20. Hope

33 4 0
                                    

Sebelum baca jangan lupa vote!

Sembari membaca jangan lupa komen juga!

Share dan follow jangan lupa juga^^

Selamat membaca~








"Jangan hujan!"

Lana menoleh pada sumber suara tersebut kemudian berdeham kecil. "Hm, kenapa?"

"Aku gak suka hujan."

Lantas, gadis itu terkekeh kecil. "Hujan itu Anugerah loh dari Yang Maha Kuasa, harusnya kamu seneng atau seenggaknya bersyukur deh." katanya.

Meski begitu Lana sebenarnya juga ingin mengatakan sama Re aku juga gak suka hujan, aku benci hujan.  Tapi gadis itu memilih untuk berbohong ketika dirinya teringat satu kalimat yang membuatnya dirinya tidak harus terlalu membenci hujan.

"Hujan itu salah satu Anugerah dari Yang Maha Kuasa yang harus kita syukurin. Kenapa harus gak suka hujan? Padahal berkat hujan ada banyak tumbuhan yang bisa tumbuh subur, hujan itu banyak manfaatnya loh, bayangin aja kalo gak hujan-hujan pasti banyak yang tumbuhan yang mati, polosi udara dari debu tanah yang tidak kena hujan yang berubah jadi kabut yang bisa menganggu saluran pernapasan manusia, itu masih salah satu akibat yang bisa terjadi kalo bumi ini tidak terkena air hujan loh masih banyak kemungkinan buruk yang bakal terjadi kalo gak hujan-hujan. jadi kalo hujan kita harus bersyukur."

Kata Jenderal kala itu ketika sore hari ketika mendung mendadak datang dan beberapa detik setelahnya hujan turun dengan derasnya.

"Aku gak benci hujan cuma kadang gak suka aja ketika dia turun diwaktu yang tidak tepat." ujar Rean, kedua bahu laki-laki itu merosot.

"Jadi sekarang waktu yang nggak tepat buat hujan turun?" tanya Lana.

Laki-laki yang ditanya terlihat mengangguk pelan lalu berujar. "Kalo mau hujan boleh tapi jangan sekarang,"

"Emangnya kenapa? Lagian baru mendung loh belum tentu juga bakalan hujan."

"Kalo hujan sekarang nanti pertunjukkan lampionnya gak jadi!" seru Rean.

Lana langsung menegakkan tubuhnya. "Emangnya ada pertunjukkan lampion? Dimana?" gadis itu terlihat antusias.

Rean tersenyum kecil. "Disini, cuma acara perlepasan lampion doang kok."

"Mau liat pasti cantik banget loh!"

"Kalo mau lihat doain jangan hujan."

Gadis itu mengangguk. "Hujan jangan turun dulu ya, sekali ini aja kabulin permintaan aku!" katanya.

Sementara itu Rean tertawa kecil, terlihat gemas dengan tingkah Lana yang menurutnya sekarang sangat menggemaskan.

Lantas mengumam pelan. "Kamu lucu, Lan."

*****


"Pulang aja yuk!"

Rean langsung menoleh setelah mendengar ajakan Lana. "Kenapa pulang? Pelepasan lampionya belum mulai."

"Tapi udah malem!"

"Lan, baru jam delapan, belum terlalu larut!"

Gadis itu menghela napas pelan. "Iya tau, tapi semakin malam nanti udaranya semakin dingin!"

Sementara si laki-laki terlihat terkekeh kecil. "Nanti kalo kamu kedinginan aku bakal pinjemin jaket aku kekamu!"

Lana memutar bola matanya malas. "Re, ini bukan tentang aku tapi kamu. Bukan aku yang harus kamu khawatirin tapi diri kamu sendiri!"

"Lan, aku tau! Tapi stop khawatirin hal yang berlebihan!"

"Kamu bilang ini berlebihan?! Kamu tuh—"

"Lana aku tau!" sela Rean cepat. "Makasih banget kamu udah peduli dan—"

"Reano!" Lana menyela. "Kamu gak inget pesan orang yang donorin hatinya buat kamu?! Kamu harus sembuh! Kamu gak boleh mati!"

Ah, sial. Sungguh kalimat itu mampu menohok Rean dan membuat tenggorokannya tercekat.

Rean benci itu.

"Itu artinya dia mau kamu sembuh, dia mau kamu sehat. Kamu baru aja habis operasi, Re. Daya tahan tubuh kamu belum kuat dan potensi buat sakit bisa aja terjadi."

Laki-laki itu mengangguk pelan sementara si gadis sudah kesal hatinya.

"Ngangguk-ngangguk aja! Kamu dengerin aku ga sii?!! Re—"

"Lan, liat!!" Rean menyela dengan cepat tepat ketika sebuah lampion pertama diterbangkan dan diikutin dengan lampion-lampion lainnya.

Lana menurut ketika sahabatnya  itu memegang kedua bahunya dan membalikkan tubuh gadis itu— menghadap danau— netra bening gadis itu seketika langsung menangkap kilauan cahaya cantik dari lampion yang diterbangkan. Bayangan cahaya kuning keemasaan di air danau berbentuk sangat cantik bak seperti sebuah langit malam yang bertabur bintang.

"Lan, make a wish!" kata Rean.

Gadis itu langsung menoleh dengan kedua alis yang bertaut.

"Kenapa bengong? Ayo buat permintaan!"

"Kamu percaya sama yang gituan, Re?! Emangnya bisa?" tanya Lana.

"Percaya gak percaya tapi, boleh dicoba 'kan Lan."

Gadis itu tersenyum tipis. "Kita gak bakal tau 'kan kalau belum dicoba."

Rean mengangguk pelan. Sementara Lana terlihat memejamkan matanya sambil berkata didalam hati tentang permintaannya.

Lalu menit berikutnya Lana membuka kedua matanya sambil tersenyum tipis kepada Rean.

"Permintaan kamu apa?" tanya Rean.

"Rahasia." jawab Lana kemudian gadis itu tertawa kecil, tawa yang sangat menyejukkan. "Tapi yang pasti aku cuma minta kesembuhan buat kamu, kesehatan buat kamu dan aku minta supaya kamu tetap selalu berada disisi aku."

Rean tersenyum lebar sebuah senyum yang sangat indah. "Katanya Rahasia tapi itu udah bukan rahasia lagi loh!"

"Tetap rahasia karena yang tadi baru permintaan pertama."

"Yang kedua?"

"Rahasia."

Rean mendengus keras.

"Permintaan kamu apa, Re?" tanya Lana.

"Rahasia!" Rean membalikkan ucapan Lana.

"Ihh kok main rahasiaan sihh!"

"Kan yang mulai lebih dulu kamu, Lan!"

"Ya... Tapi, kamu jangan ikutan!"

"Kenapa gak boleh? Gak adil itu namanya!"

Lana mendengus keras sambil memanyunkan bibirnya membuat Rean refleks tertawa keras hal itu membuat Lana bertambah kesal.

"Malah ketawa, ada yang lucu?!"

"Ada!"

"APA?!" tanya Lana.

Gadis itu bersemu pipinya bak seperti tomat ketika Rean berujar.

"Kamu. Kamu yang lucu!"

Meski sebenarnya Rean sering mengatakan bahwa Lana lucu tapi ntah kenapa malam ini Lana merasa pipinya panas dan bersemu ketika sahabatnya itu mengatakan kalimat tersebut. Lana merasa aneh dan...










Bersambung...

Jenderal Dan Semesta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang