33. Perhitungan

38 7 1
                                    

Selamat membaca~










"Besok gue ada kelas sore jadi kalo lo mau ikut menjalankan operasi sekarang aja karena gue bisanya hari ini!"

"Operasi paan anying? Operasi anus buntu?!" tanya Ajun jengkel.

"Operasi pengelapan shabu-shabu."

"Astagfirullah." ucap Ajun. "Bisnis lo sekarang? Haram!"

"Bukan sabu anying! Tapi shabu-shabu, makanan jepang!" Shaka tidak habis pikir, temannya ini tolol sekali.

"Oh. Bilang kek!"

"Dih lo gue tonjok juga lo!" Shaka geram. "Jadi mau ikut kaga?" tawarnya lagi.

"Ngapain? Gak penting." tolak Ajun mentah-mentah.

Membuat Shaka berdecak keras. "Ikut aja napa sih Jun?!"

"Gak. Bilang aja lo pengen makan itu, gak usah pake embel-embel operasi segala macam pulak."

Shaka nyengir kuda. "Sekalian itu namanya."

"Pergi sendiri aja sono ngapain ngajak gue?! Lo ngarep bakal gue traktir shabu-shabu?" Ajun curiga. "Gak akan ya Ka, lo 'kan orang kaya yang hedon masa makan gitu doang mesti ngarepin traktiran orang."

Wajah Shaka merah padam, tersinggung. "Dih! Pikiran lo Jun. Kayak ngemis-ngemis aja gue, gue tuh gak ada temen sialan, udahlah gak jadi, ngambek gue sama lo!"

Terdengar helaan napas pelan dari bibir Ajun. Merepotkan, jika situasinya sudah begini Ajun angkat tangan dia paling benci jika temannya sudah mode begini, selain mengelikan Ajun juga malas jika harus menghadapi Shaka yang akan mendiamkan dirinya berhari-hari. Bukan apa-apa, hanya saja Shaka itu temannya dari orok dan teman satu-satunya difakultas tempat pendidikannya sekarang. Bukan enggan untuk mencari teman lain atau tidak punya teman lain kecuali Shaka karena tidak pandai bergaul hanya saja Ajun cukup lelah dan tidak ingin menghadapi setiap karakter orang yang berbeda-beda yang akan dia temukan.

"Gue males banget ya Ka kalo lo udah gini, jijik tau gak?! Yaudah deh gue ikut operasi tangan buntung lo itu!" Ajun pasrah.

"Operasi tangan buntung? Operasi gender ini, ganti kelamin!" sinis Shaka, meski begitu dia senang juga.

Hiraukan. Ajun tidak merespon dan lebih memilih berjalan lebih dulu meninggalkan Shaka yang berada dibelakangnya. Dia yang menelusuri area parkir fakultas tidak sengaja bertemu Lana yang sibuk berkutat dengan ponselnya yang posisinya hampir melewati laki-laki itu begitu saja

"Lana."

Panggilan Ajun praktis menghentikan langkah kaki Lana, gadis itu menoleh kesamping sempat terkejut sedikit karena tidak menyadari ada Ajun dan Shaka ditempat itu.

"Ajun? Shaka?" sapanya.

"Yo Lana, lama gak ketemu." sapa Shaka.

"Lama—–"

"Lana, gue mau ngomong sama lo sebentar!" Ajun menyela dengan cepat.

*****


Jalanan Ibukota lengang, sempat diguyur hujan lebat setengah jam yang lalu menyisahkan sebagian kecil genangan air dijalan. Dedaunan yang basah diatas pohon menyebabkan rintik hujan kecil yang jatuh karena tertiup angin yang membuat siapa saja yang berlalu lalang dibawahnya atau sekedar berteduh terkena rintikan air bekas hujan itu, meski sedikit jangan dianggap remeh karena cukup membuat baju yang dikenakan basah.

"Emangnya sesibuk apa sih lo, Lan?"

Dahi Lana berkedut menerima pertanyaan dari Ajun. "Maksud lo?"

Mereka kini berada dinaungan pohon palem yang tumbuh diarea fakultas, dibawahnya terdapat bangku kayu berwarna coklat tua yang warnannya perlahan memudar karena dimakan usia dan kerap kali diterjang hujan lebat dan teriknya matahari.

"Udah kayak artis tau gak?! Dihubungi aja susah bener!"

"Bisa ke-inti nya aja gak sih Jun?"

Hening beberapa detik, Ajun menghela napas.

"Tiga hari yang lalu Jenderal sakit,"

"Iya gue tau."

Respon Lana membuat Ajun langsung memutar kepalanya seratus dua puluh derajat, menghadap Lana.

"Kalo lo tau kenapa lo gak jenguk dia?" tanyannya.

"Itu—–"

"Dia butuh lo waktu itu, dia ngeharapin lo Lana. Lo kemana?"

Lana tidak langsung menjawab. Lengang beberapa detik membuat Ajun kembali menghela napasnya.

"Persetan dengan hubungan kalian yang mau hancur, tapi ini Jenderal sakit Lan, dia butuh lo waktu itu seengaknya lo ada buat dia meski hubungan kalian sedang gak baik-baik aja." Ajun menjeda, dia harus menjelaskannya sekarang.

"Dia sendirian waktu dia lagi sakit, dia kalap, binggung mau minta bantuan sama siapa yang langsung ada diotaknya cuma lo, tapi apa yang bisa diharapin dari lo? Nihil Lan, lo gak bisa diharapin sama sekali."

Perkataan Ajun sedikit menusuk kehati Lana. "Gue ke Surabaya waktu itu, nemuin Lula. Lagian, emangnya harus banget gue? Lo juga temennya Jun malahan temen baik dia seenggaknya lo yang berada disana bisa bantu dia, Shaka juga ada kan?!"

Ajun menyeringai. Sumpah demi tuhan Ajun kesal sekarang. "Kalo orang pertama yang dikabarin Jenderal itu gue tanpa lo bilang pun gue bakal bantu dia tapi ini lo Lana, masalahnya lo orang yang pertama kali dikasih tau Jenderal bahwa dia sakit, lo ngerti itu enggak?!"

Ingin rasanya Ajun berteriak didepan wajah gadis itu. "Kalo aja malam itu gue gak dateng, gue gak akan pernah tau kalo temen gue sesakit itu. Gue marah sama dia karena dengan bodohnya malah kasih tau orang yang sama sekali gak peduli sama dia!"

Ajun menatap tajam Lana. "Gue mau buat perhitungan sama lo Lan termasuk Jenderal."

"Perhitungan?" dahi Lana berkedut samar.

"Si bodoh itu apapun yang terjadi pasti bakal maafin lo. Gue gak peduli meski lo pada akhirnya bakal tau tapi gue gak bakal biarin lo berhubungan lagi sama Jenderal."

"Lo punya hak atas itu Jun?"

"Lo juga udah gak peduli kan sama dia? Gue tau waktu itu lo mau mutusin Jenderal tapi dia gak mau dan masih mau pertahanin lo." Ajun memijit pelipisnya. "Tapi seperti yang gue lihat lo kayaknya udah gak mau pertahanin dia, so yaudah keputusan ada di lo. Mau apapun nanti keputusannya gue tetap menentang hubungan kalian, temen gue juga pantes dapet cewek yang lebih ngehargai dia."

Lana tidak bereaksi maupun merespon apa-apa, dia masih mencerna lamat-lamat setiap kata yang keluar dari bibir Ajun.

Sementara itu Ajun menghela napas berat, dia bangkit dari duduknya. "Kayaknya cuma itu yang mau gue sampein." katanya. Kemudian Ajun perlahan melangkah, pergi dari hadapan gadis itu namun sebelum benar-benar menghilang dari hadapan Lana, Ajun berujar yang membuat mata Lana membulat sempurna.

"Oh iya, denger-denger bulan depan Jenderal mulai latihan tentara."

Lana kaget. Bulan depan itu sepuluh hari lagi.

"Ngomong-ngomong titip salam ya buat Rean, masih sakit atau udah sekarat tuh orang?"












TBC

Jenderal Dan Semesta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang