibuk itu sampe lupa sama aku?"

"Jen..."

"Hahaha."  terdengar suara tawa diseberang sana.

Lana tersenyum tipis merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang berada diUKS. "Kamu lagi istirahat? Latihannya udah selesai?"

"Hmm"

"Aku vidio call, ya?"

"Jangan."

"Kenapa Jangan?"

"Aku belom mandi."

"Emangnya ngaruh? Nggak apa-apa kali!"

"Bukan gitu," Jenderal menjeda diseberang sana. "Aku lagi gak pake baju loh ini!" alibinya dan Lana tau itu.

"Beneran? Aku pengen lihat boleh?" kata Lana tiba-tiba lantas tertawa. "Hahaha, bercanda." sambungnya.

Sementara itu, diseberang sana terdengar helaan napas panjang. "Malah bercanda! Padahal aku pengen lihatin hasil latihan aku selama ini!" serunya dengan nada kecewa.

"Ck! Kamu ya,"

"Haha aku juga bercanda. Ngomong-ngomong kamu lagi dimana? Kedengerannya rame banget."

"Aku lagi ditenda pengungsian. Hari ini capek banget tau gak?!"

"Ternyata jadi relawan secapek itu ya?"

Lana mengerjapkan kedua kelopak matanya yang sayu, sejujurnya dia sudah mengantuk, seluruh tubuhnya terasa lelah. "Hm, tapi rasa capek itu terbayarkan ketika bisa menolong banyak orang yang membutuhkan pertolongan kita."

"Sekarang kamu percayakan bahwa jadi relawan itu menyenangkan?!"

Lana tersenyum tipis. "Percaya. Ada senengnya ada juga capeknya tapi kamu tau ada yang lebih capek lagi,"

"Hm? Apa itu?"

"Nungguin kamu. Capek banget tau gak mikirin kamu tiap hari, rinduin kamu tiap hari kalo bisa sekarang aku pengen peluk kamu tapi jarak sialan ini menghalangi kita, Jenderal aku rindu kamu setengah mati!"

Jenderal tertegun, kedua sudut bibirnya terangkat sempurna keatas membentuk sebuah senyuman yang sangat manis. "Lana..." panggilanya.

"Hm?"

"Jarak hanya bentangan kilometer yang memisahkan kita tapi itu tidak akan memutuskan hubungan kita selama dihati kita masing-masing ada satu sama lain, selama kita masih memikirkan satu sama lain. Dihati aku ada kamu, dihati kamu ada aku, aku selalu memikirkanmu dan kamu selalu memikirkanku." Jenderal mendongak, menatap bentangan luas langit malam tanpa bintang.

"Jen. Mau seberapa jauh pun jarak yang memisahkan itu gak akan bisa memutuskan hubungan kita tapi rindu ini juga gak bisa diputusin, gimana caranya buat lepasin rindu ini?" tanya Lana.

Jenderal tertawa kecil lantas berujar. "Lana, bisakah kamu tahan sebentar? Aku akan segera kembali, tolong menunggulah!"
















Bersambung...

Beberapa chapter menuju akhir. Siap untuk ending?

Jenderal Dan Semesta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang