41. Hujan

33 2 0
                                    



-Kita pernah berjalan beriringan dibawah hujan. Kini ketika aku melihat hujan hanya ada sebuah kenangan yang tidak bisa diputar kembali.-

[Final]

Satu minggu berlalu. Minggu kemarin, tepat hari rabu pagi dimana langit Ibukota diselimutin awan hitam, gerimis kecil melanda Ibukota tepat hari dimana Jenderal dimakamkan. Hari itu, Lana ikut menyaksikan ketika tubuh Jenderal perlahan ditutupin oleh tanah. Dia masih tidak mempercayai ini semua, semuanya terjadi secara tiba-tiba dia tidak tau harus percaya atau tidak hingga pada akhirnya yang bisa dia lakukan hanya menangis dan tidak terima dengan kepergian Jen

deral.

Pagi ini sama seperti pagi satu minggu yang lalu bedanya pagi ini hujan turun dengan derasnya melanda Ibukota sejak pukul tiga subuh.

Lana terduduk lemas diatas lantai yang tak beralaskan apapun disamping ranjang tidurnya. Mata gadis itu masih terlihat sembab dan disekitar mata dan hidungnya terlihat memerah seperti terbakar dan masih seperti hari-hari sebelumnya air mata gadis itu masih tumpah ruah seperti air keran yang rusak.

Sudah satu minggu berlalu tapi kesedihan yang dirasakan olehnya masih terus menyelimuti dirinya seolah semesta pun ikut andil memberinya kesedihan dan kesakitan yang bertubi-tubi bahkan waktu pun seperti memeluknya agar dia merasakan kesedihan yang begitu lama.

Hari-hari selanjutnya setelah kepergian dia, Lana habiskan dengan banyak menangis.

Gadis itu kembali terisak ketika layar ponselnya menyala karena dari beberapa hari yang lalu hingga detik ini Rean selalu menelepon dan mengirim pesan teks pada gadis itu yang berujung tidak direspon sama sekali. Di lockscreen ponsel gadis itu terpajang jelas poto Jenderal yang sempat Lana ambil secara tiba-tiba ketika Jenderal menatap dirinya dari kejauhan, Lana ingat dengan jelas raut wajah kaget Jenderal kala itu yang sangat menggemaskan dan lagi hal itu kembali membuat air mata Lana jatuh.

"Kamu denger aku Jen disana?? Kamu harus nepatin janji kamu!!" lirihnya.

".... Kamu gak boleh ingkar, seharusnya kamu menepati janji kamu!" Dia kembali terisak.

"Omong kosong semuanya, Jen! Satupun gak ada yang kamu tepatin. Seharusnya aku percaya kalo kamu memang pembohong besar," dia menyeka air matanya dengan kasar.

Menekuk kedua lututnya gadis itu meyandarkan kepalanya kesisi ranjang lalu dengan putus asa Lana berteriak yang membuat hatinya semakin sakit.

"SEHARUSNYA AKU PERCAYA KAMU BAKAL NINGGALIN AKU, BERENGSEK!!"

*****

Sampai pukul satu siang hujan masih setia menguyur padatnya Ibukota. Lana duduk terdiam dibangku Bus, terpaku bersandar ke kaca jendela Bus yang basah akibat siraman air hujan yang dihembus angin.

Air mata gadis itu kembali jatuh ketika terlempar memori-memori indah saat dirinya dan Jenderal pernah berjalan beriringan dibawah hujan, menikmati air hujan yang jatuh membasahin keduanya saling bercanda, tertawa dan jatuh bersama. Dan kini ketika gadis itu melihat hujan yang ada hanya sebuah kenangan indah yang tidak akan pernah terulang kembali.

"Hari ini di kamp pelatihan hujan deras, ditempat kamu hujan juga gak Lan?"

"Iya disini juga hujan deras." Lana membalas pesan suara itu.

Jenderal Dan Semesta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang