40. Dream's Come True

33 3 0
                                    


Untuk terkasihku, selamat jalan. Aku mencintaimu.—

Selamat membaca~






Lana pov.

Aku terbangun dari tidur. Napasku tersenggal, peluh membanjiri seluruh tubuh. Mimpi barusan terasa nyata sekali. Aku menyeka air mataku yang ntah sejak kapan keluar tapi yang kuyakinin mimpi barusanlah yang telah membuatku menangis. Mimpi itu terasa nyata sekali membuatku takut dan cemas, itu aneh sekali dan tiba-tiba saja dadaku terasa sesak dan aku kembali menangis.

"Jenderal!" gumamku pelan dan ntah kenapa suaraku menjadi serak dan aku merasakan kedua mataku sembab.

Aku bangkit dari atas ranjang ketika aku berdiri kepalaku terasa berputar aku hampir tersungkur kedepan. Memegangin kepalaku, aku tidak tau apa yang terjadi dengan diriku, aku hanya merasa cemas dan takut seperti ada sesuatu yang terjadi yang membuat dadaku terasa sesak dan aku tidak berhenti menangis.

Aku berjalan gontai menuju pintu kamar, memutar kenop pintu ketika aku menyembulkan kepalaku dari balik pintu aku menemukan sosok Jenderal yang berdiri tepat tidak jauh dari hadapanku, dia tersenyum. Senyum yang sangat manis sekali. Seketika kedua sudut bibirku tertarik sempurna keatas, membalas senyuman itu. Senyuman selalu ingin kulihat setiap saat..

Aku mengerjapkan kedua kelopak mataku, rasa pusing masih menjalari kepalaku. Sejenak aku memejamkan kedua mataku sambil memegangi kepalaku ketika aku kembali membuka mata sosok Jenderal yang tadi berdiri didepanku mendadak hilang, kedua bola mataku bergerak kesana kemari mencari laki-laki itu, tidak biasanya Jenderal pergi begitu saja tanpa berbicara sedikit pun padaku.

"Jen!" Panggilku.

Kedua alisku bertaut, merasa binggung karena sekarang nyatanya aku bukan berada dirumahku sendiri melainkan berada dirumah Jenderal, ini aneh sekali. Aku ingat dengan jelas tadi malam Jenderal melamarku dibawah sinar rembulan lalu sesaat kemudian kami mulai berbincang-bincang dan Jenderal dengan tegas mengatakan dia ingin menikahiku segera bahkan besok mungkin, aku hanya mengingat sampai disitu sampai aku memeluk erat tubuhnya dan setelah itu aku tidak mengingat apa pun lagi dan pagi ini aku berakhir bangun dikamar milik Jenderal.

Apa yang terjadi?

Aku merasa takut dan lagi-lagi air mataku tak berhenti mengalir keluar.

Kutekan dadaku yang semakin sakit, napasku tersenggal, hatiku terasa sakit seperti dicabik-cabik. Aku kembali berjalan gontai menuju tangga, ada kerutan samar-samar didahiku ketika aku berhasil mencapai anak tangga terakhir, kuedarkan pandangan pada seluruh sudut ruangan tamu begitu banyak orang berkumpul namun anehnya semuanya memakai setelan serba hitam.

Sementara, di sofa terlihat kedua orang tua Jenderal yang duduk disana raut wajah kedua orang tua itu terlihat lesu dan bersedih terutama mama Jenderal yang kulihat sedang mengusap air matanya. Aku buru-buru menghampiri wanita itu yang usianya hampir mencapai setengah seabad.

"Ma...?"

"Lana?!" Wanita itu bangkit dari duduknya dan sejurus kemudian memelukku erat dan saat itu aku kembali menitikan air mata.

"Lana... nak..." dadaku semakin terasa sesak dan sakit mendengar suara parau mama Jenderal.

"M—mama kenapa?"

Wanita itu terisak. "Jenderal.... Jenderal... Mama mohon kembalikan dia!"

"M—maksud mama?"

Alih-alih menjawab wanita itu justru semakin menangis. Aku mengusak punggung wanita itu mencoba menenangkannya. Kedua atensinku kemudian menangkap sosok Ajun dan Shaka yang berdiri didepan pintu kedua laki-laki itu menatapku dengan tatapan kosong dan raut wajah bersedih.

"Mama." Panggilku pelan.

Sepuluh detik tidak ada jawaban yang ada hanya suara isak tangis. Aku semakin tidak mengerti. Kuedarkan kembali pandangan pada seluruh sudut ruangan namun aku tidak menemukan Jenderal disana.

"Ma, Jenderal mana?" Tanyaku.

Lagi-lagi aku hanya mendapatkan suara isak tangis kembali yang kali ini terdengar lebih keras.

"Mama?"

Mama Jenderal masih menangis.

Kulihat, Ajun menghampirin kami berdua. Dia berdiri didepanku seraya berujar yang membuat aku dengan refleks melepaskan pelukan Mama, kedua mataku melotot sempurna. Aku kembali menangis.

"Jenderal udah pergi Lan, dia pergi buat selama-lamanya."

"M-maksud—-"

"Jenderal udah gak ada, Lan!" Aku mengerti maksud ucapan Ajun tapi...

"Jenderal? Nggak mungkin itu bohong kan?! Bilang itu bohong Jun!" Aku mencekram kuat kerah kemeja hitamnya.

"Nggak! Itu semua gak bohong Lan, itu nyata! Jenderal ninggalin lo, gak cuma lo dia ninggalin keluarganya, ninggalin gue sama Shaka, ninggalin semuanya Lana, ITU NYATA JENDERAL UDAH PERGI!" Ajun membentak, laki-laki itu terlihat menangis.

Aku mengelengkan kepalaku kuat seketika aku terduduk lemas diatas lantai sambil menangis histeris. Kenapa tiba-tiba? Bukankah tadi malam dia baru saja melamarku tapi pagi ini Ajun mengatakan dia sudah pergi, itu semua kebohongan aku yakin atau Jenderal memang sengaja sedang mengerjaiku tapi semua pikiran itu hilang ketika aku melihat sorot mata Ajun yang sama sekali tidak tersirat kebohongan disorot mata itu.

"Bohong! Jelas-jelas Jenderal tadi malam ngelamar gue dan pagi ini gak mungkin dia pergi. Jenderal..." Menangis kencang aku menekan dadaku kuat, hatiku begitu sakit.

Aku kembali merasakan pusing dan kilas balik kejadian semalam kembali berputar diotakku. Aku ingat malam itu ketika Jenderal melamarku.

"Lana menikahlah denganku."

"Ayo kita segera menikah!"

"Enggak akan ada yang tau apa yang akan terjadi esok, maka berbahagialah saat ini, hari ini, esok, lusa dan hari-hari yang akan datang."

Hingga pada saat dia tertidur dipundakku.

"Jen, ayo kita pulang, disini dingin!"

"Jen.."

"Jangan bercanda, ayo bangun Jenderal!"

Malam itu aku memeluk tubuhnya erat-eratnya sambil menangis histeris. Malam itu aku tau, malam itu aku mengerti, malam itu aku menyadari bahwa Jenderal telah dilamar oleh kematian tepat setelah dia melamarku pada malam itu.

"Jen... Aku mohon. Kamu itu berharga."

"Aku mencintaimu!"

Kilas balik itu kembali berputar, memori-memori menyakitkan itu membuat dadaku semakin sakit dan terasa sesak. Aku menangis sejadi-jadinya, meraung menyebut namanya berharap dia datang berdiri didepanku lantas memelukku erat.

Padanganku seketika memudar, kepalaku kembali terasa berputar dan dalam sekejap semuanya gelap, aku terjatuh pingsan sambil mengelukan namanya.

"Jenderal...

... Aku mencintaimu."

"Untukmu, untuk terkasihku, selamat jalan. Aku mencintaimu."












Bersambung.

Jenderal Dan Semesta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang